Om Lay ㅡtragedi

3.8K 196 26
                                    

Aku berusaha mengingat-ingat lagi apa yang telah terjadi semalam sehingga aku terbangun dalam keadaan kamar yang sangat kacau.

"Mau sampai kapan melamun begitu?" tanya Om Lay padaku yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada.

Sepertinya ada yang aneh.

"Om? Kenapa ada di sini?" tanyaku dengan bingung.

Bukannya menjawab, ia malah menatapku dengan pandangan bertanya. "Kok kamu nanya saya?" tanyanya.

Emang aku salah ya kalau bertanya?

"Aku 'kan ga tahu, Om, makanya nanya," jawabku.

Om Lay menghampiriku dan duduk di tepi ranjang. "Sekarang mandi dulu. Nanti saya jelasin," katanya.

Aku pun mengangguk dan memasuki kamar mandi dengan selimut yang membalut tubuhku.

Sebelum mandi, aku menatap pantulan diriku di depan cermin. Aku meringis, banyak sekali bekas merah di tubuhku. Dengan langkah gontai, aku pun segera berendam di dalam bath up. Aku melamun lagi. Pikiranku sangat kacau. Apa yang akan Papa dan Mama katakan ketika tahu anak gadis satu-satunya ini telah kotor? Apa yang akan Koko katakan ketika tahu adiknya yang selalu ia jaga telah rusak?

Dengan berurai air mata, aku menggosok tubuhku yang telah kotor ini sambil sesekali meringis.

Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi tadi malam?

***

Om Lay segera menyuapkanku sarapan ketika melihat aku tidak bergerak sedikit pun sejak selesai mandi tadi.

"Makan dulu, Ra," desaknya dengan sesendok nasi goreng di depan mulutku.

Aku menggeleng tanpa berbicara dan menatapnya.

Om Lay mengerang kecil dan menatapku lembut. "Makan dulu. Kalau kamu sakit, saya harus bilang apa ke Papa kamu?"

Aku menggeleng lagi. Mendengar ucapannya tadi membuatku semakin merasa bersalah pada kedua orangtuaku dan Koko. Bagaimana jadinya jika mereka tahu?

Om Lay menghela napasnya dan menyimpan kembali sendok tersebut, kemudian melangkah keluar kamar.

Sekeluarnya ia dari kamar, air mataku kembali mengalir. Aku membalikkan badan menghadap jendela dan membungkus tubuh kotorku dengan selimut. Tidak ingin terdengar sampai luar, aku meredam suara tangisku dengan menenggelamkan wajahku pada guling.

Tidak lama kemudian, ada sebuah tangan yang menarik gulingku dan menarikku ke dalam pelukannya. Aku hanya diam. Sama sekali tidak berniat membalas pelukannya.

"Jangan nangis," ucap orang itu sambil mengelus rambutku. "Nanti saya bakal bilang semuanya dan tanggungjawabin kamu," lanjutnya.

Tangisku semakin kencang. Hidupku telah hancur sekarang. Aku tidak mungkin merebut Om Lay dari Tante Tiffany. Namun, aku juga perlu pertanggungjawabannya. Apa yang harus aku lakukan?

"Udahan nangisnya. Saya janji bakal tanggung jawab," ucap Om Lay sambil berusaha menenangkanku.

Tiba-tiba ia memegang perutku membuatku berjengit kaget.

"Saya tunggu kehadiran Lay's junior di sini."

to be continue...

[1] Om LayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang