[End]
Highest Ranking :
#1 - Bunga
#1- Chittaphonleechaiyapornkul
#1- Friend
#2- Chittaphon
#2- Tennct
#11- Fangirl
Mengisahkan Valerie yang menjalani hubungan backstreet dengan Ten. Semuanya berjalan lancar sampai Lisa, sahabat Valerie sendiri meng...
"Jadi Val lo sakit apa?" tanya Lucas meminum smoothienya.
"Engga parah."
"Syukur deh kalau--"
"Cakar beruang nyaris menembus ke hati, daging paha koyak, tulang tangan patah, kepala dijahit sepuluh kali. Karena terlalu sakit gue kejang-kejang dan akhirnya koma sehari," ujarku santai.
Taeyong yang ada di sebelahku menutup mulut kaget. "Gue pikir engga sampai segitunya. Soalnya kemarin bang Hanbin bilang-"
"Lebih tau yang merasakan," potongku.
Aku melirik Ten mengecek ekspresinya.
Kenapa dia?
Kenapa dia tidak menoleh atau menunjukkan ekpresi khawatir? Setidaknya ekspresi peduli. Setidaknya.
Aku tertunduk. Menahan isakan.
"Sudah begitu kenapa tidak ada yang peduli sama gue?"
"V-val lo nangis?" Lucas memegang pundakku.
Aku membiarkan Lucas walaupun itu sedikit perih.
"G-gue udah koma, udah nahan sakit? Setidaknya sahabat gue sendiri yang jenguk. Kenapa yang jenguk gue malah orang yang baru gue kenal?"
Sindirian itu tertuju pada Lisa. Sebenarnya pada Ten tapi sengaja ku buat seperti menyindir Lisa.
"Dimana jiwa manusiawi kalian?!"
Air mataku turun berlomba-lomba begitu saja. "Ma-maaf. Gu-gue kelepasan. G-gue-"
Aku berdiri. Meninggalkan mereka yang menatapku kasihan. Aku tidak butuh tatapan itu. Aku benar-benar tidak but- hiks.
Aku berlari tanpa arah. Membiarkan kakiku berjalan sendiri. Pikiranku benar-benar kalut. Aku tidak paham.
Aku membiarkan Lisa dan Ten bersama, bukan, malah aku yang dengan sengaja menyuruh mereka agar bersama. Tapi Ten pasti masih tau prioritasnya bukan?
Atau dia tidak lagi ingat?
Klik.
Aku membuka pintu ke rooftop. Duduk di bawah kanopi tua yang menimbulkan bunyi berderik jika terkena angin. Aku menenggelamkan kepala di kedua lutut yang ditekuk.
Apa semua ini benar? Atau kebalikannya?
Aku benar-benar habis akal.
"Val."
Aku menoleh ke belakang. Terkejut aku langsung berdiri dengan sigap. Menatapnya sinis.
"Ck. Masih peduli juga? Aku pikir kamu enggak bakal ngejar aku," decakku.
Dia hanya berjalan mendekat tanpa berkata apapun. Satu tangannya dimasukkan ke dalam kantong celana menambah kesan jutek dan tidak peduli darinya. Jarak kami hanya beberapa jengkal saja.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.