6 Februari

643 14 4
                                    

Pada akhirnya, senja juga akan datang membawa gemerlap keindahan di malam hari.

★★★

Musim semi datang, sorak-sorai seluruh mahasiswa akhir menggetarkan hati wali mereka yang melihat mereka lulus dengan nilai yang susah payah mereka rajut bertahun-tahun lamanya.

Mata Roman kini menatap ke arah seorang gadis yang berdiri agak jauh dari kawasannya. Perlahan tapi pasti, ia mendekatinya, mucul sebuah senyuman bangga dengan mata yang sedikit berkaca. "Selamat ya, Man!" ucapnya sembari menyodorkan bucket bunga spesial untuk Roman.

Roman masih berada di tempatnya, merespon kalimat tadi hanya dengan satu tarikan yang sama di ujung bibirnya. Sedetik kemudian ia berhambur memeluk gadis tersebut dengan seluruh rindunya dan berbagai khawatir yang terbengkalai, kini terbayar sudah penantian Wulandari.

"Selamat tanggal 6, Wulandari," ucap Roman yang masih memeluk tunangannya.

***

Siang sudah berganti malam, kini Wulan sedang bersiap-siap. Seseorang telah menunggunya di bawah. Dress maroon lengkap dengan mantel warna pastel sudah ia kenakan. Make up sederhana serta rambut panjang yang ia biarkan terurai menambah kesempurnaan penampilan Wulan malam ini.

Katanya, Roman akan menraktirnya makan malam,  karena hari ini adalah hari kelulusannya.

Wulan turun dari kamarnya. Roman yang mendengar hentakan kaki Wulan menuruni tangga, kini terfokus pada riasan wajah Wulan yang membuat pandangannya sedikit ragu, apa benar itu Wulan?

Saat sampai di bawah, Roman mendekatinya. "Ini beneran kamu?" tanyanya tak percaya.

"Hah?"

Roman langsung tersadar, "Ah! Maksudku, kamu cantik!" sambil tersenyum lebar. Senyum Wulan ikut mengembang, "Gombal!" jawabnya.

"Sekarang udah bukan waktunya gombal lagi, Lan! Ini udah kewajiban buat aku setiap hari bilang kalo kamu selalu cantik."

Entah seperti apa suasana hati Wulan saat ini, mungkin jika hatinya bisa berteriak dia akan kewalahan untuk mengikuti keinginan hatinya.

Satu kalimat yang sangat manis.

"Yakin?" tanya Wulan memastikan. Roman hanya tersenyum, lalu tangan kirinya meraih tangan kanan Wulan, "Yuk, jalan!"

Tanda babibu, Wulan langsung mengikuti ajakan Roman untuk segera pergi ke sebuah restoran di Amsterdam. Sampai di depan pintu sebuah taxi sudah siap mengantar mereka. Roman membukakan pintu mobil untuk Wulan, lalu Wulan masuk ke dalam taxi.

◈◈◈

Sebuah restoran megah dengan tatanan yang romantis, membuat Wulan kagum. Satu tahun terakhir ia tidak bertemu dengan Roman, ia sudah berubah layaknya sultan. Punya kenalan di mana-mana dan bisa me-booking Restoran Vinkeles yang setaraf bintang lima di Amsterdam.

"Roman?" panggil Wulan sebelum mereka memasuki restoran. "Hmm?" jawabnya singkat sambil tersenyum.

"Serius makan di sini?" tanya Wulan ragu, lagi-lagi Roman hanya tersenyum. "Iya, ayo masuk?"

Rasanya Wulan seperti ada dalam mimpi, sekarang tidak menginginkan ada seorang pun yang membangunkannya dalam mimpi indah ini.

Seorang menyapa Roman saat mereka memasuki lobi restoran, seorang lelaki paruh baya lengkap dengan setelan jas hitam dan sepatu hitam mengkilap, "Welkom, Meneer.. Kan ik u helpen?" (Selamat datang, Tuan.. Ada yang bisa saya bantu?)

WuLandaRiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang