Bab 16. Diva: Aku Menyesal

658 41 3
                                    

Sore ini adalah awal segalanya, entah apa yang terjadi dalam tubuhku, tapi tiba-tiba saja rasa takut itu perlahan hilang. Kepercayaanku pada Nick mulai tumbuh, dan mungkin itu yang membuat rasa takut sedikit demi sedikit memudar. Reaksi tubuhku membaik, terbukti yang tadinya berdekatan dengannya saja menyebabkan sesak napas, sekarang nggak lagi.


"Aku takut kehilangan kamu, Nick," desahku tanpa malu.

Sungguh masa lalu kelamku membuat rasa takut kehilangan begitu besar. Apalagi melihat Nick yang sepertinya begitu mudah dekat dengan wanita. Pekerjaan Nick yang membuat dia begitu. Hidupnya selalu dikelilingi para model cantik dengan bentuk tubuh aduhai. Aku sadar itu benar-benar membuat aku takut ditinggalkan.


"Kamu nggak akan kehilangan aku," ucapnya menenangkan masih dengan mendekap tubuhku.


"Kamu pasti akan mencari perempuan yang bisa bikin kamu senang," rajukku seraya mengeratkan pelukan.

Dia menggeleng, "punya kamu dan Al itu sudah cukup dalam hidupku." Apa benar dia setulus itu? Bahkan dia selalu menyebut nama Al di setiap kami bersama. Aku melepas pelukan dan menatap mata lembutnya. Dia tersenyum hingga cekungan kecil di pipi kirinya terlihat.


"Bagaimana kalau kamu ketemu perempuan yang lebih menarik dari aku?" Aku masih dihantui rasa itu, keragu-raguan yang terkadang menyulut api. "Kamu bertemu berbagai macam wanita hampir setiap hari, mengabadikannya lewat lensa yang otomatis akan masuk dalam otak kamu. Aku takut-"


Nick membungkam mulutku dengan lembut, melumat dan membawa debaran panas yang tadi sempat padam. Ciuman yang lembut, tapi melenakan. Air mataku menggenang dan perlahan menetes. Dengan cepat Nick melepaskan tautan bibirnya dan mengusap air mataku, melepas pelukan. Dia terlihat menyesal dan langsung keluar kamar dengan tergesa.


Baru beberapa saat dia kembali dan duduk di ranjang nggak jauh dariku. Dia menarik napas dan mengeluarkannya perlahan, "Diva, aku ingin kenalin kamu sama Mama. Aku nggak bisa terus-terusan begini, apa kamu setuju kalau hubungan kita lebih baik segera dicatatkan ke departemen agama?" Nick menggenggam tanganku dan mengecupnya hangat.


"Aku perlu pertimbangan Tante Ayu, dan Al."


"Itu pasti. Besok kita langsung ketemu Mama setelah pulang dari sini, ya."


Aku hanya mengangguk. Dalam hati aku berdoa semoga Nick adalah pria yang benar-benar aku cari. Pria lembut yang penuh kehangatan.

"Aku takut Mama kamu nggak setuju dengan hubungan kita, mengingat-" Telunjuk Nick menempel di bibirku dan menggeleng. Pria itu tersenyum dan mencoba menenangkan, menumbuhkan harapan baru bagiku.


"Kita akan melaluinya bersama-sama. Untuk permintaan maafku atas kejadian hari ini, gimana kalau besok kita jalan-jalan?" tawar Nick semangat. Jalan-jalan tentu terdengar menarik. Apalagi bersama seseorang yang begitu ceria dan lembut seperti dia. Aku mengangguk dan berdoa semoga bisa menikmatinya. Sudah begitu lama aku nggak bisa menikmati apa pun dalam hidup, bahkan sekadar jalan-jalan pelepas penat.

***

Kami menuju kawasan Bedugul menggunakan mobil sewaan. Berangkat sebelum pukul tujuh setelah menikmati sarapan berdua nggak jauh dari tempat penyewaan mobil. Nick memutar lagu yang aku sendiri kurang familier, terdengar jadul dan beberapa kali menyebut kata 'Bali'.

"Lagu apaan, sih, aneh gitu liriknya?" Nick menoleh sekilas dan tersenyum, lalu kembali melihat lurus ke jalanan. Dia malah bersenandung dan sesekali bersiul, aneh.

"Ini lagu Slank, judulnya 'Bali Bagus'," terangnya kemudian sambil memperbaiki letak kaca mata hitamnya. Pria itu tampak segar pagi ini, dengan kaus hitam dan jaket serta kaca mata warna sama, memakai topi berwarna abu-abu yang menyatu dengan pirangnya. Senyumnya nggak pernah lepas dari bibir basahnya, aroma maskulin sangat tercium dari tempatku duduk.


Blue Love #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang