Sudah seminggu sejak pertemuan kami di apartemennya.
Malam ini Nick mengajakku dinner katanya, sih, sebagai kenangan jika kelak kami memang benar-benar harus berpisah. Aku tahu pria itu belum sepenuhnya menerima kenyataan bahwa hubungan kami memang nggak bisa dipaksakan untuk terus berlanjut. Kendati demikian, aku tetap mengiyakan keinginannya, berharap kami tetap bisa berteman baik.
Dengan dandanan serba natural aku datang ke restoran tempat kami janji bertemu, dan hatiku tiba-tiba berdebar hebat karena tempat itu sungguh sepi. Benarkah tempat ini yang Nick maksud? Ponselku bergetar menampilkan sebuah pesan.
'Siapkan hatimu untuk sebuah kejutan istimewa, sekarang masuklah!'
Mataku menjelajahi tempat itu dari luar karena memang dinding kaca menyeluruh yang membuat tempat itu bisa dilihat dengan leluasa bahkan dari jalanan. Pandanganku masih menyapu setiap titik yang memang benar-benar lengang tanpa satu pun pengunjung, sementara beberapa pelayan terlihat sedang sibuk menyiapkan sesuatu di area lain. Aku melangkah ragu ke arah pintu masuk dan langsung disambut oleh seorang pelayan berpakaian serba hitam dengan setangkai mawar merah di tangan yang langsung diberikannya padaku, wah istimewa sekali. Lalu dia mengantarkanku ke area outdoor yang bersisian dengan kolam renang.
Pemandangan di sana sungguh indah, lilin-lilin kecil menghiasi kolam, dengan membentuk love besar di tengah-tengah. Ada sebuah meja dilengkapi dua kursi yang ditata berseberangan, mawar merah kembali terlihat di sana, kali ini satu vas penuh. Dia mempersilakanku duduk setelah menarik salah satu kursi. Jujur saja aku merasa ini berlebihan, atau jangan-jangan aku salah tempat?
'Nggak usah bingung, kamu berada di tempat yang tepat.'
Nick kembali mengirim pesan.
Apa maksud pria itu dengan menggiringku ke suasana penuh keromantisan seperti ini?
Saat itulah datang pria berpenampilan sangat rapi, memakai dasi kupu-kupu sebagai pelengkap penampilan sempurnanya. Tuxedo hitam membalut kemeja putih yang nampak pas di tubuh atletisnya, senyum manis terpasang di sana. Rambut pirangnya di sisir rapi dengan pomade dipercaya sebagai sentuhan terakhir yang memancarkan sejuta pesona.
Kalau seperti ini niat yang tadinya bulat dan solid bagai bola golf bisa tiba-tiba melempem melebihi kerupuk yang siap diolah jadi seblak. Penampilan Nick malam ini benar-benar beda dari yang pernah kulihat sebelumnya, sangat mengagumkan. Nggak terbayang seandainya saja takdir berkata lain dan kami bisa bersanding di kursi pelaminan, mungkin hatiku nggak akan berhenti mengaguminya. Dia benar-benar terlihat sempurna!
Nick menarik kursi di hadapanku, seketika lampu-lampu taman yang tadi menyala redup di sudut-sudut area ini mendadak mati menyisakan nyala kecil lilin di meja kami.
"Nick ...," seruku nggak percaya dengan semua ini.
Dia masih tersenyum dan melipat kedua tangannya di atas meja, menampilkan pemandangan yang sukses membuat jantungku sibuk mengendalikan iramanya.
"Kamu keberatan?" tanyanya.
Rasanya nggak mungkin aku mengatakan 'iya' di saat seperti ini.
"Tentu nggak, Nick, tapi kurasa ini sedikit berlebihan," kataku coba memberinya pengertian.
Dia menggeleng tegas masih dengan senyum tersungging di sana, menatapku penuh kelembutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Love #ODOCTheWWG
RomanceSaat seorang wanita bisa menolak gue, di situ aura ketampanan gue serasa lenyap bagai asap. Yaelah, tapi itu nyata. Wanita itu beda, dia malah terlihat ketakutan setiap gue berusaha mendekat. Entah di mana letak salahnya, yang jelas gue penasaran. L...