02; Foras

3K 471 3
                                    

Jisung menggosok tangannya yang terasa dingin. Udara tidak pernah sedingin ini sebelumnya. Lagipula ini musim panas. Lalu bagaimana mungkin udara terasa begitu dingin di kala cuaca seharusnya panas?

Jika saja ini adalah musim dingin, Jisung jelas bisa memahami situasinya. Tapi hari ini benar-benar aneh. Bahkan terlalu aneh.

Jisung mengangkat kepala, menatap langit-langit kamar yang terlihat begitu usang. Sinar senja menerobos masuk, menembus ventilasi udara. Semua itu seolah tidak berguna sekarang. Jisung tetap merasakan dingin walau kehangatan cahaya telah menyentuh kulitnya.

Cklek!

Suara pintu kamar terbuka, membuat Jisung menoleh cepat ke sumber suara. Di sana, Minho sedang tersenyum hangat sembari membawa dua es serut---kesukaan Jisung. Keringat terlihat mengalir dari pelipisnya. Jisung mengernyit, bingung dengan keringat yang terlihat pada pelipis kekasihnya.

"Jisung, ada yang salah di wajahku?" Tanya Minho, setelah ia sadar bahwa Jisung memperhatikan wajahnya dengan raut kebingungan.

"Keringatmu," ucap Jisung lirih, namun dapat didengar oleh Minho. Laki-laki itu langsung menyentuh pelipisnya, kemudian menyeka keringat yang telah membasahi wajahnya. "Udaranya dingin sekali, kenapa kau berkeringat?"

Minho membulatkan mata, sedikit terkejut dengan pernyataan Jisung. Udara begitu dingin? Tidak. Minho tahu benar, bagaimana panasnya udara di luar sana. Terlalu panas hingga organnya terasa leleh dan mencair.

Jisung pun tidak memiliki AC hingga harus merasakan udara dingin. Minho menghela napas tertahan, kemudian menatap Jisung dengan khawatir. Tupai kecilku mungkin sakit. Batin Minho selepas mendengar ucapan Jisung.

"Hari ini tidak ada es serut. Kau tidak boleh memakan ini."

Jisung menyeringai galak. Walau udara sedang dingin, Jisung tetap mencintai es serutnya. Bahkan ketika Jisung, Minho, dan Jeongin berlibur ke Pyeong Chang---propinsi yang terkenal memiliki suhu amat dingin---Jisung tetap memaksa untuk makan es serut.

"Jangan menatapku seperti itu. Kau ini sedang sakit, tidak mungkin aku membiarkanmu makan ini." Minho meletakkan dua es serut itu di atas meja, memilih untuk membiarkan keduanya dilelehkan oleh panasnya udara.

"Aku tidak sakit. Aku sehat. Sungguh," ucap Jisung dengan senyuman yang tampak biasa. Jisung bahkan mengangkat dua jarinya, membentuk peace. Minho mendekati Jisung, menyentuh dahinya. Dan memang, dahi Jisung tidak terasa panas.

Minho dibuat bingung sekarang. Ada apa dengan Jisung? Tubuhnya baik-baik saja. Dahinya dingin dan pernapasannya teratur. Belum lagi wajah Jisung yang tidak nampak pucat-pucatnya. Jisung jelas tidak sakit.

"Ini es serutmu, makan perlahan," ucap Minho. Dirinya kembali mengambil es serut, kemudian memberikannya pada Jisung. Yang diberi jelas menerima dengan mata berbinar.

"Menurutmu, kenapa aku merasa udara begitu dingin?" Jisung bertanya sambil memakan es serutnya, tapi Minho hanya mengangkat bahu.

"Menurutku itu hanya sugestimu. Ingat apa kata Park Jinyoung? Sugesti mempengaruhi perasaanmu."

Hari itu, baik Minho atau pun Jisung tidak tahu alasan dibalik semua ini. Namun rasa dingin yang dirasakan Jisung seolah menjadi pertanda akan peristiwa yang amat besar. Tidak saat ini. Tidak juga besok atau pun lusa. Tidak ada yang tahu kapan peristiwa ini akan terjadi.

Yang jelas, sesuatu akan mengubah kehidupan mereka. Dan tentunya hidup Yang Jeongin---sahabat terbaik yang pernah mereka miliki.

.
.
.

Lupi Frigus; HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang