19; Fraus

1.4K 262 40
                                    

Ada beberapa kacamata yang dapat digunakan untuk memandang dunia. Tidak. Bukan beberapa. Sebenarnya sangat banyak, setiap orang memiliki kacamatanya tersendiri. Dan jika kalian ingin, kalian akan melihat kacamata Seungmin.

Rasa sakit yang tiba-tiba menghantam telak di dadanya. Sakit sekali mengetahui seseorang yang selama ini berkata bahwa kau adalah satu-satunya orang yang ia cintai, kini menggenggam tangan orang lain. Tambahkan lagi dengan fakta bahwa orang itu memang jodohnya. Tepat segaris sesuai dengan apa yang ditakdirkan.

Namun, bagaimana dengan Seungmin? Lama sekali ia menyimpan perasaan ini. Menyimpan kebahagiaan yang ia bagi bersama dengan Hyunjin, menempatkannya pada titik paling istimewa dalam hatinya. Dan, apa yang terjadi? Ya. Setidaknya yang harus ia sadari adalah----

Semua ini memang kesalahannya.

Siapa yang memintanya untuk menyimpan perasaan-perasaan itu seperti orang bodoh? Tidak ada. Hanya ia, dan jiwa lemahnya yang dapat dibilang idiot. Sejak dahulu----sejak ia pertama kali bertemu dengan Hyunjin----ia jelas mengetahui bahwa serigala itu bukan miliknya. Sayangnya, semakin lama dibiarkan, ia justru mempersilakan dirinya sendiri untuk menaruh rasa pada Hwang Hyunjin.

Seungmin berlari. Tak terlalu cepat karena ia memang tidak bisa. Kedua kaki itu membawanya ke tepi pantai dengan batu karang gagah di sisi kanan-kirinya. Indah sekali. Hanya saja, keindahan itu terasa kontras dengan perasaan Seungmin saat ini.

"Kim Seungmin!"

Teriakan yang biasanya akan selalu dirindukan, kini terdengar menakutkan. Seungmin terengah, dampak dari larinya barusan. Kepalanya tak berani menoleh. Entah itu perasaan kesal, marah, kecewa, atau bahkan menyesal, bercampur menjadi satu. Seungmin menunduk, tak tahu perasaan mana yang akan ia tunjukkan. Semuanya teraduk dalam satu wadah. Benar-benar buruk.

"Seungmin!" Hyunjin mengulangi panggilannya. "Dengar, semua ini tidak seperti----maksudku, iya, memang seperti yang kau lihat. Tapi... Astaga. Kau harus mendengar penjelasanku."

"Brengsek! Menurutmu apa yang kau lakukan?" Seungmin memaki, beriringan dengan air mata yang kembali menggenang di pelupuk matanya. Suaranya bergetar, nyaris tersendat. "Hah, katakan. Apa yang sepertinya perlu untuk kudengar itu?"

"Aku... Kau tahu, permintaan maaf sepertinya tak akan pernah cukup. Aku benar-benar meminta maaf. Ingat bukan? Kita dipertemukan, namun tak ditakdirkan." Hyunjin mulai merangkai kata-kata. Otaknya terasa kosong. Jelas sekali ia bersalah dalam hal ini. Kata sebanyak apa pun, jelas tak akan membawanya pada sebuah penjelasan berarti bagi Seungmin---- seseorang yang telah ia sakiti.

"Tukang selingkuh."

Mata tajam yang biasa digunakan untuk berburu, kini terbulat dengan sempurna. Ia menelan ludah. Perkataan itu diucapkan dengan tegas, begitu juga penekanan pada kata terakhirnya. Hyunjin menghela napasnya berat.

"Bukankah jika aku tetap bersamamu, justru aku yang menyelingkuhi Jeongin? Dia yang ditetapkan untukku," cicitnya sekali lagi.

"Tukang selingkuh," ulang Seungmin seraya menundukkan kepalanya. Kini air matanya telak jatuh dan membasahi wajah. Isak demi isak terdengar.

Terasa menyedihkan untuk didengar. Anehnya, Hyunjin tak lagi merasakan kesedihan yang dirasakan Seungmin. Perasaannya tak lagi sejalur dengan milik Seungmin. Karena jelas, dia bukanlah orangnya.

"I'm done, we can't do this anymore. Kau jelas bukan seseorang yang ditujukan untukku, begitu pula aku tak ditujukan untukmu." Hyunjin berujar dengan gamblang. Ia tahu ini menyakitkan, tapi ia telah menemukan Jeongin. Miliknya. Satu-satunya.

Lupi Frigus; HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang