Chapter 37 : Titik Terendah

33 5 8
                                    

"Setiap hubungan punya titik terendah, sama seperti hubungan saya sama kamu."

*****

"Saya tahu, kamu pasti sedih. Tapi....." ucapan lelaki itu terputus karena di sela langsung oleh Yna. "Tapi, saya juga tahu kamu pasti marah sama saya." ucap Yna dengan tegas, tanpa menoleh sambil mengusap buliran air mata yang jatuh.

Siang itu menjadi siang yang mendung, matahari bersembunyi di balik tumpukan awan tebal nan gelap. Pohon-pohon bergoyang disapa oleh terpaan angin yang tak kalah kencang. Angkutan umum pun terlihat penuh, dan belum ada yang mampu mengangkut wanita cantik yang satu itu. Gemericik tetesan air hujan berhasil memberi alunan tersendiri mengenai kisah cinta mereka berdua.

"Saya juga enggak bisa bohong, kalau ternyata saya kecewa sama kamu. Sekaligus, saya juga terus memikirkanmu." Yna bungkam. "Enggak semua hal bisa kita lihat pakai mata." sahut De Khya lagi. "Saya juga gak pernah percaya, kalau ternyata kamu menuduh saya." sahut Yna singkat. De Khya membuka suara dengan mulut yang tercekat rapat, bingung bagaimana harus mengatakan apa yang ia rasakan, "waktu itu saya benar-benar marah. Namun, saya tak pernah bermaksud menuduh kamu. Hidup ini berat, pelik dan rumit. Saya gak mau, jika kamu harus menjadi salah satu bagian dari mereka."

"Sudah saya jelaskan panjang lebar, bahwa saya sama sekali tidak merusak lukisanmu. Saya hanya melihat merk-merk dari alat lukismu itu. Karena saya ingin membeli dengan tipe yang sama, untuk mengisi waktu luang di rumah. Apa itu salah?" De Khya menoleh wanita di sampingnya itu, "dan saya pun juga enggak tahu."

Mereka berdua sama-sama bungkam. Semenit, dua menit, tiga menit... Hingga De Khya beranjak dari tempat duduknya, dan memilih duduk di samping Yna. Menyandarkan kepala wanita cantik itu di lengan kanannya, dan mendekap bahu wanita cantik itu dengan tangan kirinya.  "Saya sayang sama kamu.  Saya enggak ada maksud buat menuduh. Tapi, saya pasti sedih mendapati hasil karya yang saya buat dengan setulus hati, harus rusak seperti itu.  Di saat yang sama, saya enggak mau juga hubungan saya rusak. Saya menyayangimu.  Saya enggak bisa marah ke kamu. " Yna tak percaya dengan kelakuan kekasihnya itu, ia hanya menangis tersedu-sedu. Tak kuasa menahan rasa sakit yang hinggap di perasaannya.

De Khya mengusap air mata wanita itu, dengan tisu yang ia bawa. Sementara wanita itu terus mengeluarkan air matanya dan mengusapnya dengan kedua tangan.  De Khya bersuara pelan nan lembut, "kamu jangan nangis terus.  Saya minta maaf, semoga kamu mau maafin saya. Saya enggak mau kalau ini hari terakhirmu mencintai saya.  Setiap hubungan punya titik terendah, sama seperti hubungan saya sama kamu. Semoga hubungan ini semakin kuat, bukan semakin retak lalu berpisah." De Khya terus mengusap wajah wanita yang ia sayangi.

Yna pun menegakkan tubuhnya, lalu bersandar di kursi. Wanita itu masih saja menangis sambil mengusap air mata yang terus jatuh. De Khya kembali berbicara, "sebelumnya saya enggak pernah lihat seorang wanita menangis seperti ini. Saya yakin kamu wanita yang tulus dan baik untuk saya. Saya percaya itu."

Yna mulai berani membuka suara, "kamu percaya sama saya?" De Khya menangguk lalu tersenyum, tanda ia percaya dengan wanita di hadapannya. "Kamu percaya kan saya enggak bakal mengecewakanmu?" De Khya melakukan hal yang sama. Terakhir, Yna bertanya dengan lebih serius. "Kamu masih sayang sama aku kan?" De Khya pun menjawab dengan tampang lebih dari serius, "rasa sayang saya sama kamu enggak pernah berkurang bahkan pudar.  Rasa sayang saya masih disana, semakin bertambah bahkan semakin kuat sekarang."

Yna pun mengusap air matanya, "ya, jangan marah lagi ya. " Yna pun tersenyum manis, meski air mata tak mampu ia bendung. De Khya pun memeluk kekasihnya itu, "ya sayang, aku janji gak bakal marah lagi." Intinya, jika De Khya sudah berkata "aku." Semuanya sudah baik-baik saja. Bukan seperti kata "saya", yang cenderung ia gunakan saat bercakap dengan orang asing dan terkesan kikuk.

"Sudah nangisnya ya? Minum air dulu, aku tahu kamu pasti kekurangan banyak cairan. " ucap De Khya sambil memberikan sebotol air mineral yang dibawanya. Yna pun tersenyum lalu meminum air yang De Khya berikan. "Aku ambil motor dulu, tunggu disini. " Yna pun mencegah kekasihnya itu, "enggak tunggu hujannya reda?" De Khya pun tersenyum, "kamu gak kuat dingin ya? Gak, aku bawa jas hujan dan kantung plastik untuk naruh sepatu dan tas kamu." Yna pun memegang tangan kekasihnya itu, "aku gak mau kamu kehujanan. Aku gak mau kamu sakit." De Khya tersenyum sambil mengusap kepala Yna, "ya kita tunggu hujan reda." Yna pun tersenyum. De Khya menatap ke langit, tampaknya hujan akan segera reda. De Khya pun mengatakan hal tersebut, "bentar lagi hujannya reda. Ya sudah kita duduk manis disini."

De Khya pun menggosokkan telapak tangannya, yang tentu membuat telapak tangannya menjadi lebih panas. Lalu ia menggenggam kedua tangan Yna. "Tangannya digosok, biar gak dingin." Pinta De Khya. "Ya," sahut Yna sambil tersenyum. "Kamu tahu?" tanya De Khya lagi.  "Tahu apa?" tanya Yna tak mengerti. "Sebenarnya,  ....."

#####
#Sebenarnya kenapa?
#Jangan lupa tinggalkan kesan...
#Yang jelas author, melting banget dengar itu.

*Happy Reading...

D'ErSa : Dear De Er Sa [Revisi] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang