Part 21

26 2 0
                                    

Happy Reading!



Angga berjalan melalui koridor rumah sakit kembali menuju ruang rawat Ayah Sinta dengan 2 bungkus ketoprak di tangannya. Saat sudah mulai mendekati ruangan yang ditujunya, Angga melihat Sinta berada di luar ruangan dan seorang perawat berdiri di ambang pintu. Angga segera mendekat.

“ Ta, kamu kok di luar? “ tanya Angga.
Sinta menoleh dengan senyum sumringah, “ Ayah udah sadar, Ga “ jawabnya.

“ Serius? “ tanya Angga lagi, memastikan. Sinta mengangguk dengan senyum yang masih mengembang, “ Ok, aku kabarin Bunda sama Om Dio ya, “ lanjutnya.

“ Yes, please. “

Tak lama, tim dokter dan beberapa perawat keluar dari ruang rawat Ayah dan menjelaskan kondisi Ayah Sinta kepada Angga dan Sinta. Tetapi Angga meminta mereka agar nanti kembali menjelaskan kepada Bunda dan Om Dio. Setelah itu mereka masuk ke dalam.

“ Ayah! “ panggil Sinta. Ayah Sinta segera melihat sumber suara yang datang dari pintu masuk. “ Ini Sinta, Yah. “ ujarnya saat sudah berada di samping ranjang.

“ Sinta... “ Ayah tampak mengingat-ingat, “ ...siapa? “

Raut wajah Sinta berubah muram seketika. Angga memegang pundak Sinta berusaha menenangkan dan memberi pesan dengan gerakan mulutnya tanpa bersuara, ia berkata ‘pelan-pelan’.

Sinta menghela napas, “ Sinta. Anak Ayah “ ujarnya. Lalu menunggu respon dari ayahnya dengan cemas.

Angga mengusap-usap tangan Sinta yang tengah menggenggam tangannya, masih berusaha menenangkan. Dari sisi yang lebih tinggi, Angga dapat melihat air mata menggenang di pelupuk mata Sinta, bersiap untuk keluar.
Ia berharap yang selanjutnya keluar dari mulut Ayah Sinta bukanlah yang tidak ingin mereka dengar dan membuat Sinta bersedih.

Terjadi keheningan untuk beberapa saat hingga akhirnya Ayah buka suara, “ Arinta, bukan Sinta, “ ujar Ayah dengan senyum yang mengembang.

“ Ayah.. “ setetes air mata jatuh ke pipi Sinta yang segera di hapusnya dengan senyuman yang sama lebarnya dengan senyuman Ayah.

Angga merasa lega, akhirnya penantian mereka tidak sia-sia. Dan akhirnya ia dapat melihat senyuman bahagia tersungging di bibir ‘gadis impian’ versinya itu lagi, semenjak kemarin mereka mendapat kabar yang tidak mengenakkan.

○○○○

“ Jadi, Om Dio ke sini sendiri? “ tanya Ayah kepada Sinta. Sinta mengangguk, “ kok tumben nggak ngasih kabar ke Bunda atau Ayah.. “ lanjutnya.

“ Om Dio udah hubungin Ayah sama Bunda, kok. Tapi gagal terus, “ jelas Sinta.

“ Oh waktu handphone Ayah sama Bunda abis batrenya kali ya, “

“ Mungkin, “ ujarnya sambil memberikan suapan terakhir kepada Ayahnya, “ Aku kepo deh, Yah. Kira-kira adek Afifa mirip sama Om Dio apa sama Tante Faiha ya? “ tanya Sinta sambil membayangkan wajah adik sepupunya itu terakhir kali ia lihat.

“ Iya, ya. Kita belum liat adek Afifa lagi. Terakhir kita cuma liat foto waktu baru lahir. Sekarang mungkin udah tiga tahun ya, “ jawab Ayah, sama-sama ikut membayangkan.

    “ Oh iya, Ayah tau gak sih? Aku tuh kemaren belajar jalan pake kruk yang dibeliin Ayah. Angga bantuin Aku belajar, Yah, “ cerita Sinta dengan antusias, seperti anak kecil.

Ayah tersenyum, “ Makasih ya, Ga, udah nemenin Sinta, “ ujar Ayah kepada Angga yang sedang berjalan ke arahnya membawa piring dengan kertas nasi coklat di atasnya. Angga membalasnya dengan tersenyum.

House Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang