4. Aku yang Tak Setia

47.3K 3.9K 109
                                    

Absen dulu, yok.

Haters Satya? Ada? Angkat jarinya.

Panggilan kalian ke Satya bagus, ya. Bang Sat. Pakai embel2 Bang, begitu menghormati 😂😂😂 Nanti Satya terharu...











-Cinta itu terkadang bagai bunga mawar, begitu indah tapi kalau tidak hati-hati kita bisa terluka karena terkena durinya-

Aku tidak mencintaimu, tapi ingin memilikimu, salahkah aku?
Kirana








Kirana yang melihat Satya menuruni tangga, langsung bergegas menghampiri suaminya itu untuk sarapan. Ia sudah mempersiapkan kari kesukaan Satya, dan berharap Satya mau mencicipi masakannya. Itu lebih dari cukup, karena Satya jarang di rumah, sehingga Kirana jarang menghidangkan untuk suaminya.

"Satya," panggil Kirana dengan raut wajah ceria. Ia menarik lengan Satya.

"Ada apa? Wajahmu terlihat bahagia sekali," Satya menatap Kirana curiga.

"Aku baru saja selesai memasak. Aku ingin mengajakmu sarapan."

Satya hanya mengangguk, lalu melangkahkan kakinya mengikuti istrinya ke meja makan.

"Satya, aku sudah menyiapkan kari kesukaanmu. Semoga kamu suka."

Satya hanya berdeham, ia langsung mengambil mangkuk dan mengisinya dengan nasi dan kari. Ia langsung memakannya dengan raut wajah datar membuat Kirana bertanya-tanya, apakah masakannya cocok di lidah Satya atau tidak. Kirana takut mengecewakan Satya.

"Rasanya tidak enak, ya?"

"Lezat, kok," balas Satya masih dengan ekspresi datar tanpa menengok ke arah Kirana.

Semburat merah muncul di pipi Kirana, ada perasaan lega di hatinya. Ia hanya ingin berlaku baik, agar Satya tidak semakin membencinya. Entah kenapa, kebencian Satya padanya begitu menyakitkan.

"Kamu tidak makan?" Satya menengok ke arah Kirana.

"Iya, ini baru makan."

"Ki, nanti siang kita ke dokter kandungan kenalanku," ajaknya dengan nada santai.

Kirana mengernyit, "Ngapain? Aku tidak hamil, kok. Jangan aneh-aneh."

Satya meletakkan sendoknya.

"Periksa kandunganlah, mau program hamil. Mau apalagi coba?"

Kirana menggeleng. Bukannya, tidak mau mengandung anak Satya, tapi dirinya belum siap hamil di saat seperti ini. Karena, sifat Satya yang tidak bersahabat. Ia paham betul ibu hamil butuh banyak perhatian, apalagi perhatian dari suami. Sementara, Satya saja suka mengacuhkannya. Bagaimana perasaannya kelak kalau lelaki itu tidak ada di sisinya, atau mau menuruti keinginan jabang bayinya.

"Maaf, Satya. Aku belum ingin punya anak," Kirana menunduk tidak berani menatap Satya.

"Kamu ini istriku, sudah seharusnya kamu mengandung anakku. Mau menunggu apalagi? Kita sudah menikah hampir setahun. Mamaku juga sangat menginginkan hadirnya seorang cucu."

"Masalahnya, aku tidak yakin denganmu, kamu saja sering menyakitiku. Aku tidak mau tertekan saat mengandung karena sikapmu padaku," aku Kirana dengan nada rendah.

"Selama ini, aku kurang apa? Aku merasa tidak manyakitimu, kamu saja yang sering membesarakan masalah sehingga kita sering ribut," Satya membantah, tidak mau disalahkan.

"Sudah kucukupi semua fasilitas untukmu. Semuanya, tidak ada yang kurang. Kamu mau menghamburkan uangku, silakan. Mau untuk belanja, perawatam atau apa. Aku tidak akan melarang. Kurang baik apa?" lanjut Satya.

Kirana mendongak, ia tersenyum masam seraya menggelengkan kepalanya. Dirinya benar kecewa dengan jawaban Satya yang tak paham di mana salah lelaki itu. Padahal, sudah jelas Kirana memprotes berulangkali akan perilaku Satya yang dingin dan suka menghilang seenaknya.

"Bukan itu yang kubutuhkan. Keluargaku kaya raya, jadi mau kamu memberikanku uang atau tidak, aku bisa meminta kepada orang tuaku," Kirana menatap Satya sendu, "aku mau kamu memperhatikanku, tidak mengabaikanku, tidak berkata dingin atau ketus, tidak hilang seenaknya sendiri, dan yang paling penting satu aku ingin semua orang tahu kalau aku istrimu."

"Aku sibuk bekerja, tidak punya banyak waktu untuk memperhatikanmu. Kamu sudah besar, sudah bisa mengurus dirimu sendiri. Aku pergi juga untuk menenangkan diri karena malas bertengkar denganmu setiap hari."

"Alasan. Kamu selalu seperti itu. Kamu tega menyakitiku. Kalau kamu memang tidak ingin menyakitiku, setidaknya buat orang-orang tahu kalau aku istrimu. Aku lelah menyembunyikan hubungan ini. Banyak temanku yang mencibir, kalau aku ini simpanan om-omlah, perebut suami oranglah, dan sebagainya."

"Hanya orang kurang kerjaan yang mencibirmu seperti itu. Lebih baik tidak ada orang luar yang tahu kita telah menikah. Kamu mau jadi cibiran orang lagi, kalau kamu menikah denganku setelah malam itu. Apakah mereka tidak akan mengungkit masa lalu dan menerka-nerka apa yang terjadi waktu itu dan curiga," Satya menatap Kirana dengan raut wajah serius.

Kirana terdiam, ia menelaah setiap perkataan Satya. Ia meremas-remas gaunnya.

"Kirana, orang-orang pasti bertanya-tanya kalau tahu kita telah menikah, mengapa seorang Kirana mau menikah dengan Satya Pradipta. Apakah mereka tidak mencurigaimu kalau kamu telah melakukan kebohongan besar. Bahkan banyak orang yang tidak percaya dengan skandal itu, beberapa orang menuduhmu telah menjebakku."

"Aku tidak menjebakmu. Jangan dengarkan mereka. Aku hanya takut Dewa salah paham dan meninggalkanku. Makanya, aku berbohong. Aku tidak ada niatan melukaimu," Kirana memejamkan matanya, berusaha mengenyahkan bayangan masa lalu yang menyelusup di pikirannya.

"Jawabanmu juga menyakitkan untukku. Demi Dewa, kamu mengorbankanku. Kenapa malam itu aku menolongmu? Kalau tahu begitu, aku pura-pura tidak tahu saja," Satya menatap Kirana dengan lembut, tapi malah membuat Kirana ketakutan, "tapi, aku tidak pernah menyesal. Aku melakukan hal yang benar, melindungi orang yang kucintai, bukan mengkhianatinya. Betapa baiknya ya diriku dulu, pantas saja kamu enggan melepasku, meski sudah menjadi kekasih Dewa, kamu masih saja menemuiku selayaknya seorang kekasih dan melupakan semuanya seolah-olah tidak terjadi apa-apa."

"Maaf, aku memang serakah Satya. Aku yang mencampakkanmu, tapi aku masih saja mengejarmu. Dewa baik, tapi tidak seperti dirimu. Jadi, aku sulit melepasmu," aku Kirana yang menyesal memperlakuakn Satya tidak adil.

"Seharusnya kamu tidak melakukan itu. Perempuan baik-baik tidak akan berkencan dengan pria selain kekasihnya," Satya mengenggam tanga Kirana yang berkeringat dingin, "kamu selalu merengek, menangis, dan mengancamku kalau tidak mau menemanimu jalan-jalan. Aku jadi merasa bersalah pada Dewa, meski aku membencinya. Harusnya Dewa yang merasa bersalah karena merebutmu dariku. Lucu, ya."

"Maafkan aku, Satya. Aku terlalu bodoh karena menyia-nyiakanmu."

Tbc..

Part besok kayaknya nyesek sih, apa kagak ya. Hehe

Tak pikir-pikir Satya itu melas, waktu pacaran enggak dianggap, tiba2 Kirana udah pacaran sama Dewa dan Kirana dengan santainya bilang udah putus. Terus si Satya dijadiin ban serep, dll. Tapi, aku kok enggak kasihan sama Satya, ya.

"Apa cuma aku yang enggak kasihan sama Satya. Ini aku yang enggak punya hati atau bagaimana?"

Aku Bukan Simpanan (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang