<play lagu di mulmed biar asik>
Bukannya tegang, aku malah tertawa melihat Ten yang keluar dari lemari menggunakan wig dan bajuku.
"Ini siapa Val?" tanya bang Hanbin heran.
"Namanya Susanti," sahutku asal.
"Susanti?" bang Hanbin tampak curiga. "Orang Indonesia?"
Aku menepuk jidat. "Emm—kalau itu—"
"I—iya. Nama saia Susyanti. Apa kabare? Kamu emm— olang Indonesyen?"
Aku tidak sanggup menahan tawa mendengar Ten berbicara menggunakan bahasa Indonesia yang dilembut-lembutkan. Bang Hanbin menatap aku dan Ten bergantian bingung.
"Aku bukan orang Indonesia. Aku orang Korea campur China. Tapi ya, orang tuaku tinggal di Indonesia, urusan kerja. Kamu?"
Ten kembali menggunakan bahasa Korea. "Aku orang Indonesia."
Ting!
Suara notif ponsel bang Hanbin menghentikan drama komedi singkat ini. Bang Hanbin mengeluarkan ponselnya.
"Bang Bobby udah ngeline-ngeline ni. Abang pergi dulu ya. Jangan macam-macam loh."
Bang Hanbin mengambil jaket yang dicarinya tadi dalam lemari. Dasar. Kenapa jaket itu bisa mudah diambilnya sekarang. Padahal tadi— ah sudahla.
Dia keluar dari kamarku. Baru saja terasa lega bang Hanbin masuk kembali.
"Kenapa bang?"
Bang Hanbin menunjuk pipinya membuatku memutar bola mata. Aku melangkah mendekatinya dan berjinjit.
Cup~
"Dah pergi sana," usirku.
Bang Hanbin mengacak-acak rambutku dan menciumnya sebelum akhirnya pergi. Aku berbalik melihat Ten— maksudku Susanti yang terdiam.
Aku mengernyit. "Kenapa?"
"Enak ya jadi bang Hanbin. Tinggal nunjuk pipi dicium. Sudah gitu enak aja cium-cium kamu. Lah aku? ditampar iya." Ten melepas wignya.
Aku terkekeh. "Enggak juga ah."
Kami turun ke bawah dan masuk ke dalam mobil-- tentunya setelah Susanti berubah kembali menjadi Ten.
Pffttt.
"Kemana?" tanya Ten sambil mengendarai mobil.
"Ke rumah kamu aja deh. Kangen sama Bunda."
Ten mengangguk. Aku dan mama Ten itu sudah dekat. Mamanya sangat mendukung hubungan kami. Dia hanya memaklumi jika kami hanya berani backstreet— aku lebih tepatnya.
Aku sudah menganggapnya sebagai ibu kedua. Karena mama jarang sekali pulang dan sangat sibuk. Mungkin mama dan papa pulang bisa dihitung memakai jari. Setahun dua atau tiga kali.
Aku hanya bisa sabar. Pikirku mungkin karena mereka sibuk untuk menafkahi kami. Sayang aku jarang sekali pergi menemui Bunda.
Pastilah karena bang Hanbin.
"Udah sampai yuk turun," ajak Ten saat kami sudah sampai.
Suara Ten membuyarkan lamunanku. Aku turun mengikuti Ten masuk ke pekarangan rumah.
Rumah Ten simpel dan sederhana. Tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil. Hanya rumah modern minimalis dua tingkat dengan taman kecil di depannya.
"Bundaaa!" Aku berlari memeluk mami yang berdiri di ambang pintu masuk.
"Eh, Vally. Udah lama banget gak ke sini. Masuk, masuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cultivar | Ten NCT
Fanfic[End] Highest Ranking : #1 - Bunga #1- Chittaphonleechaiyapornkul #1- Friend #2- Chittaphon #2- Tennct #11- Fangirl Mengisahkan Valerie yang menjalani hubungan backstreet dengan Ten. Semuanya berjalan lancar sampai Lisa, sahabat Valerie sendiri meng...