Nomor 1

14.6K 989 17
                                    

    "Ya kalo baik-baik aja, pasti gak nelpon gue, kan?"  

- Joseph, 31 tahun, Litigation  Lawyer

-----   

"Gue tuh kadang suka iri sama Bang Jere sama Nanda."

Bella, yang sedang fokus menyusun berkas di mejanya, – sambil berdiri dan menempelkan beberapa post it warna-warni untuk memudahkannya mengingat berkas apa yang digabungkan ke yang mana dan lalu dimasukkan ke clear holder mana – menoleh ke arah Bily, dan menaikkan alis.

Ini sudah jam setengah 9 malam. Billy duduk di kursi Em – yang sampai sekarang, belum ada gantinya – sambil memandang laptopnya. Bella dimintai tolong Billy untuk – selain proof read dan cek typo dokumen yang sudah dikerjakannya seharian – mem-print dokumen tersebut karena besok Billy akan ke OJK dengan Bang Derry. Selain di-print, dokumen yang sama perlu di-burn ke CD, dan itu sudah selesai.

Tinggal menyusun berkas ini saja.

"Kenapa?" tanya Bella, karena jelas Billy ingin bercerita lebih lanjut, tapi dia tipe yang harus ditanya dulu. Iya, tipe yang begitu.

Sudah hampir dua jam mereka disini, sejak Billy harus mengerjakan semuanya sampai selesai, namun tidak ingin di ruangan, karena dia 'ga bisa konsen kalau disana'.

"Nanda, cakep begitu, cakep banget malah.Bisa gampang dapet cewek. Sementara Bang Jere, ya sejak dia nikah sama Em sih. Kayak, bahagia banget, gatau kenapa.Dan, sebelumnya juga Bang Jere sebernya gak pernah punya masalah soal cewek.Maksud gue, ya dia emang cakep juga." Kata Billy, masih memandangi layar laptopnya.

"Trus?"

"Yaaaaa, kalau gue jalan bertiga sama mereka, atau mau meeting, atau abis meeting di mall atau café, gue suka minder.Gue paling jelek sendiri. Dan, gausah ditanya susahnya gue punya pacar."

"Apaan sih Bil?"

Sebenarnya, ada nada kasihan sih di kata-kata Bella barusan.Tapi juga, lebih banyak gak terima.

Billy ini apa-apaan sih?Lagi insecure? Atau apa?

"Ya, lo tau gue berapa lama jomblo kan Bel? Selama disini, sebelum akhirnya gue sama Sarah, gue gak pernah punya pacar." Kata Billy lagi.Sekarang, Bella mengerutkan kening.

"Iya, tapi kan sekarang lo punya Sarah. Punya pacar.Trus? Masalahnya apa?"

"Nah itu. Sebenernya, gue masih suka agak amaze sendiri kalau lagi sama Sarah. Dia nyesel gak ya jadian sama gue? Dia beneran sayang gak ya sama gue? Dia kira-kira bakal bosen gak ya sama gue? Ya gitu-gitu lah! Suka masih gak percaya aja Sarah sama gue."

"Dih, norak deh lo!"

Bella bahkan menghentikan kegiatannya, dan sekarang hanya berdiri sambil memandang Billy.Kedua tangannya berada di pinggang.

Sudah siap memberi nasihat panjang lebar, memberi petuah, memberi saran, ya begitulah.

Tapi, belum juga Bella bersuara, Billy lebih dulu bersuara.

"Makanya, sebelum Sarah sadar kalo dia mungkin salah mau sama gue, atau ya, pelet gue abis gitu, kayaknya gue mau ngelamar Sarah deh."

Tangan Bella masih di kedua pinggangnya, tapi, sudah tidak ada tenaga lagi disana. Dia juga bahkan sudah tidak lagi tahu apa yang tadinya akan disampaikannya ke Billy. Petuah, saran, nasihat, apalah itu, sudah hilang lenyap dari kepalanya.

"Menurut lo gimana Bel?"

Akhirnya Billy melepaskan tatapannya dari laptopnya, dan sekarang menoleh ke arah Bella.

One KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang