[𝟔] : 𝐂𝐚𝐮𝐠𝐡𝐭

3.5K 536 51
                                    

"Aku pakai baju apa ya Val. Gini ya rasanya diajak gebetan jalan?"

Asal kalian tau Lisa rela datang ke rumahku membawa koper yang berisi baju-bajunya hanya untuk menunjukkannya padaku karena akan pergi bersama Ten. Selama Lisa memilih-milih baju aku hanya duduk di kasur sambil membaca chatan Lisa dengan pacarku, Ten.

Line

Future boyfriend❤️ : Hai Lisa, ada acara gak sabtu ini?

Membaca nama yang dibuat Lisa untuk Ten saja hatiku sudah hancur berkeping-keping. Mungkin Ten benar. Aku tidak akan sanggup melihat mereka berdua pacaran pura-pura. Dan aku tidak akan mempungkiri akan cemburu melihat kemesraan pura-pura mereka suatu saat nanti.

Tapi apa boleh buat.

Lisa : gak ada. Kenapa ya Ten?

Future boyfriend❤️ : nonton yuk.

Ten bodoh atau bagaimana?

Untung saja Lisa percaya. Bagaimana caranya atau manusia mana yang bisa baru kenal langsung diajak menonton. Tidak pakai basa-basi pula.

Yang idiot siapa?

Lagi asik membaca tiba-tiba Lisa melemparku menggunakan bantal pemberian Ten saat kami lagi berjalan-jalan.

"Kenapa sih Lis?" aku memutar bola mata malas.

"Daritadi ditanya mana yang bagus, ini atau ini diam saja," omel Lisa sambil memegang kedua baju ditangannya.

"Yang itu aja deh," ucapku menunjuk baju ditangan kanan Lisa.

Lisa menarik handphonenya dariku. "Biar gue tebak. Lo pasti iri kan karena Ten ngajak gue jalan? Makanya hidup tu gak sekedar bunga-bungaan saja. Cari pacar sana. Yang cogan kayak Ten kalau bisa."

Asal lo tau Ten itu pacarku, Lis.

"Ada kali ya," belaku.

"Siapa?"

Aku terdiam.
Bunuh diri kalau aku bilang itu Ten.

"Halah bohong kan. Dasar," cibir Lisa.

"Namanya Lucas, iya, Lucas," ucapku tiba-tiba karena teringat namanya.

"Lucas?" Lisa mengernyitkan dahi. "Anak pindahan dari China itu?"

Pantas saja aku belum pernah melihatnya. Anak baru ternyata.

Lisa kembali memasukkan baju-baju yang tadi ia keluarkan. "Dia sekelas sama Ten. Sebentar,"

Lisa menoleh padaku. "Lo bilang Lucas? Dekat dengan Lucas? Kapan lo ketemu dia? Dia aja baru pindah kemarin."

Aku menepuk dahi.
Bohongnya kelihatan banget kalau gini.

"Pas gue bolos, gue pergi ke perpus tau. Terus ketemu Lucas. Deket deh." Aku berpindah ke sofa kamar.

"Tau gak? Dia juga suka bunga," lanjutku yang membuat Lisa tertawa.

"Mana mungkin, cowok maco kayak Lucas suka bunga," Lisa menyentil dahiku. "Kalau bohong yang bener dong."

"Makanya ajarin gue. Tapi gue gak bohong Lis, dia beneran suka bunga."

Lisa berdiri, "Ya deh, ya. Gue ambil minum dulu."

Lisa melangkah mendekati pintu. Ia membuka dan menampakkan bang Hanbin yang sedang berdiri mematung di depan pintu karena ketahuan menguping.

"Sssttttt," ucap Hanbin pada Lisa.

Lisa hanya mengangguk dan kembali pada tujuannya. Bang Hanbin masuk dan menepuk pundakku dengan ekspresi marah.

"Val, abang denger tadi kamu ngomongin cowok. Siapa?"

Tamatlah sudah.

"Gak siapa-siapa Val bang, sumpah." Aku mencoba meyakini bang Hanbin.

Bang Hanbin berdiri dan melangkah pergi. Tapi dia kembali berbalik dan berkata. "Jauhin atau kamu tau apa yang bakal abang lakuin."

Setelah bang Hanbin keluar Lisa datang sambil membawa minuman. Ia lalu mengambil barang-barangnya dan menggeret koper keluar.

"Gue pulang dulu ya Val, Nanti bunda marah."

Aku dan Lisa berjalan ke pintu rumah. Karena rumahku cukup besar, aku dan Lisa masih sempat bercanda dan tertawa.

"Oke, tungguin cerita gue besok ya." Lisa mengedipkan mata padaku.

"Ciee, yang pergi jalan bareng gebetan," kataku sambil tertawa.

Terpaksa.

Lisa membuka pintu rumahku. Lisa terkejut melihat siapa yang datang, begitu juga aku. Itu

"Ten? Ngapain ke sini?" tanya Lisa kebingungan.

"Emm—g- gue," balas Ten gugup.

Aku berani berkata Ten datang kesini karena menyangka Bang Hanbin tidak ada di rumah. Biasanya dia juga sering ke rumah tapi lewat pintu belakang. Matilah kami jika begini.

Dari belakang Lisa aku bersusah payah menyuruh Ten untuk beralasan. Apapun itu. Intinya jangan sampai ketahuan.

"G-gue—"

"Kalian saling kenal?" Lisa menunjuk aku dan Ten bergantian.

"Oh gak kok," kataku spontan kemudian mengajak Ten berjabat tangan. "Valerie. Teman Lisa, lo?"

Ten juga ragu-ragu untuk menjabatnya sementara Lisa dari tadi mengernyit dahinya heran.

Aku memelototi Ten yang membuatnya menjabat tanganku. "Ah— Gue Ten. Gue—"

"Ini kenapa sih?!" Lisa tampak semakin bingung.

Aku mengedipkan mata pada Ten mengisyaratkan untuk mencari alasan yang tepat.

"Gue— gue."

Aku menepuk dahi. Ten semakin bingung untuk mencari alasan. Tampak sudah dapat alasan Ten menjentikkan jarinya.

"Gue mau jemput lo, Lisa."

Jemput?

Alasan macam apa itu. Baru kenal udah jemput. Lagian darimana dia tau Lisa berada di rumahku. Memang sangat cerdas mencari alasan.

"Jemput?" tanya Lisa membuat Ten mengangguk-angguk.

"Lo kok tau gue di sini?"

Aku menepuk dahi kembali.
Tamatlah.

"I—itu, kayanya temen lo ini," Ten menunjukku. "Kepencet share location di chat kita."

"Ooh gitu."

Aku menghela nafas lega. Untung Lisa percaya.

"Tapi buat apa? Rumah gue sama Valerie kan sebelahan."

Ten mematung.
Lisa mengernyit.
Bodo amat.

Aku resign dari kehidupan bodoh ini.

tbc-

Cultivar | Ten NCT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang