Cerita Roman

813 32 11
                                    

Harusnya part ini aku update waktu tanggal 6, biar pas. Tapi karena udah ada yang pengen lanjut. Dengan senang hati aku kasih kalian chapter panjang ini. Yuhuuu!!! Jangan lupa vote yaa..

~*~

Tidak terasa hangat tanganmu sudah lama kugenggam..
Rindu yang merasuk saat ada jarak, membuat hati kita semakin erat..
Rasa ini bukan hanya sebuah picisan..
Hati ini bukan hanya sebagai pelampiasan..

Waktu bersamamu adalah kado dari Tuhan
Agar aku banyak bersyukur pada sekarang dan masa depan
Karena dirimu akan selalu dalam ingatan..

Bawa aku pulang jika aku tersesat..
Genggam tanganku saat aku rapuh..
Peluk erat tubuhku saat semua terasa sesak..
Dan cintai aku seperti bulan yang tak pernah padam..
Seperti Wulandari yang tak pernah hilang dari bayang Roman..

~*~

Dress putih sepanjang lutut dengan balutan brokat motif bunga membuat Wulan tampak cantik dari hari-hari sebelumnya. Riasan yang natural dan rambut yang dibiarkan terurai ke belakang, membuat lelaki yang saat ini berdiri di ambang pintu kamar Wulan tersenyum bahagia.

Anaknya sudah sebesar dan secantik ini. Andhika sempat teringat pertama kali bertemu dengan almarhumah ibu kandung Wulan, gaun itu persis di design Andhika seperti gaun milik Sang Ibu saat acara lamaran.

Seketika Wulan saat sedang mencatok rambutnya menghadap kaca, bayangan Andhika dapat terlihat di pantulan kaca.

"Papah?"

"Iya, Sayang?" Andhika tersadar dari lamunannya, lalu langkahnya terpanggil untuk mendekati WuLan.

"Anak Papah cantik sekali," puji Andhika menghadap ke cermin melihat Wulan yang juga ikut menatap dirinya di kaca. Lalu ia tersenyum.

"Kemarin WuLan pergi sama Roman ke makam Mamah, WuLan undang Mamah kesini, kira-kira Mamah dateng ngga ya, Pah?" Ucap Wulan mengingat saat kemarin ziarah ke makam Mamahnya.

"Mamah kamu pasti akan bahagia, kalau kamu bahagia, seperti Papa yang saat ini juga merasakan bahagia sekaligus takut kehilangan anak Papah," Andhika mencium pucuk kepala WuLan lalu memeluknya.

"Pah, aku kan baru tunangan? Belum menikah?" Ucap Wulan sambil menahan tangisnya dalam pelukan sang Papah.

"Iyah.. Sekarang, tanggung jawab Papah sudah separuhnya Papah percayakan pada Roman, jangan kecewakan Papah ya?" Ucap Andhika yang berusaha tegar.

"Papah tenang aja.. Biar bagaimanapun Papah tetap lelaki nomor satu buat Wulan," jawab WuLan sambil tersenyum.

~*~

"Assalamualaikum warahmatullahi wabrakatuh."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabrakatuh," jawab para undangan serentak.

"Banyak hari yang berharga sebelum hari ini, banyak pula cerita yang ditakdirkan Tuhan pada kita semua, untuk bahagia dan tertawa disetiap detik bersama orang-orang yang kita cintai.." jeda dua detik, "Saya Roman Arbani, anak rantauan dari Medan yang bercita-cita ingin menjadi sastrawan dan dosen sastra satu saat nanti. Saya tipe anak yang melankolis, suka menulis dan pandai merangkai kata, maka dari itu saya sering disebut sahabat-sahabat saya ROMPIS atau Roman picisan."

"Empat tahun lalu, semester genap kelas 2 SMA, sekolah kami digemparkan dengan gosip seorang siswi baru, Wulandari namanya. Sempat waktu mempertemukan kami meski akhirnya berakhir dengan debat-debat yang kurang jelas. Hingga tanpa disadari, pada tanggal yang sama dengan hari ini, Wulan memenangkan sebuah hadiah kuis satu radio ternama di Ibu kota. Hadiahnya adalah bertemu dengan Gibran, Sang Penyiar radio yang sering memberikan puisi pada akhir episode siarannya. Gibran adalah nama pena saya saat sedang siaran, saat itu WuLan belum menyadari bahwa saya-lah Gibran yang sebenarnya. Tak mau kalah dari saya, wulan pun juga menyamarkan namanya menjadi Wuri. Hingga saya memiliki ide untuk meminjam sebuah jubah dan topeng untuk menutupi diri Roman yang sebenarnya. Kami pun saling bercerita satu sama lain, sebagai Gibran dan Wuri. Namun, apapun yang tertutup pada hari itu akhirnya terbuka dan WuLan marah besar pada saya."

WuLandaRiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang