Keputusan

3.9K 69 0
                                    

~*~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~*~

"Gue minggu depan udah berangkat," ucap Roman tanpa menatap wajah seseorang di sampingnya.

"Berangkat? Kemana?"

"ke Den Haag. Bakal ada project siaran di sana, sekalian kuliah," Roman pun menjelaskan seluk-beluk mengapa ia harus pergi ke sana dan menetap untuk beberapa waktu yang cukup lama.

Setelah mendengar penjelasan dari Roman, Samuel paham sekali bagaimana beratnya Roman jauh dari keluarga. Dan sekarang ia juga akan merasakan jauh dari orang yang ia sayangi, yaitu WuLandaRi.

"Gimana kalo Wulan larang elo?" tanya Sam setelah terjadi keheningan beberapa saat.

"Gue akan tetep pergi, ini salah satu peluang yang besar buat cita-cita gue, Sam!" ucap Roman dengan tegas, "Dan gue juga percaya kalo Wulan bakal dukung gue buat ngejar cita-cita gue," lanjutnya sambil menengok ke arah Samuel.

Beberapa saat mereka hanya saling tatap, lalu Roman kembali memalingkan wajahnya ke depan.

Tiba-tiba Sam mengeluarkan kata-kata yang membuat Roman terpaku, tak bisa berkata apapun, "Gue bakal ikut lo."

***

Bukan Roman Arbani jika ia tak gigih dalam pendirianya. Ia di kenal sebagai orang yang mandiri, berkomitmen dan pandai dalam bidang sastra. Apalagi komitmennya dalam berpacaran, "Pacaran sekali sampai nikah!" begitu katanya. Tetapi apa Wulan akan setuju jika mereka akan menjalankan LDR Jakarta-Den Haag?

Malam ini gw tunggu di Caffè Atlantic ya, jam 7 malam. Gw mau ngomong sesuatu..

Sebuah pesan dari Roman memecahkan kepentingan kamar Wulan. Ia tampak masih sibuk dengan tugas kuliahnya yang harus terkumpul lusa.

Wulan tampak meraih handphone-nya dari nakas, lalu membuka pesan milik Roman. "Tumben?" guna nya setelah membaca pesan.

Ada apa?

Satu balasan untuk Roman terkirim.

Nanti lo juga tau (: see you

Wulan hanya membaca sembari berfikir apa yang akan dibicarakan Roman, nanti. Sesekali perasaannya menjadi tidak enak karena hal-hal yang takut akan menimpa dirinya dan Roman benar terjadi.

Waktu menujukkan pukul 06.00, sehabis sholat maghrib ia langsung bergegas menyiapkan baju-baju yang pantas untuk ia kenakan. Wulan pun sesekali membuang beberapa koleksi baju yang cocok untuk malam ini ke atas kasur empuknya. Seperti saat pertama kali Wulan nge-date bareng Roman, ia harus tampil cantik saat sedang berdua dengan Roman. Biar gak ada yang godain Roman, itu salah satu alasannya.

"Ma, Wulan keluar sebentar ya!" ucap Wulan sambil mencium tangan Tiana.

"Iya, hati-hati ya, Sayang" pesan Tiana. Wulan mengangguk setelah mencium punggung tangan Tiana, "assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Semenjak Gunawan di penjara, hubungan Tiana dan Andhika kembali membaik seperti semula. Bahkan adik perempuan Wulan pun sudah lahir dengan sehat dan selamat. Wulan juga sangat senang, rumahnya menjadi ramai karena kehadiran adiknya itu.
-

Lonceng di atas pintu caffe berbunyi, seolah mengagetkan Roman dari lamunannya sejak tadi. Ya, Wulan sudah datang. Ia pun menghampiri Roman yang sedang salah tingkah seolah ia tak memikirkan hal apapun sebelumnya.

"Udah lama?"

"Nggak kok, nggak papa," jawab Roman sambil tersenyum.

Wulan pun duduk di kursi yang berhadapan dengan Roman. Di antara mereka ada sebuah meja berhias lilin kecil di tengahnya, serta sebuah vas bunga lengkap dengan mawar putih bertengger di sana. Suasana malam itu sunyi, hanya ada tatap setelah sapa Wulan, tadi.

"Kenapa? Kok diem?" kata Wulan memulai obrolan.

Tangan kanan Roman tergerak untuk meraih tangan kiri Wulan yang sengaja di letakkan di atas meja tersebut. "Lan, apa lo percaya kalo perpisahan itu ada?"

Deg!
Kalimat itu membuat hati Wulan terasa remuk dan hancur. Apa maksud Roman? Mengapa ia mengatakan hal itu?

"Maksud lo?" jawab Wulan lirih, tidak paham.

Roman tampak menundukkan kepala dan menghembuskan nafas sejenak lalu berkata, "Minggu depan gue harus pergi ke Den Haag, ada project sekaligus tawaran kuliah di sana," jelas Roman dengan hati-hati.

"Lo serius?" ucap Wulan tak percaya.

"Iya," jawab Roman ragu, "Lo nggak marah kan?" lanjutnya bertanya.

"Kenapa harus marah? Gue justru bangga sama lo, Man!" ucap Wulan terlihat serius.

Roman tersenyum, "alhamdulillah," ucap Roman dalam hati. Ia sudah berhasil mengatakan hal ini pada Wulan.

"Emm, Man.. Gue ke toilet sebentar ya?" pamit Wulan, Roman mengangguk.

Ini lah sifat perempuan, ia akan terlihat tegar di hadapan kekasihnya saat merasa kehilangan. Sebaliknya, mereka akan menangis sekeras mungkin tanpa harus satu orang tau apa yang ada dalam pikirannya.

Bangga-senang, kehilangan-sedih, kecewa-takut. Di satu sisi Wulan harus menyetujui kepergian Roman untuk meraih cita-citanya. Namun di sisi lain, ia takut kehilangan sosok yang setiap harinya dapat ia temui dalam satu Kota.

Ketahuilah, semua perempuan itu memiliki perasaan yang sama. Mereka hanya takut kehilangan.. 🌸🌸🌸

WuLandaRiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang