Bab 26. Diva: Buncah

425 40 8
                                    

Perasaan bersalah terus menghantuiku, membayangi setiap detik hingga terbawa mimpi.


"Tante, Diva harus gimana?" tanyaku pada Tante Ayu yang masih setia mendengarkan setiap kalimat dari mulut yang dipenuhi keresahan ini. Aku benar-benar resah, menyesal, dan merasa bersalah pada Nick. Pria itu pasti berkonflik hebat dengan Tante Ros. Menyesal karena aku sempat termakan emosi hanya karena Tante Ros menolak dan menghinaku, harusnya aku nggak melakukannya.



"Kasihan Nick, setidaknya mintalah maaf padanya, Div!"


Benar, aku harus meminta maaf.



Teringat akan pengakuan temanku kemarin tentang masa lalunya yang ternyata sempat dekat dan menyukai Nick. Dia melakukan segala cara untuk mendapatkan pria berambut pirang yang memiliki tatapan teduh itu, tapi nggak membuahkan hasil apapun. Sempat merasa sakit hati pada Nick dan mencari cara untuk membalas kekecewaan yang dia dapat dari pria itu. Terdengar egois dan berlebihan, tapi kadang seperti itulah perasaan wanita. Dia merasa sudah melakukan semua yang menurutnya bisa membuat Nick jatuh hati, termasuk menghentikan kebiasaan merokok karena tahu Nick anti dengan benda berasap mematikan itu.



Berarti rasa cemburuku selama ini nggak seharusnya terus dipelihara.


Aku bahkan sering mengira Nick suka memanfaatkan ketampanannya untuk menakhlukan wanita.


"Aku akan menemuinya segera, Tan."


Tante Ayu mengangguk setuju, memelukku dengan hangat, mengusap bahuku sebagai tanda dukungan.


"Tetaplah menjadi anak baik, sejahat apapun dunia memperlakukanmu!"



Aku mengangguk sebagai tanda setuju.


Aku bergegas masuk ke kamar, menyalakan musik dan mulai menikmati setiap lirik yang dinyanyikan Kelly Clarkson dengan penuh penghayatan.  Lagu berjudul Piece By Piece sukses membuatku berpikir lagi, lagi, dan lagi. Harusnya aku mendukung Nick bukan malah menikamnya dari belakang seperti ini. Lagu ini benar-benar menggambarkan diriku, di masa lalu aku dicampakkan Papa dan sekarang pria baik bernama Nick itu berusaha menghapus kepahitan yang aku rasa dan menggantikannya dengan limpahan kasih sayang.


Sama dengan lagu Because Of You, lagu Piece By Piece juga ditulis berdasarkan kisah nyata Kelly, itu sebabnya mengapa aku sangat mengidolakannya, mengaguminya sebagai wanita hebat yang bisa bertahan dari gempuran peristiwa buruk dalam hidup.


Kami sama-sama lahir di bulan April, dengan kesakitan yang serupa, dan pada akhirnya aku memimpikan akhir bahagia sepertinya, memiliki pria yang mampu menambal luka hati di masa lalu. Aku ingin pria itu, menjalani sisa hidup dengan derai tawa. Tuhan, aku menginginkannya, jika Nick terbaik bagiku maka permudahlah, dan jika memang dia bukan yang Engkau pilih untukku maka gantilah sesuai pilihan-Mu, dan biarkan kami bahagia dengan masing-masing jalan terbaik yang Engkau pilihkan.



Air mataku lagi-lagi menetes, perasaan bersalah dan penyesalan serta desakan rindu menyatu menjadi satu.


'Nick, maafkan semua yang sudah kulakukan, aku nggak bisa membohongi diriku sendiri, aku kangen kamu, Nick.'


Sebuah pesan kukirim pada Nick.


'Aku udah maafin kamu. I miss you like crazy, Diva.'


Air mataku menetes perlahan, mula-mula satu kemudian dua dan akhirnya membanjir membasahi pipi kusutku yang beberapa hari ini nggak terawat. Aku merindukannya, sangat! Ingin rasanya aku berlari menemuinya, memeluknya dengan semua buncah di dada. Ingin melepas semua bersamanya. Melabuhkan rasa yang selama ini takut untuk kuakui.


'Temui aku sekarang, Nick!'


Sungguh, aku nggak bisa menahan diriku sendiri.


'Jangan jadikan aku iblis dengan mengundangku di saat seperti ini, Diva!



Malu, tapi aku nggak peduli lagi dengan apa pun yang Nick atau orang lain pikirkan.


'Kita sama-sama dewasa, Nick.'


Cukup lama Nick membalas.


'Jangan buat ini rumit, Div, bahkan aku nggak berani menjanjikan kamu apapun.'


Sedikit menyesakkan mendengar jawaban Nick.

'Maafkan aku, Nick. Aku akan menemuimu lusa, kita perlu bicara, Nick.'


'Aku tunggu, tapi aku nggak bisa menjanjikan apapun, siapkan hatimu untuk kemungkinan terburuk, Div.'


'I'll try.'



Baru saja aku berniat memejamkan mata, dering telepon membuatku kembali melongok layar persegi panjang itu. Nama Yama di sana. Sejenak aku menghela napas dan mengembuskan perlahan, "halo," sapaku. Terdengar helaan napas agak berat di seberang sana.



"Halo, Div," jawab Yama, "apa kamu udah punya jawaban untuk pertanyaanku tempo hari?"


Yama menagih jawaban, sedangkan hatiku masih terus memikirkan Nick, setidaknya sampai hubungan kami jelas statusnya. "Aku belum bisa jawab, Yam. Beri aku waktu lagi untuk berpikir dan menyelesaikan semua, karena aku nggak mau jadi pihak yang nggak adil," terangku.



"Oke kalau begitu, tapi pastikan kamu berpikir realistis, jangan paksakan segala sesuatunya agar sesuai dengan kemauanmu," tegas Yama.




"Aku akan mencobanya, Yam. Masa depan Al ada di tanganku," tukasku menegaskan.


Otakku berpikir, mulai membandingkan kedua pria baik berbeda karakter itu.


Nick, begitu memesona dengan kepribadian hangat dan cerianya yang sanggup membawa kebahagiaan tersendiri setiap aku bersamanya. Sikap baiknya mampu membuat Al dan Tante Ayu menyukainya, memberiku dukungan untuk bisa hidup bahagia dengannya, tapi bagaimana dengan Tante Ros yang mati-matian menolakku? Nick bahkan sangat menyayangi mamanya, dia pernah mengucapkannya sendiri di hadapanku saat kami sedang berada di Bali.


Yama, pria baik yang bahkan selalu ada untukku bertahun-tahun lamanya.


"Yama itu terlalu kaki buat kamu, Diva. Usianya bahkan sama dengan Tante, apa kamu yakin akan bahagia dengan laki-laki setua itu?" kata Tante Ayu saat itu.


Yama adalah Dewa penolong dan pelindungku.


^***^

Baru up, dan semoga nggak terlalu apalah-apalah. Masih berusaha lebih baik, tapi belum bisa, jadi begini hasilnya. Nikmatilah kerja keras emak!


Kritik saran masih boleh di komen, emak nggak akan marah.

Salam,

Nofi

Tangsel, 26 Agustus 2018.

Blue Love #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang