[𝟑𝟕] : 𝐒𝐭𝐮𝐝𝐲 𝐓𝐨𝐮𝐫

2.7K 370 53
                                    

"Iya bang aku tau."

Sekarang aku sedang berada di mobil bersama Bang Hanbin. Dia bersikeras mengantarku ke bandara, padahal aku bisa saja pergi bersama Taeyong.

"Jadi rutenya, sehari di Jakarta terus lima hari di Bali dan balik lagi satu hari di Jakarta buat transit dan kembali ke Korea?" tanya Bang Hanbin.

"Iya. Papa dan mama di Jakarta kan? Mungkin aku bisa jenguk dulu sebelum pulang," seruku.

"Enggak!"

Aku menoleh pada Bang Hanbin kaget. "Apa maksudnya enggak boleh?!"

Bang Hanbin menggaruk lehernya. "Ya bukan kenapa-napa. Tapi jangan dulu. Papa sama mama mungkin sibuk."

"Ini kesempatan aku buat ngelihat mereka bang. Abang tau seberapa susahnya aku buat ngubungin mereka. Masa sudah seudara dengan mereka aku enggak jenguk juga. Itu namanya ngebuang kesempatan," jelasku. "Kasih tau aku alamatnya."

Bang Hanbin menggeleng. "Abang enggak bisa kasih tau."

"Apa?!" Aku tersentak. "Kenapa?"

"Papa sama mama bilang mereka sibuk," tukas Bang Hanbin.

"Sesibuk apa mereka sampai enggak mau dijenguk sama anaknya?!"

"Pokoknya kamu liburan aja dulu. Enggak usah khawatir." Bang Hanbin mengacak-acak rambutku.

"Oh! Aku tau. Papa sama mama enggak sayang aku kan? Iya kan?" aku menunduk. "Makanya mereka selalu jauhin aku. Atau jangan-jangan aku anak haram?"

"Val! Jaga bicara kamu! Papa sama mama susah-susah cari uang, kamu enak aja bilang diri kamu anak haram!" bentak Bang Hanbin.

Aku tertegun. Apa yang dikatakan Bang Hanbin benar. Lagipula sejak kapan aku memusingkan perkara orang tua. Papa sama mama tidak mungkin tidak menyayangiku. Kalau tidak mungkin dari dulu aku sudah ada di panti asuhan.

"Ma..maaf."

"Iya gapapa. Maaf abang juga bentak kamu."
















"Valerie!"

Aku sambil menggeret koper menoleh pada sumber suara.

"Lo kok enggak pernah bilang punya abang yang ganteng banget? Idol ya?" bisik Chu.

Aku menoleh ke belakang. "Ngapain abang disini?! Udah aku bilang kan langsung pulang!"

Bang Hanbin menunduk mendekat ke telingaku dan berbisik, "Memangnya bandara punya kamu?"

"Kampret!"

Aku meninggalkan Bang Hanbin begitu saja disana. Dengan wajah kesal sambil menggeret koper aku berjalan ke kerumunan anak sekolahku yang berdiri dengan nametagnya. Aku baru menyadari mereka semua mengenakan nametag. Dimana mendapatkannya kah?

"Nih."

Aku menoleh. Mengulurkan tangan mengambil nametagku. "Kenapa enggak ada gantungannya?"

"Oh, sorry! Gantungan punya lo gue kasih ke orang lain karena kurang," ujarnya dengan santai namun masih terdapat aura sinis di dalamnya.

"Begitu ternyata. Yaudah gapapa," balasku dengan senyum pada Lisa.

"Sorry, yha!" Dia berkata demikian sambil melihat kuku jarinya dengan angkuh. "Gue pikir dia lebih pantas."

Aku kembali tersenyum. Berbalik tapi sebelumnya berkata, "Gue harap lo maafin gue."

Aku pergi dari sana. Kenapa pula dia memberikan gantunganku ke orang lain. Apa bisa tanpa gantungan...? Eh, tapi aku pasti kena marah Pak Chen.

BUGH

Cultivar | Ten NCT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang