Sepanjang perjalanan pulang otak dipenuhi rentetan kejadian hari ini, dari terungkapnya tersangka yang menyebarkan identitas gue sebagai penulis, ketemu lagi sama cewek keganjenan yang pernah mati-matian gue hindari di masa lalu serta pengakuan Diva bahwa dialah pemilik akun Bunga yang selama ini merupakan teman ngobrol asyik di dunia maya. Dada gue terasa sesak, nyeri, nggak menyangka wanita yang gue sayangi ternyata tega melakukan itu ke gue cuma karena uang. Sumpah rasa sakit dan kecewa memenuhi dada gue hingga mata nggak sengaja mengalirkan bulir-bulir manja yang seharusnya bisa tersimpan.
Laju sepeda motor gue makin kencang, berharap bisa segera menyiram segala keresahan dengan guyuran air hangat dari shower, berteriak sepuasnya di bawah guyurannya, dan menikmati setiap tetes kekecewaan yang mungkin saja akan larut dengan air. Gue lelah! Sesampainya di rumah, gue langsung masuk tanpa suara, gue lagi nggak ingin berdebat tentang apa pun dan siapa pun, terutama Mama dan segala kekecewaannya terhadap gue.
Karena haus, gue bergegas ke dapur bermaksud mencari air dingin di kulkas, tapi baru saja tangan gue meraih botol air mineral dingin telinga gue terusik dengan suara teriakan.
Minum seteguk demi membasahi kerongkongan, lalu bergegas mencari asal teriakan, dan ternyata berasal dari kamar Mama. Pintunya sedikit terbuka, gue mengintip ke dalam dan gue melihat Mama sedang memeluk lutut di samping ranjang, dengan rambut berantakan, sedangkan Ayah terlihat dengan sabar menatapnya dalam diam. Mama memukul dada Ayah berkali-kali dengan suara tangis yang terdengar menyayat. Mama, ada masalah apa sampai kayak gitu?
Mama yang gue kenal pantang menangis apalagi sampai berteriak sedemikian rupa hingga terdengar mirip teriakan frustrasi. Hati gue mencelos, menyaksikan pemandangan yang benar-benar baru kali ini gue lihat. "Ros, tolong, maafkan masa lalumu! Apa kamu nggak kasihan sama Nick?" Ayah berkata dengan masih menatap Mama lembut.
Mama menggeleng kuat-kuat dan isakannya kembali menguat, hingga sedu sedannya terdengar jelas.
"Nick nggak boleh menjalani karma karena kesalahan ayahnya!" Mama menatap Ayah dengan tatapan takut. Ayah berusaha memeluk Mama, membelai rambutnya yang berantakan, merapikan helai demi helai dan menyelipkannya ke daun telinga Mama. Ayah tersenyum, lalu menggeleng, digenggamnya tangan Mama, di kecupnya perlahan.
"Nggak ada karma, Ros, percayalah!"
Mama menggeleng, "Bahkan Nick jelas-jelas menyukai perempuan rusak sepertiku, James!"
Gue kaget mendengar kalimat yang keluar dari mulut Mama.
"Ros, wanita rusak akan lebih baik jika dia bisa memperbaiki diri, kamu salah satu wanita itu, Ros!"
"Bahkan sampai sekarang kamu nggak lebih hanya Ayah Nick, bukan suamiku secara utuh, aku bahkan nggak bisa mencintai kamu James, itu sungguh menyakitimu, aku tahu!"
Kalimat demi kalimat membuat hati gue serasa sedang ditumbuk dengan palu raksasa dengan kekuatan maha dahsyat. Sakit! Hidup gue yang sebenarnya ternyata nggak jauh beda hancurnya dengan kehidupan Diva, bahkan masa lalu Mama sama dengannya. "Ros, semua sudah aku terima dengan hati lapang, jadi mohon berhentilah menyimpan kesakitan itu di hati dan hidupmu, percayalah, masa depan Nick akan lebih baik dari apa yang kamu takutkan!"
"Aku sayang sama Nick, James. Dia satu-satunya yang membuat aku bisa tersenyum, terima kasih sudah jadi Ayah yang begitu baik untuknya," kata Mama tulus dengan tatapan sayu ke arah Ayah yang masih mengulas senyum. Pria itu benar-benar baik, gue nggak percaya dengan semua yang gue dengar. Pria yang selalu memberi gue semangat, petuah, senyuman ternyata hanya orang lain yang bahkan nggak punya hubungan darah sama sekali sama gue.
"Biarkan dia meraih cita-citanya sebagai penulis, biarkan juga dia menikmati cintanya dengan wanita pilihannya, lupakan Thomas, dia bahkan nggak pantas terus-terusan kamu ingat karena itu hanya membuat hidupmu payah, tak terarah, dan mudah merasa kalah. Aku percaya kamu mampu, Ros!"
Mama terdiam sejenak, "Thomas adalah seorang penulis yang bahkan aku sangat menyukai semua karyanya."
"Berarti Nick mewarisi bakat ayahnya," ujar Ayah.
"Itu yang sangat menyakitkan, James. Saat aku mati-matian berusaha melupakan jejaknya, Nick seolah membuat Thomas kembali dalam hidupku, dan itu sungguh bikin aku merasa nggak nyaman," terang Mama. Sekali lagi, Ayah mengecup tangan wanita yang masih benar-benar terlihat kacau di hadapannya itu.
"Baiklah, kalau begitu, izinkan Nick menikahi Diva!"
Mama menggeleng kencang, "Tidak, tidak akan pernah!"
"Ros, lalu tegakah kamu membunuh semua impian anakmu sendiri karena keegoisan yang kamu miliki?"
"Aku akan memikirkannya, tapi ... Nick nggak boleh sepertimu yang hanya mendapatkan cinta anaknya, dan malah disia-siakan pasangannya. Aku ingat betapa repotnya kamu masa-masa itu, membesarkan Nick yang bahkan bukan darah dagingmu sendiri, tanpa aku, karena aku yang bahkan nggak bisa mengendalikan amarah setiap melihat wajah kecilnya di hadapanku, itu sungguh sakit, James."
"Berhentilah mengingat masa lalu yang menyakitkan, Ros!"
"Aku nggak mau Nick sepertimu, memberi tanpa menerima haknya," isakan Mama sekarang sudah berhenti, wanita itu melepaskan genggaman tangan Ayah, lalu menyeka bekas air mata. Mengangkat wajah lalu berkata, "Nick harus bahagia, James!"
Gue nggak tahan lagi, sesak di dada makin menjadi, otak memberi instruksi pada air mata untuk turun membasahi pipi, gue cengeng, bahkan lebih dari itu. Jujur saja, gue pulang ingin segera istirahat, tapi yang gue dapat adalah kenyataan pahit. Pahit, hingga air mata yang menyusup di bibir pun berubah rasa hingga menyerupai empedu, bukan lagi asin kayak yang selama ini gue rasa.
"Berikan Nick kesempatan, setidaknya satu saja di antaranya," ucap Ayah lagi.
^***^
Bagaimana bab ini?
Nulis ngebut, dan pasti isinya masih entah.
Kritis saran boleh banget loh disampaikan, emak yang baik hati ini nggak akan marah.
Salam,
Nofi
Tangsel, 25 Agustus 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Love #ODOCTheWWG
RomanceSaat seorang wanita bisa menolak gue, di situ aura ketampanan gue serasa lenyap bagai asap. Yaelah, tapi itu nyata. Wanita itu beda, dia malah terlihat ketakutan setiap gue berusaha mendekat. Entah di mana letak salahnya, yang jelas gue penasaran. L...