35; Decem Annis

1.1K 196 22
                                    

Gemercik bara api, terdengar dari berbagai sisi. Napas–napas tersengal, serta wajah–wajah pias terlihat. Apa yang ada di pandangan Seungmin hanyalah orang-orang yang berlari. Mereka semua berteriak. Kalang–kabut mencari perlindungan untuk dirinya sendiri. Tak jarang kedua netra miliknya menemukan orang–orang yang berguling dengan penuh luka.


Sedangkan Seungmin? Bocah itu hanya berdiri diam, dengan ingus yang mengalir dari hidungnya. Ia memeluk sebuah boneka, berupaya mendapatkan ketenangan batin dengan mendekap boneka itu erat.

Umurnya masih sepuluh tahun. Terlalu belia untuk terjebak di dalam medan peperangan. Namun, seolah diberi kekuatan tersendiri, Seungmin berhasil mempertahankan hidupnya hingga sejauh ini.

Di sisi barat daya, pertahanan udara Amissa telah mereka bobol. Letusan–letusan mantra yang terlihat bak kembang api indah itu justru menghancurkan pemukiman mereka. Sebuah ledakan meluncur dari atas kepala. Seperti komet kebiruan yang memiliki ekor berkilauan. Kemudian, komet indah itu jatuh berdebam di sebuah lahan. Berubah menjadi sebuah ledakan yang sukses mencabut nyawa ratusan orang.

Kim Seungmin tetap diam. Duduk termangu di bawah sebuah puing yang nampaknya akan hancur oleh mantra–mantra para penyihir. Netra sekelam onyx itu menatap hamparan tanah.

Dimana kedua orang tuanya?

Untuk beberapa saat, ia melihat jasad tetangganya yang tergeletak tanpa nyawa. Darah mengalir deras dari kepalanya yang terbuka. Serat–serat otaknya mencuat dari dalam tempurung.

Barulah ia menyadari; ah— ia tak lagi memiliki orang tua.

Brakk!

Seseorang menendang dinding–dinding kokoh yang melindungi sang bocah bersurai hazel. Merobohkan perlindungan terkahir yang dimiliki oleh si bocah. Seungmin berjengit ketakutan, memeluk bonekanya semakin rapat. Bibirnya bergetar hebat, seraya kakinya yang tak mampu lagi menopang tubuh ringkihnya. Ambruk di atas tanah.

Apa ini saatnya aku menyusul papa dan mama?

Hm, surga itu— bagaimana indahnya? Secantik apa tempatnya? Apakah luas?

Apa di sana, ia akan menemukan kebahagiannya?

Tapi, meski berusaha membayangkan keindahan nirwana seperti itu pun, Seungmin tetap gentar jika dihadapkan dengan kematian.

Pemuda di depannya berdiri dengan pongah. Tangannya terlipat di depan dada. Seungmin tak dapat melihat bagaimana rupanya, wajah orang ini dibalut dengan sebuah topeng.

Sebuah topeng singa yang terlihat nyalang.

Dalam usahanya yang sia–sia, Seungmin terus memundurkan langkah. Hendak menjauhkan diri. Pemuda dengan helai rambut gulita bagai semesta itu tetap diam, tidak melakukan apa pun. Hingga pria itu mulai memain–mainkan jemarinya, sontak membuat tubuh Seungmin terseret mendekat ke arahnya.

Tepat ketika tubuh mungil itu berada di hadapannya, tangan si pria terlihat mencengkram wajah Seungmin. Perih, hanya itu yang bisa Seungmin rasakan. Tidak ada kuku yang menancap di pipinya, tapi Seungmin jelas bisa merasakan ada suatu kekuatan yang menghajar pipi gembilnya.

Seolah terdapat ratusan jarum yang keluar dari sela jemari si penyihir. Jadi, Seungmin mulai berpikir kalau pipinya akan mengeluarkan darah.

"Kim Seungmin." Pria itu mendesis, lalu melepaskan cengkeramannya pada pipi Seungmin dengan cepat. Kepala mungil Seungmin terantuk. Bocah itu limbung, jatuh pada permukaan tanah yang kasar. "Kalau ada orang yang bisa menghancurkan Amissa, maka aku yakin kau lah orangnya."


Lupi Frigus; HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang