28; Rubrum

1.2K 268 49
                                    

aku insinyur :(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

aku insinyur :(


.
.
.

Madam Shinhye meneguk ludahnya kasar selepas ia menyadari bahwa Jeongin pernah memberinya sebuah titipan berharga. Tangannya meraba pada atas almari— tempatnya menyimpan beberapa ramuan dan bumbu penyedap makanan— kemudian menggapai sebuah bingkisan yang ditata dengan manis. Sebuah kotak kayu usang yang cenderung rapuh, dengan seutas pita berwarna merah di atasnya.

Hadiah kecil dari Jeongin untuk Hyunjin. Bibirnya tertarik, mengulaskan sebuah senyum pilu. Kenapa ia baru mengingat titipan itu sekarang? Maafkan Madam, batinnya meratapi bagaimana cerobohnya ia selama ini.

Pikirannya menerawang jauh, mengingat bagaimana ekspresi ragu Jeongin ketika memberi bingkisan ini padanya. Dulu, ketika Jeongin terbangun dari mantra mematikan Changbin, bocah itu melihat Hyunjin yang terus menggenggam tangannya. Membuatnya merasa berterima kasih pada serigala tengik yang pernah mengancamnya untuk dimakan. Itu sudah lama sekali.

Sekali lagi, Madam Shinhye merasa ceroboh. Disibukkan dengan urusan kedai yang sebenarnya bisa diselesaikan nanti–nanti, hingga melupakan bingkisan berharga Jeongin.

Wanita itu menghela napasnya panjang. Segera mengambil mantel tebal yang selalu ia gantung di stand hanger miliknya. Malam ini, ia harus segera menyerahkannya pada Hyunjin.

Langkah kakinya segera melangkah meninggalkan kedai yang juga berperan sebagai tempat tinggalnya. Menguncinya dengan beberapa mantra demi mencegah orang lain untuk mencuri informasi berharga di tempatnya.


.
.
.



Wanita itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Hyunjin. Mendapati sang serigala yang tengah tertunduk lesu di atas ranjang, menatap nanar pada hamparan ubin dingin. Ragu–ragu ia mendekat, kemudian memberikan senyuman hangat yang diharap mampu menghangatkan suasana hati Hyunjin yang sudah terlanjur dingin.

"Madam," ujar Hyunjin dengan nada suaranya yang serak. Hyunjin mendongak, otomatis membuat Madam Shinhye menutup mulutnya. Terkejut melihat mata Hyunjin yang begitu sembab. Rona kemerahan terlihat di sekitar matanya. Anak ini sedang mengalami masa yang berat. "Aku lelah," ujarnya seraya menarik sebuah senyuman. Berusaha menutupi kesedihan yang terkumpul di pelupuk matanya.

Madam Shinhye mengangguk lemah, kemudian memeluk kepala Hyunjin seperti ia memeluk bocah itu ketika usianya masih belia. "Tenanglah," ucapnya sambil sesekali mengusap kepala Hyunjin.

Tidak, bukannya menjadi semakin tenang, tangis Hyunjin justru pecah di dalam pelukan wanita berusia kepala tiga itu. Dulu, ia bukan seorang pengecut. Jangankan merasa tersiksa selayaknya orang gila, menangis barang setetes pun ia tak pernah. Jeongin menjadi kekuatan, sekaligus kelemahan terbesarnya.

Lupi Frigus; HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang