"Dan itulah harinya, saat ku terbangun dari tidurku."
*****
Yna yang tidak tahu apapun, langsung berdiri dan berkata "aku cuma duduk disini dan melihat alat lukis milikmu. Bahkan sama sekali, aku tidak tahu kalau ada lukisan di sampingku."
De Khya menatap Yna, "kamu bohong?" Yna membuka celemek milik Metut, "engga, aku engga bohong. Satu hal yang harus kamu tahu, aku gak sejahat itu." Yna mengambil tasnya lalu pergi.
Yna berpamitan dengan Poyan yang berada di ruang depan, "Yna pulang dulu Poyan." Poyan yang asyik memegang kuas pun hanya berkata, "hati-hati Yna." Waktu itu, Poyan tidak sadar kalau Yna pulang sendirian. Sedangkan De Khya pun berdiri, tak tahu apa yang harus ia lakukan.
Yna memanggil taksi yang lewat di hadapannya, untuk sore ini ia tak takut tersesat lagi. Karena ia sudah tahu alamat mana yang ia tuju. "Perumahan Elit...., no...,Kuta" ucap Yna sambil menahan rasa sedih.
Kali ini Yna tidak menitihkan air mata seperti biasanya. Ia hanya tak habis pikir dengan semua hal yang terjadi tadi. Ia tak tahu apapun, yang ia tahu De Khya mengambil buku sketch dan Yna masih duduk manis melihat alat-alat lukis di hadapannya.
***
Dan itulah harinya, saat ku terbangun dari tidurku. Pagi yang indah, dengan udara yang segar. Memenuhi ruang di jantungku. Ku lihat tanaman mulai menyapa, matahari mulai tersenyum. Ku kira mereka punya maksud merayu.
Tapi apa daya, ini hari pertamaku tanpa De Khya. Bukan dia yang meninggalkanku, tapi aku yang berusaha menjauh. Kini, hanya ada aku sendiri disini. Di balkon rumah, masih menatap kado pemberiannya. Ku kira keadaan mau bersahabat dengan hubungin kami, nyatanya ia tak sebaik itu. Keadaan yang membuat kami semakin dekat, dan keadaan pula yang membuat kami semakin jauh dan terpisah.
Sementara di sisi lain, De Khya tengah tertunduk lemas di depan lukisan milik Mr. Hanz itu. Poyan yang hendak melukis pagi itu pun kaget mendapati putra kesayangannya tengah melamun. "Pagi-pagi kok galau?" tanya Poyan dengan logat Bali khasnya dicampur bahasa gaul yang terdengar sedikit antik itu.
De Khya meluruskan pandangannya, "Yna mengecewakanku Poyan. Masa ia merusak lukisanku? Itu ku tujukan untuk Mr. Hanz, kan Poyan tahu kalau aku membuatnya selama seminggu?" Poyan memegang lukisan itu, "Yna yang Poyan kenal, tak sejahat itu." Poyan diam sambil memikirkan sesuatu, "kamu lihat sendiri? Kalau Yna merusaknya?"
"Tidak Poyan, tapi cuma dia yang ada di ruangan ini." Poyan menaruh lukisannya, dan mengambil canvas putih baru. "Enggak semua hal bisa kita lihat pakai mata, jadi kita itu juga perlu hati untuk mengetahuinya. Dibalut dengan kekuatan insting dan kepercayaan, yang membuatnya semakin kuat." tutur Poyan memberi tahu putra kesayangannya itu. "Lagian, kok kamu bisa yakin kalau yang merusaknya itu Yna?" tanya Poyan dengan tegas.
"Entahlah Poyan." Poyan pun tersenyum, "sudahlah, engga usah main galau-galauan. Cari Yna, dekati dia lalu minta maaf." De Khya mengacak rambutnya kesal, "aku gak mau Poyan." Poyan pun beranjak dari tempat duduknya, "susah senangnya hubungan remaja zaman sekarang. Poyan gak ngerti, mending Poyan melukis lagi."
***
Yna menata rambutnya dengan rapi, tak lupa memasang jepit berwarna hitam di sebelah kanan. "Pagi yang buruk." desus Yna kepada dirinya sendiri. Yna menghampiri Kak Rakanya yang masih tertidur pulas dan memeluk bantal guling. "Kak, anterin aku." Kak Raka mengucek matanya enggan, "De Khya mana?" Yna melengos, "dia sibuk kak. Jadi gak bisa jemput."
"Ya sudah, tunggu di bawah. Bikinin segelas susu sama roti tawar selai kacang almond. Oke?" Yna pun memandangi kakaknya yang cerewet itu dengan malas, "ya cerewet."
Jam dinding seakan enggan melihat Yna, ditambah suhu AC yang lebih dingin di dalam rumah membuat Yna merasa bahwa dirinya telah kehilangan. Benar, wanita cantik itu telah kehilangan sebagian dari dirinya. Kehilangan seseorang yang entah bagaimana itu semua terjadi begitu saja dalam hitungan persekon.
***
Yna pun masuk ke ruang kelasnya, disana ia bertemu dengan sosok ketua kelas yang tegas itu. Azka terlihat tengah nyengir ke semua orang yang lewat. Hal itu dilakukan lantaran ia baru saja mengenakan behel baru di giginya itu. Berbeda dengan Yna, yang tidak peduli dengan kejadian itu.
"Na, Yna." Azka mendekati Yna sambil menyengir. "Kenapa?" tanya Yna menurunkan kursi dan menaruh tasnya, "kok gak peka banget sih?" Yna yang masih menunduk dan mengeluarkan buku masih tetap tidak peduli. Hingga ia mendongak, "Apa? Cieee, pake behel dia. Kapan pasangnya?"
"Minggu lah, kapan lagi? Tapi bagus ya?" Yna mengernyitkan alisnya seolah berfikir keras, "emm, bukannya gigimu sudah rapi? Kenapa harus pakai behel?" Azka pun menjawab dengan enteng, "biar seperti artis kpop."
Yna menahan tawanya, "sejak kapan artis kpop pake behel?". Azka memutar bola matanya, "gak urus, yang penting cakep. Dih."
Saat itu, De Khya menatap dari jendela. Melihat kedekatan Yna dengan Azka, yang berhasil membuatnya benar-benar cemburu. Maksud De Khya mengendap-ngendap seperti itu, karena ingin berjumpa dengan Yna. Tapi, setelah apa yang ia lihat. Harapannya pupus, hilang bahkan lenyap tak tahu kemana.
De Khya segera pergi dari tempatnya, menuju taman. Disana ia melihat Gung De dan Yoga yang baru datang dari kantin. Gung De mendekati De Khya, "....."
#####
#Setelah ini apakah yang akan terjadi dengan mereka?
#Coba tulis komentar kalian. Ok? 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
D'ErSa : Dear De Er Sa [Revisi] ✔
Teen Fiction(PROSES REVISI) Yna, gadis asli Bali yang sangat mencintai Tom. Tersesat di sebuah jalan, di wilayah Kuta. Hingga bertemu dengan seorang pelukis, De Khya. Semua berubah ketika dirinya harus menjadi pacar bohongan seorang De Khya. Ditambah kehadira...