Tidak terasa empatbelas hari lagi menuju ujian kelulusan. Selama ini aku hanya berdiam diri di kamar dengan tumpukan buku-buku tebal. Terkadang Jongin dan Sehun menemaniku dan mengajariku. Jongin mengajariku Kimia (kebetulan kami sudah berjanji akan memilih Kimia), karna aku memang lebih menyukai Kimia, sedangkan Sehun mengajariku Matematika.
Sebulan yang lalu Om Lay berkata bahwa ia berjanji akan mengajariku Matematika dan Kimia. Konon, saat ia dibangku SMA sepertiku, ia mendapatkan nilai sepuluh pada kedua pelajaran itu. Namun, janji hanyalah janji.
Nyatanya ia sama sekali tidak mengajariku. Ia sibuk dengan pekerjaan dan kekasihnya. Dan aku mengerti. Aku tidak pernah mengungkit-ungkit janjinya.
Dan selama seminggu ini, aku hanya tinggal sendiri di rumah sebesar ini. Tidak terlalu sendiri sih, kadang ada beberapa maid yang datang untuk membersihkan rumah dan mencuci baju-bajuku.
Om Lay sedang pergi ke China karena urusan bisnis.
Aku sangat ingat pada hari ia pergi, ia sama sekali tidak berpamitan padaku. Ah, lagipula aku ini siapa, ya, kan? Tidak penting juga.
Baru saja aku sampai di dapur, telepon rumah berdering.
"Halo?"
"Saya pulang besok pagi. Tolong telepon maid buat bersihin rumah."
Oh ternyata ini telepon dari om. Dingin sekali, biasanya ia akan menanyakan kabarku terlebih dahulu.
"Iya." Jawabku singkat.
"Oke, selamat malam."
Baru saja ingin membalas, telepon sudah diputus olehnya.
"Dasar. Udah tua, judes pula." Dengusku.
Pukul enam pagi aku sudah siap dengan seragam putih abu dan beberapa buku tebal dalam tasku. Rencananya sih aku dan Jongin akan belajar bersama di rumah Sehun.
Rumah juga sudah aku bersihkan kemarin. Sprei dan selimut sudah dicuci semua olehku hanya tinggal menunggu kering.
Sesampainya di sekolah, aku menemukan Jongin sedang membaca buku dengan earphone di telinganya.
Semenjak kejadian itu, aku kehilangan Jongin ku yang dulu. Tidak ada lagi Jongin yang sangat senang tertawa. Tidak ada lagi Jongin yang suka menjahili anak-anak sekolah.
"Jong,"
"Hm"
Oh, rupanya suaraku masih terdengar.
"Gimana?"
Jongin menegakan tubuhnya kemudian menatapku tanpa ekspresi, namun aku bisa lihat matanya memancarkan yang sebenarnya.
Ia menarik nafasnya kemudian menghembuskannya dengan kasar. "Ya gitu."
Aku melipat bibirku kemudian menepuk pundaknya. "Semangat! Bentar lagi ujian, lupain dulu buat sementara, kita fokus ujian. Tos dulu dong!"
Dan akhirnya ia tersenyum lebar. Semudah itu dan sesederhana itu membuat orang di sekitar kita bahagia.
Selesai acara belajar bersama di rumah Sehun, aku segera pulang dengan diantar mereka berdua. Awalnya mereka berebut siapa yang akan mengantarku pulang, namun setelah aku mengomeli mereka, akhirnya mereka berdua lah yang mengantarku pulang.
Sesampainya di rumah, aku melihat mobil sedan hitam sudah terparkir rapih dalam garasi. Itu berarti om sudah pulang. Aku senang, setidaknya aku tidak sendirian lagi di rumah.
"Darimana?"
Baru saja aku membuka pintu rumah, sebuah pertanyaan melayang padaku. Aku mengabaikan pertanyaannya dan langsung menutup pintu kemudian naik ke kamar.
"Saya tanya kamu darimana, Kara. Emangnya suara saya ga kedengeran? Atau kamu yang tuli?"
Huft.... kenapa omongannya terdengar begitu kasar? Kemana om ku yang lemah lembut? Apa tertinggal di China?
"Rumah Sehun." Jawabku kemudian kembali berjalan menuju kamar dan menutup pintu kamar dengan kasar.
Tidak lama setelah aku masuk, pintu kamar dibuka lagi tanpa diketuk. Menyebalkan. Kenapa dia begitu menyebalkan sekarang?
"Maaf.."
Aku mengernyit namun tetap membelakanginya. Banyak pertanyaan yang bersarang dalam otakku hingga tidak ada yang bisa diucapkan.
"Kara.."
"Ya, Om.."
Ia menghela nafasnya dengan berat kemudian berkata, "Saya emang lagi banyak kerjaan. Saya ga maksud buat ga peduliin kamu...
.... Saya ga mungkin nelantarin anaknya temen saya. Saya juga ga mau ngecewain papa kamu. Maaf.."
Aku berbalik dan menatapnya yang sedang berdiri sambil menunduk. Aku ingin tertawa, ia seperti seorang anak SD yang sedang dihukum di depan kelas. Menggemaskan dan menyebalkan.
"Gapapa. Kara ngerti."
Om Lay mengangkat kepalanya dan menatapku dengan sendu. "Maaf, Kara. Saya bener-bener minta maaf."
Aku mengangguk. "Kara ngerti, Om. Ga usah minta maaf."
Tidak ada salahnya kan aku berbicara seperti itu? Lagipula, ia memang harus bekerja, ia tidak harus selalu menemaniku selama 24 jam. Ia harus bekerja untuk masa depan keluarganya nanti, bukan menjagaku terus.
"Kamu udah makan?" Tanyanya.
Aku mengangguk lagi kemudian berjalan ke kasur dan mulai berbaring.
"Sebagai ucapan maaf, saya temenin kamu tidur. Oke?"
to be continue....
a/n
Haii! Ada yang kangen kahh ehehee
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Om Lay
Fanfiction[Om Series 1] apa yang bakal kalian lakuin kalau dihamilin sama temen Papa kalian? Started : 25 Juni 2018 Finished : 5 Januari 2019 ©Sehuntum, All Rights Reserved.