32; Inveniet

1.2K 249 40
                                    

"HWANG HYUNJIN!?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"HWANG HYUNJIN!?"

Detik berikutnya, Jeongin langsung berlari menuju area luar cafe. Meninggalkan tumpukan truffle dan juga dessert yang ia beli beberapa ribu won. Kemudian— bertepatan dengan bel yang berdenting keluar, serta tatapan tak suka dari orang–orang yang merasa terganggu dengan teriakan Jeongin— pemuda itu langsung menghambur pada dekap hangat milik pemuda Hwang.

Ah, benar. Pria dalam dekapannya ini tidak pelak satu kuku pun berbeda dengan Hyunjin.

Pria ini memang Hyunjin-nya.

Dengar, seburuk apa pun frustasi yang menyerangnya, Jeongin yakin dia tidak terkena gejala dimensia.

"Bagaimana kau bisa ada di sini?" Jeongin melepas pelukannya, namun tidak melepas tautan tubuhnya dengan Hyunjin. Hanya memundurkan kepalanya saja, kemudian menyipitkan matanya yang tampak bagai seekor rubah.

Hyunjin terdiam cukup lama. Daripada membalas, hormon estrogen di otaknya justru berkata mutlak bahwa ia akan menamatkan wajah Jeongin. Semacam menonton pertunjukan boneka di Amissa yang serinya bersambung. Jeongin seperti sebuah serial favorit yang tidak dilanjutkan, namun tiba–tiba saja mengeluarkan episode baru. Menyenangkan, dan membuat jantungmu berdebar lebih cepat.

"Hyunjin?" Jeongin memanggil. Mengerutkan kening karena pertanyaannya tak dibalas. Kenapa laki–laki ini terdiam? Membuat pikiran Jeongin melalang buana tanpa diperintah, menuju sebuah konotasi yang disebut negative thinking. Ia menggigit bibir bawahnya, mendadak merasa cemas. "Jangan bilang kau menemuiku untuk berpamitan—" Rahangnya mengeras, diikuti dengan kepalanya yang tiba-tiba saja merasa pening. Bulir bening masih ditahan mati-matian, membuat matanya nampak bagai serpihan kaca diterpa oleh cahaya dari gedung pencakar langit.

"Apa? Tidak! Jangan seperti itu, aku tidak akan pergi." Hyunjin buru–buru menepuk bahu Jeongin, menyalurkan ketenangan agar pemuda imut di depannya merasa lega. Dan benar saja, tepat ketika lima tepuk—dengan tempo teratur— mendarat, Jeongin mulai menghela napasnya ringan.

"Maaf," ucap Jeongin seraya menegakkan badannya, mengurai dari peluk hangat sang serigala. "Aku hanya... Sedikit ketakutan." Tangannya terangkat, menorehkan jemari pada kemeja merah yang dikenakan oleh Hyunjin. Tersenyum simpul, "kau belum pernah menggunakan ini saat bersamaku. Tidak suka, ya?" tanyanya menyelidik sembari memaku netra pada sorot tajam Hyunjin.

Hyunjin tertawa— pada dasarnya lebih seperti tawa berirama mengejek, "Madam Shinhye baru memberikannya kemarin. Katanya, dia lupa."

Sekelumit kalimat itu disambut tawa oleh keduanya. Jeongin tak terlalu mengerti tentang makna komedi dari perkataan Hyunjin barusan. Ia hanya ingin tertawa, meluapkan rasa bahagia yang dibendung oleh penantian tak berujung.

Lupi Frigus; HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang