Gue Nick si Bule tampan. Kerjaan gue, selain nulis, ya, tukang foto. Yaelah, murahan banget, ya, kerjaan gue? Eits, jangan salah, gue bukan sembarang tukang foto. Gue ini bisa dibilang fotografer profesional.
Saat ini gue lagi ada jadwal pemotretan untuk produk bikini. Wow, menggoda banget, nggak, sih? Laki-laki mana yang matanya nggak melotot kalau lihat perempuan berbikini. Surga dunia bangetlah jadi fotografer, terlepas dari susah payahnya usaha mendapat foto terbaik yang kadang harus rela tiduran di jalanan demi angle sempurna. Kali ini gue bawa Jery buat jadi asisten. Bukan tikus yang di kartun itu meski namanya mirip. Dia teman main gue dan Adhi di masa lalu. Dari main gundu sampe tamiya, kami selalu bertiga.
Di sinilah gue menunggu model yang belum juga datang. Di vila pribadi milik keluarga Adhi yang akan kami pakai untuk pengambilan gambar hari ini. Kebetulan kolam renangnya lumayan keren untuk latar foto. Sebenarnya klien minta latar pantai, tapi model enggak mau dan akhirnya kami terdampar di vila bernuansa hijau penuh rerumputan ini. Bambu hias mengelilingi bangunan. Kesan asri sekaligus sangat privat karena tingginya melebihi bangunan. Satu yang juara adalah sejuknya, gue benar-benar akan melewati hari ini dengan paru-paru bersih tanpa asap.
"Nick, modelnya mana, sih?" kesal Jery yang sudah selesai memasang peralatan pendukung sejak tadi.
"Nggak tahu gue juga."
"Sorry, gue telat," gumam sebuah suara. Suara lembut yang seperti enggak asing di kuping gue. Ah, gue ngigo kali.
Gue dan Jery kompak menoleh. Kami berdua yang sejak tadi duduk di sofa ruang tengah vila, langsung berdiri menyambut sosok seksi itu. Senyum miring gue terkembang, berbeda dengan perempuan berambut cokelat kemerahan itu yang nampak kaget melihat gue. Dia perempuan yang duduk sebelahan sama gue di pesawat kemarin. Namanya Diva.
"Hai, Div," sapa gue dengan senyum lebar, "bener kata gue kemarin, ya, kalau jodoh pasti ketemu," kelakar gue. Diva nampak kurang nyaman dan terkesan menghindar, beberapa kali bibir bawahnya digigit seperti menahan gugup. Model seksi seperti dia biasanya langsung nempel fotografer muda yang tampan macam gue, tapi kenapa Diva malah terlihat takut? Apa muka gue mirip Valak?
"Oke, gue ganti pakaian dulu," katanya.
Jery menunjukkan kamar ganti buat dia. Sudah tersedia lima setel bikini yang harus Diva kenakan untuk pengambilan gambar hari ini. Untung saja klien tidak rempong masalah latar, dia setuju hanya menggunakan satu lokasi asal angle sempurna. "Lo kenal sama dia, Nick?" selidik Jery.
Gue sengaja enggak langsung jawab, malah ketawa kecil yang bikin Jery kesal. Jery kepo banget jadi orang. Dia malah lempar gue pakai botol air mineral yang habis ditenggaknya, untung nggak kena bibir bisa-bisa hilang pesonanya nanti. "Gue bareng dia di pesawat kemarin," terang gue sambil berjalan menyusul Jery ke arah kolam renang, "duduk sebelahan selama satu jam lima puluh menit nggak bikin cewek itu naksir gue, Jer. Anjir, dia beda dari cewek kebanyakan yang langsung pasang muka terbaiknya saat dekat gue." Tiba-tiba kepala gue yang sudah dalam posisi dekat dengan Jery mendapat toyoran. Sialan Jery.
"Sok tampan, Ci,"* sungut Jery.
"Udah dari lahir," jawab gue enteng sambil duduk di kursi yang sudah gue siapkan untuk memotret. Saat itulah Diva keluar hanya dengan berbikini. Sexy woman is real. Sesaat jiwa laki-laki gue merasa terbius.
"Oke, gue siap," ujarnya singkat tanpa ekspresi. Diva menggelung rambutnya ke atas menampakkan leher jenjangnya yang jilat-able itu. Eh, ada tato di leher belakangnya gambar matahari. Keren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Love #ODOCTheWWG
RomanceSaat seorang wanita bisa menolak gue, di situ aura ketampanan gue serasa lenyap bagai asap. Yaelah, tapi itu nyata. Wanita itu beda, dia malah terlihat ketakutan setiap gue berusaha mendekat. Entah di mana letak salahnya, yang jelas gue penasaran. L...