07; Reditus

2.3K 441 63
                                    

Di luar, hujan deras tengah mengguyur Amissa. Dingin sekali. Ditambah dengan fakta bahwa Jeongin tidak bisa tidur semalaman karena Hwang Hyunjin dan----

Memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa pulang. Ia memikirkan Jisung, kuliahnya, serta keluarganya. Bagaimana dengan mereka? Terlepas dari keyakinan Minhyun bahwa dirinya akan baik-baik saja, tapi bagaimana dengan mereka yang ia tinggalkan?

Bagaimana jika Jisung membutuhkan bantuannya? Jeongin menghela napas. Sahabatnya yang satu itu... Ah, dunia terasa kurang lengkap tanpa tingkah bodohnya. Belum lagi dengan Ibu. Berapa kali ia akan menelepon polisi?

Jeongin memerhatikan jendela, memandang langit mendung yang telah menumpahkan hujan. Orang-orang berlalu lalang, membawa tumpukan rumput untuk sarapan ternak mereka. Jeongin tersenyum. Di Seoul tidak ada yang seperti ini, bukan? Pandangan Jeongin menangkap sesuatu. Seorang gadis kecil tengah berlarian mengikuti ibunya. Tangan kecilnya sibuk menutupi kepala, berlindung dari hujan. Gaun merah mudanya terlihat basah. Sebenarnya bukan hanya gaun gadis itu yang basah, gaun wanita lain juga sama.

Pandangan mata Jeongin beralih. Kini menatap seseorang yang tengah tertidur pulas sejak tadi malam. Ia mengamati wajah itu dengan teliti, tenggelam di dalamnya.

Tampan. Jeongin melotot, menepuk kepalanya sendiri karena berpikir yang tidak-tidak. Tapi memang tampan. Jeongin menghela napas pasrah. Fakta yang satu ini tidak akan pernah bisa ia tipu. Hyunjin sangat tampan.

"Ugh..."

Jeongin terkesiap. Laki-laki di hadapannya tengah menggeliat pelan. Jeongin mendekati ranjang, mengendap pelan karena tidak ingin menganggu. Tangannya ia arahkan ke kepala Hyunjin, memeriksa suhu tubuhnya. Sudah lebih baik. Jeongin tersenyum puas. Suhu tubuhnya tidak terlalu panas seperti kemarin.

Mata Hyunjin mengerjap pelan, membuat Jeongin terkejut dalam hitungan detik. Sekarang mata itu telah terbuka. Tidak lebar, atau pun melotot, tapi cukup jelas untuk melihat apa yang dilakukan oleh Jeongin.

Jeongin berencana untuk memindahkan tangannya, namun buru-buru dicegah oleh Hyunjin. Laki-laki itu menahan tangan Jeongin di kepalanya, menatapnya sendu bagai rembulan redup.

"Kau butuh sesuatu?" Jeongin bertanya dengan hati-hati. Hyunjin tetap menatapnya dengan intens, dan itu membuatnya terganggu.

"Duduk," ucap Hyunjin dengan serak. Jeongin cukup paham maksud dari kata itu, maka ia menyentuh tangan Hyunjin, membantunya untuk duduk. Ringan. Hyunjin begitu ringan, seperti kapas.

Aku rasa aku mendapatkan kekuatan Captain America. Jeongin tertawa dalam hati. Mengolok selera humornya sendiri.

"Kau... Jeongin?" Hyunjin mengerjap perlahan, tetap menatap Jeongin. Yang ditanya mengangguk sebagai jawaban, tersenyum simpul. "Harum."

"A-apa?"

"Aku bilang kau harum," ucap Hyunjin dengan penegasan. Jeongin mengangguk, mengerti. Minhyun sudah memberi penjelasan tentang harum, bukan? "Ini membuatku mabuk."

"Aku tidak mandi satu hari," ucap Jeongin polos. Jeongin mengutarakan kebenaran. Seluruh kejadian ini terjadi begitu cepat. Hanya satu hari, dan itu membuatnya tidak sempat mandi. Hyunjin mendengus.

Aku lapar. Hyunjin mendesah resah. Perutnya berbunyi, tapi tidak cukup keras hingga Jeongin bisa mendengarnya.

Jika kau bisa memakannya, maka aku akan memberikan kudapan gratis untukmu setiap hari.

Hyunjin tersentak oleh pikirannya. Kalimat yang diucapkan Minhyun kembali terdengar. Mengaum keras, masuk ke dalam gendang telinganya. Pelan-pelan ia melirik ke arah Jeongin, memperhatikan wajahnya. Hyunjin menyisir rambutnya dengan jari, mulai berpikir.

Lupi Frigus; HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang