38; Ares

994 168 39
                                    

kalo komennya sepi kalian jajanin aku album in life yang event 1:1–nya shopee ya. barangkali ga pernah vidcall ma cowok tapi sekalinya vidcall sama felix, ye gaak?

eniweiss, enjoy!

——|♪|————

"Kapan kau bertemu dengannya?" tanya Minho dalam perjalanan mereka menuju ruangan di gedung bagian selatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kapan kau bertemu dengannya?" tanya Minho dalam perjalanan mereka menuju ruangan di gedung bagian selatan. Pandangannya terhujam pada jalanan, sedang pertanyaan yang ia lontarkan sedikit banyak menghujam batin Hyunjin.

Apa urusannya denganmu? pikir Hyunjin seraya melontarkan lirikan tajam yang tentunya tak digubris oleh Pemuda Lee. Langkah kaki mereka mencapai sebuah auditorium yang dipenuhi kaca, membiaskan cahaya sang baskara pada wajah–wajah serta kilatan mata keduanya. "Sudah lama sekali," jawab Hyunjin seadanya.

Yang lebih tua mengangguk takzim. Berbelok menuju sebuah lorong yang dipenuhi oleh dedaunan menjalar. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, berjalan bak seorang model. Hyunjin——yang secara nyata merupakan seorang pangeran——ikut berjalan dengan dadanya yang terbusung dengan dagu yang terangkat. Hebat, sekarang mereka menjadi perhatian publik karena adabnya masing–masing.

"Kau tahu Jeongin menghilang selama beberapa bulan, bukan?"

Hyunjin mengangguk. Dia lebih tahu daripada siapa pun.

"Dan kau juga tahu kalau dia berubah menjadi alkoholik sinting, bukan? Menjadi seseorang yang terobsesi pada segala sesuatu yang tidak bisa ia raih. Dia terus meracau atas keberadaan sebuah tempat. Dia... Gila."

Bruk!

Tubuh Minho didorong hingga merapat pada tembok oleh oknum yang ia ajak bicara. Lengan kanan Hyunjin digunakan untuk menahan leher Minho, sehingga ia dapat meyakinkan diri kalau pria itu tidak dapat berkutik. Tangan kirinya terulur, menuding wajah Minho. "Jaga ucapanmu," ujarnya dengan intonasi sedingin malam di tengah lautan.

Bukannya gemetar, Minho justru menarik ujung bibirnya. Mendorong tubuh Hyunjin bak kayu reyot yang tak lagi bertenaga. Terperangah, Hyunjin bertanya-tanya tentang bagaimana Minho bisa memundurkan tubuhnya dengan semudah itu. "Kau marah karena bocah itu ku hina?" tanyanya sarkastik. Maju selangkah demi selangkah mendekati Hyunjin tanpa rasa takut.

Mendesis marah, Hyunjin mulai memantapkan kuda–kudanya. "Siapa kau!?" tanyanya penuh penekanan. Jelas sekali kalau pria di hadapannya ini bukan manusia biasa.

Atau mungkin dia seorang manusia biasa dengan anugerah tertentu? Entahlah, Hyunjin tak memiliki ide untuk menjabarkan identitasnya.

Di depan sana, Minho tetap berdiri dengan tenang. Memantapkan kakinya yang begitu kokoh pada hamparan tanah. Lalu, ketika Minho membalikkan badannya, Hyunjin mulai terperangah dengan segala sesuatu yang terlintas di hadapan netranya.

Lihatlah, bangunan-bangunan tua ini berubah. Pondasi kokohnya luruh dan melebur pada hamparan tanah. Membuat area auditorium yang sarat akan makna menjadi tempat pertandingan gladiator yang mematikan, dengan tembok yang menjulang tinggi, serta tribun-tribun yang tak berisi. Cahaya hijau berpendar di sekitar tubuh Lee Minho, membungkusnya selama beberapa saat sebelum akhirnya merubah kemeja putih lusuh khas mahasiswa bidikmisi, menjadi sebuah pakaian zirah berbahan dasar baja.

Lupi Frigus; HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang