Epilog

1.1K 41 26
                                    

Dari sini gue bisa melihat binar bahagia dari kedua insan berlainan jenis kelamin itu.

Yama dan Diva masih berdansa di acara makan malam romantis yang gue rencanakan.

Pria baik itu gue percaya akan menjaga Diva, menjadikannya seorang ratu yang sesungguhnya.

Matahari yang dicari Diva ada dalam diri Yama, pria itu sanggup memberinya kehangatan di balik semua sikap kaku yang selalu ditunjukannya.

Makan malam romantis ini adalah konsep matang yang gue gagas dalam waktu seminggu, dan sengaja gue menyewa satu restoran biar benar-benar terasa suasanya romantisnya.

Gue menata hidangan yang akan mereka santap dibantu beberapa orang pelayan, dan itu sungguh membuat gue bahagia. Kejutan indah yang bahkan baru kali ini gue lakukan untuk seorang wanita, yang dalam kasus ini adalah calon istri orang. Sebuah paket bulan madu lengkap resepsi kecil-kecilan untuk pernikahan mereka sudah kami--gue, Mama, dan Ayah--siapkan.

Sebulan kemudian



"Nick, mama udah lama banget nggak ke sini," isak mama antara sedih dan bahagia. "Terimakasih, kamu bisa membuat mama bisa kuat berdiri di tempat ini lagi," imbuh wanita hebat gue itu.





Ayah mengelus bahu kanan mama. Gue paham banget perasaan mama. Tempat ini adalah salah satu yang paling mama benci karena kenangan pahitnya dulu dengan laki-laki terkutuk yang faktanya adalah ayah biologis gue.



"Mama wanita hebat. Terimakasih sudah jadi mama terhebat buat Nick."





Kami berpelukan untuk saling melepaskan rasa haru. Sebuah deheman kecil terdengar lembut di telinga gue. Gue tersenyum sambil melepaskan pelukan mama. Deheman yang sangat gue kenal.





Diva berdiri anggun dengan gaun pengantin sederhana berwarna putih tulang. Senyum dan binar matanya sungguh membuat hati gue bahagia. Mama memeluk Diva erat dan mereka saling terisak.





"Ini hari bahagia, jangan nangis!" kata ayah dengan senyum dan tatapan teduh. Kedua wanita berbeda usia itu saling melepas peluk dan akhirnya tertawa serak. Kedua wanita terhebat dalam hidup gue itu saling menatap.





"Selamat berbahagia, Diva. Hanya ini yang bisa kami hadiahkan buat wanita hebat sepertimu," ujar Ayah.





Ayah menjabat tangan Diva. Wanita berambut cokelat kemerahan itu mengucapkan terimakasih. Hari ini gue benar-benar bahagia. Mama yang akhirnya berdamai dengan masa lalunya, dan tentu saja Diva yang secepat ini memutuskan untuk menikah. Semua bagaikan hadiah terindah dalam hidup gue.





"Hai, Nick. Thank you so much, Bro!"





Ternyata Yama sudah berada di hadapan gue dengan kemeja putih, tuksedo dan dasi kupu-kupu warna hitam. Kami berpelukan erat. Dia terlihat memesona dalam balutan formal. "Thanks juga untuk semua yang udah lo lakuin buat gue," balas gue tulus.





"Kita sama-sama laki-laki dewasa, dan gue lakuin semua itu bukan buat lo," sunggingnya, "tapi buat Diva. Seperti yang lo lakuin saat ini pastinya."





"By the way, gue udah ambil paket bulan madu di Wana Vila," ujar gue sambil mengarahkan telunjuk dan mata ke seberang danau. "Gue tahu Diva pengen nginep di sana, tapi tentu saja dia takut gue kurang ajar waktu itu." Kami tergelak, sangat kencang hingga Diva yang sedang berbincang dengan mama datang karena penasaran. Kami salah tingkah. Laki-laki mana yang nyaman ngomongin kebusukan diri sendiri di depan wanita tepat pada hari spesialnya.





"Kalian seru banget, sih?" tanya Diva menyelidik, meneliti wajah kami.





"Nick kasih kita paket bulan madu di Wana Vila, katanya dulu kalian hampir mau ke sana?" Yama angkat bicara. Mendadak Diva membeku. Respon yang sebenarnya tidak gue harapkan. Perlahan ia menoleh ke seberang danau, mengamati. Diva perlahan tersenyum, dan itu sukses bikin kami menarik napas lega.





"Apa dulu aku semenakutkan itu di mata kamu?" ledek gue sambil tersenyum jail, tapi ternyata Diva malah kaget, "aku bercanda, nggak usah dijawab! Lebih baik siapin diri buat menikmati dinginya malam di vila romantis itu."





Diva akhirnya tersenyum di rangkulan Yama. Gue yakin Yama akan membahagiakan Diva. Yama memiliki banyak hal yang membuat Diva nyaman. Matahari yang selama ini Diva cari ada pada diri Yama, dengan semua sifat alaminya yang meski kaku tapi hangat.





"Sekali lagi selamat untuk pernikahan kalian, oh, iya lupa, salam buat Al, ya."







"Thanks, Nick," sahut Diva dengan mata cokelat mudanya yang berbinar.







Kami berjabat tangan, saling berbagi kebahagiaan. Kebahagiaan Diva terpancar jelas di mata cokelat muda itu, ia telah menemukan matahari yang selama ini dicarinya. Begitu juga dengan gue yang bahagia karena mama akhirnya bisa lebih bahagia setelah bisa memaafkan masa lalu kelamnya.







Oh, iya satu lagi gue bahagia karena bisa mewujudkan cita-cita masa kecil menjadi seorang penulis. Setelah semua yang gue lewati, akhirnya kebahagiaan hadir dalam hati ini. Mungkin jodoh akan datang setelah ini, who knows?



"Hai, Bule!" seru sebuah suara.





Suara wanita. Gue hanya mengenal satu wanita yang memanggil dengan sebutan itu. Senyum gue melebar, menyambut seseorang dibalik suara lembut itu.







"Long time no see," serbu wanita itu menubruk tumbuh gue yang memang sudah siap.







"Casey!" Hanya itu yang mampu gue ucap di antara debaran jantung yang berpacu terlalu cepat.





End.

^***^

Bagaimana cerita ini?

Makasih banyak kuucapkan buat semua yang sudah menyemangatiku, memberi kritik dan saran, vote dan komentar, aku bahagia bisa menamatkan cerita ini.

Semoga bisa ketemu di cerita selanjutnya.


Salam,

Nofi

Tangsel, 30 Agustus 2018.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Blue Love #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang