29; Amica

1.2K 245 15
                                    

Cinta.

Kasih sayang.


Setumpuk perhatian yang selalu menunggumu.

Sesuatu yang jarang Hyunjin dapatkan. Tidak ada yang benar-benar memperhatikannya. Bahkan ketika ia menjadi serigala abnormal sekali pun, semua orang seolah acuh. Menganggap perilakunya sebagai sebuah gangguan. Daripada mencoba untuk menyelesaikannya, lebih baik membiarkannya.

Karena Hyunjin bukan aset yang berharga.

Dalam hierarki kerajaan, tata susun pemerintahan Amissa, anak laki-laki pertama yang lazimnya akan mendapatkan segudang cinta. Sialnya, Hyunjin bukan anak laki-laki pertama yang dilahirkan.

Bukan masalah besar baginya. Tahta atau semacamnya hanya sesuatu yang busuk. Tidak nyata, remang-remang, dan cenderung gulita.

Hanya saja, Hyunjin tetap seorang putra. Seorang anak yang ingin dikasihi kedua orang tuanya, masyarakat di sekitarnya. Lalu apa yang terjadi? Hanya segelintir orang yang bersedia merangkulnya. Bahkan, Minhyun menjadi satu-satunya anggota kerajaan yang melihatnya sebagai keluarga.

Lalu, cinta. Perasaan menggelitik yang didambakan setiap insan.

Yang Jeongin adalah pembawa perasaan itu. Membuatnya dengan sangat malu, bersimpuh lemas pada apa yang mereka katakan sebagai cinta. Membuat seseorang dengan hati yang dibentuk untuk mati, menjadi hati yang hidup. Yang dipenuhi pengharapan baru setiap harinya.

Hyunjin mengusap wajahnya kasar. Menatap pepohonan yang menjulang tinggi, di bawah redupnya sinar rembulan. Tebing yang ia duduki seolah mengekspresikan suasana hatinya. Bebatuan di tempat itu menyambut bokong Hyunjin dengan beku. Menyengat. Hyunjin tak terlalu menggubris rasanya. Tetap asyik menatap pepohonan, sembari kedua tangannya merapatkan kemeja.

Jemarinya bermain, saling mengait, kemudian ia lepaskan perlahan. Bibirnya menarik sebuah seringai miring, menatap nanar jemari yang sayangnya tak lagi digenggam oleh Jeongin.

Ia menghela napas panjang, beralih menatap hamparan pantai di bagian barat. Mengernyit. Melihat dua orang tengah berbincang di bibir dermaga. Hyunjin menajamkan matanya. Menggunakan seluruh fokus yang ia miliki demi melihat sosok yang nampaknya tidak asing.

"Kim Seungmin," desisnya. Pandangannya beralih, memperhatikan seseorang di hadapan Seungmin. Seorang pria jangkung dengan rambut bergelombang. Entah bagaimana, ia merasa pernah melihat sosok itu di suatu tempat. Hyunjin membenak, mengingat kembali.

Ah, nampaknya ia harus menyesali kebodohan otaknya. Membuatnya seratus persen tak memiliki ide tentang siapa orang yang tengah berbincang dengan Seungmin. Sesuatu yang cukup ganjil— tidak, sebenarnya ini murni karena kasus bodoh sejak belia— karena ia tidak mengingat orang itu.

Hyunjin segera berdiri dari tempatnya, bergegas merubah wujud menjadi serigala.

Ada sesuatu yang aneh dari orang itu. Firasatnya berkata demikian, meski sejujurnya ia sendiri tak terlalu yakin akan kemungkinan–kemungkinan yang bergejolak liar di kepalanya.

.
.
.


"Jadi— tunggu. Kau bilang aku melewatkan satu semester penuh? Aku tertinggal satu semester darimu!?" Jeongin mendelik galak, tidak terima pada kenyataan bahwa Jisung— secara harfiah— sudah menjadi kakak tingkatnya.

Jisung menyeringai lebar, kemudian kembali menyesap satu cup latte hangat di dalam genggaman. Cuaca berubah menjadi dingin akhir–akhir ini. Bagi Jisung, cuaca ini hanya sekadar musim hujan biasa, dengan curah yang luar biasa tinggi.

Tapi, dalam pikiran Jeongin yang entah bagaimana terlalu diperumit, ini masalah tidak stabilnya cuaca. Ekstrem sekali perubahannya. Terkadang dingin, kemudian panas. Orang–orang, maksudnya suhu tubuh mereka— dalam spekulasi singkatnya— pasti kesulitan beradaptasi. Bisa jadi demikian.

"Minho bilang kau bisa melakukan ujian. Tapi dengan kondisimu saat ini, aku 100% tidak menyarankan ujian percepatan sejenis itu," ucap Jisung seraya menarik tangannya ke atas selepas meletakkan cup di sebelahnya.

Pegal sekali. Berjalan–jalan di kawasan Sungai Han ternyata cukup melelahkan. Tapi, terlepas dari betapa lelahnya dia, dan betapa dia ingin sekali masuk dalam selimut hangat bersama dekapan Minho, Jeongin tetap temannya. Kabar buruknya adalah, temannya sedang tidak baik-baik saja dan dia harus membantunya untuk melepas penat.

"Apa, ya? Kalau boleh dikata, kita seperti dua orang yang mengalami skizofrenia. Segala sesuatu tentang Amissa, para penyihir, bahkan... uhm, Hwang Hyunjin, sedikit fiksi. Hanya bisa dibuat–buat oleh imajinasi." Jisung menambahkan.

"Kau sendiri melihatnya, semua itu bukan fiksi!" Jeongin meninggikan suara. Dunianya disebut dengan fiksi jelas membuat hati sedikit kesal. Beberapa detik kemudian, ia mendesah panjang. Melemaskan tubuhnya pada sandaran kursi yang disediakan oleh pemerintah setempat. Menolehkan kepala pada Jisung, seraya bibirnya mengerucut sebal. "Rasanya seperti aku sudah putus dengan Hyunjin."

"Aku tahu rasanya," ucap Jisung. Mengambil kembali latte dan menyesapnya lagi. "Aku pernah putus dengan Minho."

Yeah, hubungan yang berjalan sejak lama tidak selalu berjalan baik, bukan?

Jeongin mengangguk. Dia tahu cerita itu. Bagaimana dulu Jisung menangis semalam penuh, menginap di rumahnya sambil terus–terusan menghabiskan persediaan tissue. Dia juga ingat, bagaimana Jisung memaki Minho karena pria itu ketahuan berselingkuh. Hanya saja, sebagaimana banyaknya hubungan yang telah berjalan di dunia, hubungan mereka pun membaik.

"Aku tidak dicampakkan. Aku rasa, justru aku yang mencampakkannya. Menjadi granat mengerikan karena meninggalkannya padahal sedang berkencan." Jeongin mengerjap perlahan, menatap lurus pada tenangnya aliran Sungai Han di depannya. "Aku ingin minum soju," racaunya.

Jisung terkekeh pelan, "kurangi kadar alkoholmu." Sejenak, ia nampak berpikir. Meletakkan ibu jari dan jari telunjuk di dagu, kemudian memijatnya pelan. Ah! Sepertinya dia punya ide yang lebih bagus. "Ada cafe baru di daerah kampus. Mungkin terdengar biasa, tapi mereka mengandalkan truffle sebagai menu utama."

Jeongin memutar bola mata. "Soju lebih baik— "

"Dengar, cafe ini sejenis 'all you can eat' tapi versi dessert."

Baiklah, Jeongin mengalah untuk kali ini. Tidak. Sebenarnya untuk dessert–dessert menjanjikan itu.

.
.
.





ask; aku pengen bikin ff hyunjin, tapi b×g (oc)

direstui, tidak?

Lupi Frigus; HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang