25; Frustario

1.3K 243 13
                                    

Empat bulan.

Jeongin menghela napas panjang. Matanya melirik pemandangan di luar jendela. Mempertontonkan jalan raya yang tak lagi mengiringi sunyi. Kendaraan berlalu–lalang, membawa kesibukan sang penumpang ke tujuannya masing–masing.

Beberapa orang berompi dengan lencana bertulis 'kepolisian', masuk ke dalam ruang hangat berukuran 5 x 5 m²— ruangan tempat Jeongin berada saat ini.

Salah seorang polisi— melihat dari name tag yang ia kenakan, bernama Kim Woojin— menghampiri Jeongin sambil tersenyum lembut. Jeongin tersenyum kecil sebagai balasan.

"Bagaimana kondisimu?" Woojin duduk pada bangku di hadapan Jeongin. Sebuah meja besar menjadi pembatas di antara mereka.

Mungkin terasa menegangkan, tapi percayalah, suasananya lebih santai dari itu. Jauh lebih santai jika dibandingkan empat bulan silam, tepat dirinya ditemukan. Secara keseluruhan, ditemukan bukanlah kata yang tepat karena Jeongin yang menghampiri mereka. Pulang dengan sendirinya atas bantuan para serigala hutan yang ternyata berada tepat dua puluh kilometer dari rumahnya.

"Baik," jawab Jeongin sekadarnya. "Kau tidak bosan mengunjungi kami? Apa rekanmu tidak lelah? Mungkin mereka juga memiliki urusan sendiri, siapa yang tahu," ujar Jeongin sembari menyesap wine di tangannya.

Satu dampak buruk datang menyerang bocah manis bermarga Yang itu. Jeongin, entah bagaimana, mulai berubah menjadi seorang alkoholik.

Mengenaskan. Pagi hari, ketika matahari menyambut kehampaan oleh penantian sepanjang malam, Jeongin akan langsung beranjak menuju dapur. Mencari sebotol anggur untuk diminum. Meredakan stress, mungkin itu yang akan Jeongin katakan jika seseorang bertanya.

Jeongin ada dalam keadaan dimana akalnya penat oleh hal–hal yang telah ia tinggalkan. Jauh sekali. Membuat Jeongin tersenyum meremehkan setiap kali teringat akan jajaran kastil megah, serta senyum yang dikerahkan sang serigala berbibir kelewat tebal. Senyum untuk mendelegasikan kekalahan mentalnya kali ini.

Tidak ada jalan untuk kembali ke Amissa.

Satu hari setelah kepulangannya, Jeongin tidak menyerah untuk mencari tahu. Mengobrak–abrik laman pencarian di internet setiap hari. Berjalan gontai menuju perpustakaan demi mencari sedikit saja petunjuk tentang Amissa. Ini gila. Jeongin benar–benar terobsesi seperti orang gila.

Layaknya sosok seorang ibu pada umumnya, ibu Jeongin adalah seseorang yang paling shock atas perubahan sikap Jeongin. Setiap hari tertunduk, menangis tanpa suara sambil memprotes pada Tuhan. Baginya, kondisi Jeongin disebabkan oleh trauma. Entah apa yang terjadi pada Jeongin ketika anak itu menghilang. Tapi bagi seorang ibu, kondisi sang anak adalah kondisinya.

Melihat Jeongin yang mulai menjadi pecandu minuman keras, jelas semakin mengiris hatinya. Sebenarnya, apa yang terjadi pada sang buah hati?

"Apa seseorang menculikmu dan Han Jisung?" Woojin masih tersenyum takzim, menginvestigasi Jeongin dengan suasana yang nyaman— permintaan khusus dari sang Ibu, takut sekali memperkeruh kesehatan mental Jeongin.

Jeongin memutar bola matanya. Pertanyaan yang satu ini tidak pernah berhenti dilontarkan. Membuatnya kesal karena bagaimana pun, Jeongin tidak akan pernah bisa menceritakan kejadian yang sebenarnya. Tidak mungkin ia bercerita bahwa dirinya masuk ke dalam dunia dimana serigala jadi-jadian mampu hidup beriringan dengan penyihir dan mahkluk mitos lain.

Jeongin tahu betul, orang–orang akan menganggapnya gila— yeah, walau pun ia sudah dicap sebagai orang gila sekarang.

"Aku sudah bilang, bukan? Aku tidak diculik. Itu murni kesalahanku karena masuk ke dalam hutan sendirian. Dan Jisung? Astaga! Berapa lama aku menghilang? Satu semester. Benar, tidak? Lihatlah Jisung, dia menghilang hanya dua hari." Jeongin meletakkan gelas wine di atas meja, sedikit membantingnya. Sedikit.

Lupi Frigus; HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang