~*~
"Assalamualaikum," sapa Wulan saat memasuki rumah megahnya. Terdengar suara bising alat dapur dan bau harum masakan tiba-tiba tercium oleh indera penciuman Wulan.
Hari ini juga, Rahman mengabari Wulan bahwa ia akan pulang. Tadi pagi-pagi sekali Tiana buru-buru pergi ke pasar. Dan siang ini ia melihat semua orang sibuk dengan pekerjaannya tanpa ada yang mendengar salam Wulan.
"Mba Nah, ini kayanya kurang garam?" Ucap Tiana setelah mencicipi setetes kuah Sup Iga andalannya.
"Baik, Bu," jawab Mba Nah sembari mengambil toples garam.
Wulan mencoba mencari tau apa yang terjadi di dapur, "Mah?". Tiana yang mendengar suara Wulan langsung berbalik ke arah suara.
"Udah pulang?" Tanya Tiana sambil tersenyum, Wulan pun mencium punggung tangan Tiana lalu menjawabnya dengan anggukan.
Mata Wulan beredar ke seluruh sudut dapur, beberapa masakan sudah siap di meja makan. Tetapi kali ini porsinya diperbanyak, berarti akan ada tamu Papah datang atau acara penting yang Wulan tidak tau. Wulan ingat, tadi pagi Andhika sempat bilang bahwa Tiana pagi-pagi sekali sudah pergi ke pasar untuk memasak spesial untuk hari ini.
"Mau ada tamu ya, Mah?" Tanya Wulan memastikan.
"Iya," jawab Tiana santai sambil tersenyum manis. Membuat Wulan semakin penasaran siapa tamu keluarganya kali ini?
"Ara di mana?" Tanya Wulan mencari pertanyaan baru.
"Tadi di kamar, coba kamu tengok! Sekalian nanti suruh dia mandi ya, Lan!" Ucap Tiana sembari mengudak sup yang sudah hampir jadi.
Wulan mengangguk, "Wulan ke kamar Ara dulu," Tiana mengangguk.
Kaki Wulan berjalan menuju kamar lantai 2, kamar adiknya memang paling unik dari kamar lainnnya. Lorong menuju kamar tersebut berwarna pink, ditambah gantungan nama 'Aurora' menghiasi pintu kamar tersebut yang menjelaskan betul bahwa, "Ini adalah kamar Aurora."
"Araa?" Panggil Wulan sambil membuka pintu kamar Ara perlahan.
Saat Wulan muncul di ambang pintu, Ara yang sedang bermain dengan Barbie kesukaannya langsung berdiri menghampiri Wulan.
"Ka Ulan, ain itu," ucap Ara sembari menarik tangan Wulan untuk masuk ke kamarnya.
"Ara lagi main apa? Barbie?" Tanya Wulan antusias, Ara mengangguk lalu mereka duduk di atas karpet empuk berwarna maroon yang di kelilingi mainan yang sudah berserakan dimana-mana.
"Ara udah mandi belum? Mandi sama Kakak yuk!" Ajak Wulan sambil memberesi beberapa mainan Ara yang berserakan.
Ara menggeleng.
"Loh? Kok nggak mau? Nanti main lagi kalo udah cantik? Kakak temenin deh?" bujuk Wulan sambil tersenyum. Bibir Ara mengerucut, mukanya seperti sedang berfikir atau malah sedih. Terkadang kita suka bingung dengan ekspresi anak kecil yang tidak bisa di tebak. Yang tertawa bisa jadi sedetik kemudian menangis, atau sebaliknya. Wulan yang tidak banyak waktu bermain dengan Ara karena kesibukannya di kampus pun, harus bisa paham apa mau Ara.