00; Ostium

8.3K 668 6
                                    

Hujan mulai reda, namun bagaimana dengan perasaan? Apakah perasaan dapat mereda seperti hujan?

Jeongin duduk di antara lima puluh bangku cafe. Matanya terus menoleh ke kanan dan kiri, namun ia tidak menemukan apapun. Tangannya yang saat ini tengah dibalut oleh lengan sweater kepanjangan, membuatnya merasa lebih hangat.

Kling! Jeongin mendengar suara pintu cafe yang terbuka. Seseorang masuk ke dalam cafe dengan kondisi basah. Jeongin tersenyum dan melambaikan tangannya.

"Kak Chan!" Panggil Jeongin. Yang dipanggil masih sibuk membersihkan tetesan air di pakaiannya. Lima menit berlalu, kini Chan sudah berjalan ke bangku Jeongin.

"Maaf aku terlambat. Berapa lama kau menungguku?" Chan tersenyum, memperhatikan raut wajah Jeongin yang terlihat kelelahan.

"Tidak lama, saya baru sampai." Jeongin mengangkat gelas tehnya.

"Tetap saja aku terlambat. Jadi untuk apa kau menemuiku?" Chan mengambil daftar menu yang terletak di atas meja. Tangannya mulai membuka setiap halaman.

"Saya tahu kakak mengenal seseorang. Seseorang yang bahkan tidak dikenal oleh siapapun kecuali kita berdua."

Chan menghentikan tangannya untuk membuka halaman menu. Matanya beralih menatap Jeongin. Tatapan serius dan penasaran.

Tidak mungkin dia yang dimaksud Jeongin. Batin Chan untuk menenangkan diri.

"Siapa yang kau maksud?" Chan berusaha terlihat tenang. Ia menarik napasnya dalam dan melanjutkan membuka halaman menu.

"Saya tahu kakak mengenal Hwang Hyunjin."

Kali ini Chan tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

.
.
.

Dingin adalah satu-satunya yang Hyunjin rasakan sejak enam bulan yang lalu. Tidak ada lagi kehangatan, kenyamanan, bahkan seulas senyuman. Hyunjin merindukan seseorang.

"Apa masih dingin? Ya ampun, bergeraklah agar kau tidak kedinginan!" Hyunjin hanya menatapnya malas. Dia, Kim Seungmin.

"Pergilah, aku hanya ingin menyendiri." Hyunjin merapatkan kemeja yang ia kenakan, kemeja yang selalu ia simpan dan ia rawat---kemeja pemberian Jeongin. Seungmin menatap kesal pada Hyunjin, ia pun memilih pergi dan meninggalkan tempat itu.

"Kalau itu Jeongin, dia pasti akan terus berusaha membuatku tersenyum." Tanpa ia sadari, sebuah senyuman sudah tertarik dari sudut bibirnya.

.
.
.

"Aku tidak marah, aku hanya tidak bisa tersenyum." Ucap Hyunjin ketika Jeongin mulai memasang wajah sedih.

"Kalau begitu kau harus tersenyum. Seseorang kalau senyum, berarti ia bahagia. Atau minimal, senyum itu bisa membuatmu bahagia!" Jeongin menyerahkan segelas jus nangka dari Madam Shinhye yang baru saja mereka beli. Cuaca panas, jadi mereka memutuskan untuk membeli jus.

"Aku tidak haus." Hyunjin menahan tangan Jeongin, membuatnya jauh dari jus nangka buatan Madam Shinhye.

"Kenapa kau selalu menolak pemberianku?" Dengan inisiatif, Jeongin meminum jus nangka itu sendiri.

"Karena aku membencimu."

.
.
.

"Seseorang tolong aku! Aku ketakutan... hiks, hiks." Jeongin memeluk tubuhnya sendiri.

Sejak satu jam yang lalu, ia tersadar bahwa ia bangun di antara pepohonan. Ditambah lagi ia berada di tempat itu pada waktu malam.

Lolongan-lolongan hewan malam membuat Jeongin ketakutan. Dimana dia sekarang?

Srek! Srek! Semak-semak bergerak, angin berhembus dengan kencang. Jeongin mulai menangis. Jeongin mendengar derap langkah kaki, namun ia khawatir jika yang datang bukan manusia melainkan hewan buas.

Gggrrrraaaaahhh!!!!!!

Suara teriakan hewan buas semakin terdengar mendekat. Jeongin semakin khawatir. Apa ini adalah akhir kehidupannya?

Jantung Jeongin berdebar semakin cepat. Napasnya menderu. Tepat sebelum Jeongin kehilangan kesadarannya karena rasa takut, ia melihat seorang laki-laki yang justru berjalan lambat ke arahnya. Tatapan mata mereka bertemu, namun laki-laki itu justru pingsan setelahnya.

.
.
.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


© nceeniev's

Lupi Frigus; HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang