18; Amissa Pulchritudinem

1.6K 272 13
                                    

vote dan comment-nya benar-benar ditunggu <3

.
.
.

Pagi hari. Ketika matahari masih bersembunyi dan berlagak malu-malu, begitu pun kawanan burung yang bernyanyi demi meningkatkan kepercayaan diri sang surya. Jika boleh ditebak, mungkin sekarang jarum jam tengah menunjukkan pukul 05.45 pagi.

Empat orang berdiri di depan gerbang kerajaan dengan pakaian rapi----baru dikeluarkan dari almari pagi ini. Dua di antara mereka sibuk membenarkan cara berpakaian satu sama lain. Sedang dua lainnya hanya mampu melirik dengan pandangan yang sulit diartikan.

Seekor burung terbang melandai, kemudian mendarat pada salah satu dari mereka. Burung merpati dengan dua sisi sayap yang berbeda. Sayap kirinya berwarna putih keemasan, sedang yang kanan berwarna putih bersih. Tanpa noda atau corak sedikit pun.

"Astaga! Minhyun, kau harus melihat ini. Burung cantik ini hinggap padaku. Astaga, astaga. Ini pertanda, dia tahu siapa yang paling memancarkan energi positif di antara kita semua!" Suara beratnya terasa ringan. Felix menyeringai lebar, memamerkan burung merpati yang tengah bertengger di tangan kanannya.

"Kau salah paham. Sepertinya dia mengerti siapa yang memiliki energi paling buruk. Dan. Tentu saja. Itu. Kau." Minhyun memutar bola matanya. Tak lagi memahami isi kepala Felix yang kekanak-kanakan.

Jeongin mendekat ke arah Felix, kemudian mengernyitkan dahinya heran. "Eh? Bukankah ini surat?"

Tak butuh waktu lama bagi Felix untuk menyadari hal itu. Dengan cepat ia mengambil surat tersebut dengan hati-hati. Minhyun dan Jeongin semakin mendekat, ikut-ikutan ingin membaca surat. Begitu kertas berwarna kuning keemasan itu dibuka, mata mereka kompak terbuka lebar.

Selamat pagi teruntuk manusia paling indah di muka bumi.

Aku harap harimu menyenangkan, serta sakit kepalamu tak lagi menganggu.

Salam dariku, Pemilik Topeng Singa.

Felix mengerjap. Sial. Bagaimana pun, ia tahu betul siapa yang akan mengirimkan surat seperti ini untuknya. Tambahkan dengan inisial yang ditulis terlalu terang-terangan. Jelas sekali ini Changbin.


Cepat-cepat Felix menutup kertas itu. Sejurus kemudian ia meremasnya dengan penuh kekuatan, lalu memasukkan surat itu ke dalam kantong. Jeongin dan Minhyun saling lirik, mulai tersenyum jahil. Senyum jahil yang bila disetarakan, bisa menyerupai senyuman iblis---- setidaknya, itu yang terpintar di pikiran Felix.

"Jadi, secret admirer, huh?" Minhyun menyenggol bahu Felix, membuatnya oleng dan nyaris terjatuh untuk beberapa saat.

"Itu romantis, Felix. Kalau kau menilik setiap katanya, mereka ditulis berdasarkan pada ketulusan. Beruntung sekali, bukan? Memiliki seseorang yang romantis seperti itu," ujar Jeongin yang membuat Felix mengeluh tertahan.

Satu orang lagi, yang sedari tak disebut namanya, mulai merasa jengah. Tambahkan dengan ucapan Jeongin. Jelas sekali Jeongin tengah menyindirnya. Atau mungkin ini hanya pikirannya saja? Dengan perasaan buruk, ia langsung menarik Jeongin agar mendekatinya. Yang ditarik kini menatap bingung.

"Ada apa?" Jeongin bertanya.

Dengan nada datar, Hyunjin berkata. "Berhenti memikirkan acara surat-suratan Felix. Cepat pergi sebelum festival itu tutup. Lagipula, kau tak ingin Madam Shinhye menunggu lebih lama, bukan?"

Lupi Frigus; HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang