[𝟑𝟐] : 𝐂𝐚𝐧𝐠𝐠𝐮𝐧𝐠

2.9K 373 21
                                    

Aku melihat Ten dengan buru-buru membawa dua tas. Aku tau yang satu miliknya dan satu lagi milikku. Dengan cekatan dia masuk ke kursi pengemudi dan meletakkan kedua tas itu di kursi belakang. Tanpa sadar aku sudah bangun dan menatapnya.

Aku meringkuk menahan perih di hidung dan kepalaku Sementara kursi ku sandarkan ke belakang.

"Rumah sakit terdekat dimana ya?" gumam Ten yang masih dapat ku dengar.

"Jangan ke rumah sakit. Gue mau turun aja," jawabku.

Ten yang baru saja mau memundurkan mobil terkejut. Ia menghentikan gerak mobil dan melihatku. Aku membiarkannya dan mengambil tas di kursi belakang. Membuka kunci di pintu mobil berniat akan turun.

Ten menahan tanganku. "Jangan."

Aku tersenyum miris dan mencoba menepis tangannya lembut.

"Val, kita obatin luka lo dulu."

"Gue bisa ngobatin sendiri biarin gue turun," seruku.

Ten meraih pinggulku dan membenahi posisi dudukku. Ia memaksaku agar duduk kembali. Menutup pintu mobil yang sempat aku buka.

"Enggak. Yang ada lo nyakitin diri sendiri lagi."

Aku menatap Ten heran. Ten juga menatap aku heran.

"Kenapa lo peduli?"

Wajah bingung Ten digantikan dengan menahan kesal. Tampaknya tidak ada lagi kata-kata yang mampu ia jawab.

Skakmat.

"Lo mau masuk lagi? Bel udah masuk. Pelajaran lo selanjutnya sama Pak Namjoon kan? Lo mau dibantai sama dia?" bela Ten.

Benar juga apa yang dikatakan Ten. Aku tidak bisa menerobos masuk jika sudah berurusan dengan Pak Namjoon. Suram sekali masa depan nilaiku.

Tapi daripada bersamanya?

"Gue turun aja. Enggak masalah sama amarah Pak Namjoon," elakku.

Ten memundurkan mobil dan menjalankannya sebelum aku sempat membuka pintu. Dengan seenaknya dia memaksaku agar ikut dengannya.

"Gue teriak. TURUNIN GUE! TURUNIN. ARGHHH!!!"

"Valerie!" bentakknya.

Aku menoleh padanya. "Atau gue lompat? Turunin gue, atau gue lompat! ARGHHHH."

Ten membekap mulutku dan memberhentikan mobilnya. "Sssttttt."

Aku terdiam. Ia melepaskan bekapannya. Ten menyenderkan kepalanya ke stir mobil frustrasi.

"Sebegitu enggak maunya lo sama gue? Sebentar doang Val. Gue cuma mau luka lo diobatin. Itu doang," desis Ten.

"Cuma sekali ini doang, Val. Jangan buat kedua kalinya gue gagal bertindak ngelihat lo luka-luka," lanjutnya.

Kedua kali? Kapan yang pertamanya?

Pengecut. Aku benci diriku. Aku luluh dengan keluhan Ten. Lain kali akan ku didik diriku untuk tidak mudah luluh dengannya. Tapi kali ini, maaf aku tidak bisa menahannya setelah melihat dirinya frustrasi.

Aku menghentakkan punggungku ke kursi penumpang. Ten menatapku heran. Selanjutnya ia tersadar dan paham bahwa aku menyetujui niatnya. Ia memundurkan mobil lalu mengegasnya menuju jalanan Seoul.

Aku diam. Dan Ten juga diam. Tidak ada yang bersuara. Larut dalam pikiran masing-masing. Pikiranku kini berkecamuk.

Ada apa di benaknya?

Kenapa dia dengan mudahnya memporak-porandakan hati ini. Tiba-tiba datang tanpa permisi mengetuk dua kali tepat di hati dan menyentuh kembali tanpa hati-hati.

Cultivar | Ten NCT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang