Aku mendengar teriakan Nick. Aku harus profesional. Waktu menenangkan diri harus segera berakhir. Jujur saja bikini yang kupakai sekarang sangat enggak nyaman. Ukurannya aduhai minim banget. Seumur-umur aku enggak kebayang bakal foto dengan pakaian seminim ini. Aku memutuskan untuk keluar dan meneruskan sesi ini. Ini memang resiko dari pekerjaan yang memang belum bisa kutinggalkan, setidaknya sampai beberapa tahun ke depan. Betapapun sakitnya aku harus menjalani pekerjaan ini. Aku sadar akan selalu ada konsekwensi untuk setiap pilihan.
"Pose terakhir untuk yang ini dan abis itu makan siang dulu sebelum lanjut yang lain," kata Nick setelah menengok jam di tangan kirinya. Kami sudah melakukan pengambilan gambar hampir tiga jam. Selama itu aku terus menahan untuk tetap profesional dan tidak ceroboh. Wajah Nick yang tampan dan bule bikin aku hilang konsentrasi. Meski kulitnya lebih menyerupai orang Indonesia, tapi garis wajahnya jelas ada darah Eropa.
Nick mengarahkanku untuk pose yang lebih sensual seperti yang klien mau. Bikini berwarna merah terang ini pasti bikin mata lelaki mana pun melotot karena ukurannya yang minim. Aku merasa sedang menjual diri demi sesuap nasi. "Oke," jawabku akhirnya.
"Bibirnya dibuka dikit, dong, biar tambah seksi," perintah Nick dari balik kamera. Bukan membuka bibir, aku malah menunduk dan kemudian menggigit bibir bawah demi meredam kegugupan. Sepertinya Nick mengambil gambar itu dan dia terlihat mengamati dengan saksama.
Beberapa kali Nick mengarahkan untuk pose-pose sensual seperti kemauan klien. Entah kenapa kali ini aku semakin hilang fokus, setiap Nick berusaha mendekat untuk memperbaiki posisi, aku malah menahan napas hingga tersengal. Sesak napasku kambuh, ini gawat! Aku nggak mau Nick bingung. "Sorry, gue nggak bisa lanjut," putusku sepihak, lalu berlari ke arah kamar ganti. Aku mencoba kembali menenangkan diri supaya napas kembali normal. Mataku terpejam demi meredam desakan dalam dada yang sungguh menyesakkan. Rasanya dada ini sesak dan sakit yang tak bisa dilukiskan.
Masih ada dua bikini lagi dan aku merasa enggak sanggup. Entah apa yang harus aku bilang pada Nick dan asistennya. Ternyata traumaku masih belum hilang. Pintu kayu jati di belakangku diketuk dan terdengar suara Nick di luar. Aku merasa bersalah sudah bikin orang lain repot karena trauma ini. Aku harus berusaha hadapi ini dan berbicara pada Nick. Harus.
Aku membuka pintu itu perlahan. Ada Nick dan asistennya di sana. Belum sempat berkata apa-apa, Nick dengan cepat menarik tanganku. Reflek kutepis tangan kekarnya dengan kasar.
"Diva---"
"Gue nggak suka dipegang-pegang!"
"Diva, kita udah setengah jalan," ujar Nick memulai petuah, "tinggal dua kali ganti, masing-masing akan gue ambil tiga pose." Nick coba bernegosiasi denganku. "Kita makan dulu, dan tolong santai aja! Gue nggak akan kurang ajar, gue bukan laki-laki brengsek," lanjutnya.
"Tolong jangan dekat-dekat sama gue," pintaku dengan masih menatapnya penuh khawatir, "gue akan coba semaksimal mungkin. Tolong arahin gue dari jauh, jangan coba dekat-dekat ... atau gue cabut!" ancamku serius. Mata kami sesaat terkunci dalam radius begitu dekat.
Meski terlihat bingung tapi dia setuju, demi lancarnya kerjaan dan honor mungkin. Aku menyetujui untuk lanjut sesi berikutnya setelah makan siang. Saat itulah aku manfaatkan waktu untuk menghubungi Yama. Beberapa kali deringan dan akhirnya diangkat.
"Yam, aku nggak ngerti kenapa aku masih takut berdekatan sama lelaki asing?" tanyaku pada Yama sambil mengunyah nasi padang.
["Laki-laki bule"] tanya Yama kaku.
"Hmmm, sepertinya indo," jawabku sambil sekilas menengok ke arah Nick. Ternyata Nick sedang memperhatikanku dengan serius. Matanya bikin aku hilang kendali, lemas, dan sesak napas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Love #ODOCTheWWG
RomanceSaat seorang wanita bisa menolak gue, di situ aura ketampanan gue serasa lenyap bagai asap. Yaelah, tapi itu nyata. Wanita itu beda, dia malah terlihat ketakutan setiap gue berusaha mendekat. Entah di mana letak salahnya, yang jelas gue penasaran. L...