Kami terdiam. Suasana dermaga senja ini makin sepi. Aku masih menimbang kalimat yang pria bule ini katakan. Dia mencintaiku? Apa itu benar? Bahkan aku masih nggak percaya kalau cinta memang benar ada. Kerapuhanku yang menyebabkan kepercayaan terhadap sesuatu yang namanya itu hancur.
"Diva, aku janji akan membuat kamu percaya bahwa cinta itu nyata," ujar pria itu.
"Aku takut, Nick," jawabku.
"Kamu takut sama aku?"
Aku menggeleng, lalu menatap wajah pria berambut pirang itu dengan penuh tanya. Hati ragu untuk mengatakan, apa benar aku takut padanya? Atau takut pada diri sendiri?
"Aku takut kamu kecewa. Karena aku bukan seperti perempuan lain," ujarku terus terang.
Terdengar embusan napas, begitu dekat. Pria itu sedikit mendekatkan wajah dan menatapku lekat.
"Aku tahu masa lalu kamu," jawabnya.
Sedikit remasan kurasakan di dalam dada. Sakit yang perlahan menjalar dan membuat buliran halus meluncur turun dari mata. Sedapat mungkin aku menyembunyikannya, dan alam yang begitu baik dengan suasana remangnya membuat pria itu sepertinya nggak mengetahui gerimis di mataku.
"Kamu yakin nggak akan menyesal?"
Dia hanya menggeleng dan sedikit menarik bibirnya ke atas. Angin membelai wajah dan tubuh kami, membuat rambut pirang pria itu teracak sempurna.
"Will you merry me?" tanyanya dengan wajah tenang.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Aku menumbuhkan harapan padanya. Tangan pria itu terulur ke arah jemariku, tapi reflek aku menariknya. Sedikit dengkusan kudengar darinya. Hatiku sakit melihatnya, memang sebaik apapun lelaki akan selalu meminta kontak fisik.
"Don't touch me, please! Not yet," cegahku. Aku menjauhkan diri dan memastikan jarak aman. Tapi dia berusaha mendekat yang membuat aku harus menahannya dengan isyarat kedua telapak tangan kupasang di depan dada.
"Why? Did I-?
"Maaf, Nick, untuk sementara tolong jangan sentuh aku," pintaku.
"Bahkan hanya tangan?" tanyanya heran dan mungkin bercampur kesal. Aku menghela napas demi meredam keresahan dan sedikit mengurangi rasa nggak enak di hati.
"Diva, maafkan atas sikap kurang ajarku. Aku janji ini nggak akan terulang," janjinya yang membuat senyum senangku terbit.
"Aku masih terlalu trauma dengan masa lalu, tapi aku akan berusaha untuk nggak bikin kamu kecewa."
Aku menatapnya penuh harap. Dia membuang pandangan ke sembarang arah, mungkin sedikit kecewa. Aku menghela napas dan merasa nggak enak. Pria itu sepertinya masih belum paham dengan kondisiku. Aku maklum dan berusaha berpikir positif.
"Kamu bisa pegang janjiku," katanya kemudian. "Sekarang kita cari makan, yuk, aku lapar!"
Kami berdiri dan melangkah bersama.
***
Malam tadi adalah peristiwa bersejarah dalam hidupku di mana seorang philophobia* berani menganggukkan kepala pada permintaan pernikahan dari seorang laki-laki.
Hari ini bahkan dia akan mengajakku ikut ke Bali. Nick ada pekerjaan di sana. Tante Ayu menyuruhku menerima ajakan Nick. Jadwal kerjaku juga kebetulan kosong.
Kami tiba di bandara pukul tiga sore dan langsung menuju penginapan. Kami menyewa vila di kawasan Ungasan dengan pertimbangan jarak tempuh yang nggak terlalu jauh dari lokasi Nick bekerja. Di sana juga suasana sejuk masih sangat terasa dan membuat kami merasa nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Love #ODOCTheWWG
RomansaSaat seorang wanita bisa menolak gue, di situ aura ketampanan gue serasa lenyap bagai asap. Yaelah, tapi itu nyata. Wanita itu beda, dia malah terlihat ketakutan setiap gue berusaha mendekat. Entah di mana letak salahnya, yang jelas gue penasaran. L...