Gue nggak tahu harus mulai dari mana, tapi yang jelas gue ingin dengar semua dari Ayah.
Di sinilah gue, di kamar pribadi Ayah yang nggak begitu luas, hanya ada ranjang ukuran sedang dengan seprai warna putih, sofa kecil lengkap dengan meja kaca bulat, dan karpet bulu terhampar di lantai. Ayah mengajak gue duduk di sofa, saling berhadapan. Untuk pertama kalinya gue merasa asing berdekatan dengan pria berkepala sedikit botak bermata biru ini.
"Ayah, Nick nggak tahu harus tanya dari mana, tapi yang jelas, Nick dengar pembicaraan kalian," ujar gue dengan sedikit rasa canggung. "Nick pengen tahu semua yang selama ini kalian tutupi, semua, Yah, tanpa ada sensor." Mata gue menatap dalam mata biru yang penuh kasih itu, melihat senyum terpampang di wajahnya, sama sekali nggak mencerminkan keresahan atau rasa kurang suka.
"Apa saja yang Nick sudah dengar?"
"Tentang trauma Mama, dan kenyataan pahit tentang Ayah kandung Nick," jawab gue dengan kalimat yang tercekat di tenggorokan, sakit. Ayah menatap gue penuh kasih hingga air mata gue nggak sadar sudah memenuhi mata dan siap meluncur saat gue mendapati Ayah berpindah duduk. Menjajari dan kemudian memeluk gue.
"Nicholas Dawson adalah anak James Dawson, itu nggak akan berubah, sampai kapan pun."
Gue mendengar bisikan Ayah di kuping dan justru bikin dada makin sesak, sakitnya bertambah berkali-kali lipat.
"Kenapa kalian merahasiakan ini?"
Ayah melepaskan pelukan, merangkul bahu gue menggunakan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya sibuk menyeka air mata yang ternyata membanjir juga di wajahnya.
"Ayah kira semua akan berjalan sesuai rencana kami, Ayah dan Mama."
"Rencana menyembunyikan fakta?"
"Sama sekali bukan begitu, Nick."
Ayah melepaskan rangkulannya dan berjalan menjauh, mencari sesuatu di laci lemari kecil yang terletak di sudut kamar tempatnya menyimpan berkas-berkas kerja.
"Lalu kenapa?"
Ayah mengambil sebuah kotak berwarna hitam berukuran sebesar kardus air mineral, lalu memasukkan anak kunci yang tadi diambilnya, diputar ke arah kanan sekali dan kotak itu terbuka. "Kemarilah!" Ayah menyuruh gue mendekat ke arahnya.
Sedikit penasaran, gue bergegas mendekat dan mendapati tumpukan buku yang penampakannya kayak novel. Ayah mengeluarkan semua isi kotak itu, gue mendapati beberapa novel dengan nama penulis yang sama Thomas C. Horn.
"Ini apa, Yah?" Gue menatap Ayah dan benda-benda itu bergantian.
"Ini semua karya ayahmu, dan ini ... ada foto lama yang mungkin Nick ingin lihat," jelas Ayah sambil menyodorkan album foto berukuran sedang ke gue. Dengan tergesa gue terima dan mulai membalik lembar-lembar di dalamnya yang berisi foto Mama dan seorang bule tampan, yang—menurut gue—mirip banget sama gue.
"Dia Ayahku?"
Ayah mengangguk, "iya, kalian sangat mirip!"
Ya, itu fakta.
"Karena alasan itu Mama pernah membenciku?"
Ayah lagi-lagi mengangguk, lalu beliau bercerita, "kami menikah dan memutuskan untuk menetap di Jakarta, dengan maksud agar mamamu tidak lagi mengingat luka-luka dan kesakitannya. Cukup berhasil, lalu saat kamu lahir, semua berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Love #ODOCTheWWG
RomanceSaat seorang wanita bisa menolak gue, di situ aura ketampanan gue serasa lenyap bagai asap. Yaelah, tapi itu nyata. Wanita itu beda, dia malah terlihat ketakutan setiap gue berusaha mendekat. Entah di mana letak salahnya, yang jelas gue penasaran. L...