21. Tega

45.1K 4K 172
                                    


Satya mendekat, ia duduk di samping Kirana.

"Satya, banyak hal yang masih tidak kumengerti, walau kamu sudah mengatakan semuanya. Tetap saja, aku merasa kamu menyembunyikan sesuatu," Kirana menatap Satya lekat. Yang ditatap hanya diam memikirkan jawaban yang tepat untuk Kirana.

"Apakah kamu masih mencintaiku? Maksudku, apakah masih ada sedikit rasa yang tersisa untukku?"

"Tidak tahu. Aku bingung."

Kirana menggenggam tangan Satya, lalu tersenyum semanis mungkin, "Kalau misalnya kamu punya pilihan, kamu akan menikahiku atau menikahi Dandelion? Maksudku, aku bukan kekasih pria mana pun dan masih mencintaimu. Lalu, Dandelion tidak dijodohkan dengan siapa pun dan keluarganya merestui hubungan kalian?"

Satya mendekap Kirana, lalu memejamkan matanya, "Tentu aku memilihmu."

Detak jantung Kirana menjadi tak menentu, sama pula dengan apa yang dirasakan Satya.

"Kenapa?" lirih Kirana yang nyaris tak terdengar.

"Karena kamu lebih baik darinya. Dia memang pengertian, penyayang, wawasannya luas, tapi belum tentu bisa menjadi istri yang baik. Aku mencintainya, tapi tidak buta kalau perilakunya tidak lebih baik darimu."

"Maksudmu?"

"Dia tidak sebaik yang aku kira, dia perempuan yang ambisius," Satya melepaskan pelukannya, ia sandarkan kepalanya di bahu Kirana dan memeluknya dari samping.

Kirana tahu kalau Nayla memang kurang baik dari cara wanita itu berinteraksi dengannya. Namun, ia pikir Satya tidak tahu tentang perilaku wanita itu.

"Jadi, keputusanku menikahimu adalah hal yang tepat. Lagi pula, aku kembali kemari, dulu karena aku ingin kembali bersamamu. Aku pikir dulu kamu hanya kesal padaku, jadi perkataanmu di rumah sakit aku pikir tidak sungguh-sungguh. Aku selalu menepis kenyataan bahwa kamu mengkhianatiku," Satya mengingat kembali, masa-masa yang telah ia lewati. Beberapa waktu dirinya sangat terpuruk, tidak bisa menerima kenyataan. Setiap hari hanya memandangi lukisan Kirana yang pernah ia buat. Menatapnya dengan sendu dan terus mencari cara agar bisa menemui Kirana yang pasti hasilnya nihil.

"Kamu sudah lama kembali, tetapi kenapa tidak menemuiku, kalau memang ingin bersamaku kembali."

"Kamu kan kekasihnya Dewa dan kalian terlihat sangat bahagia. Mana mungkin, aku menikung kekasih sepupuku."

Kirana hanya mengangguk, ia paham Satya memang seperti itu. Terlalu pasrah. Itu yang tidak ia sukai dari Satya.

"Aku benar-benar kembali untukmu, percayalah. Kalau tidak percaya tanya ayahmu!"

Kirana menyipitkan matanya.

"Ayahmu tahu kalau aku masih mencintaimu karena beliau bertanya padaku, kenapa aku sering menanyakan keadaanmu."

Kirana tak percaya kalau ayahnya dan Satya selama ini berhubungan baik. Ini sulit dimengertinya.

"Kok bisa kamu bertanya tentang keadaanku melalui ayah?"

"Kami kan berkerja sama."

"Bukan, maksudku kan setelah kejadian--"

"Ayahmu tahu yang sebenarnya, kalau aku tidak pernah melecehkanmu sejak belasan tahun yang lalu."

Kirana membekap mulutnya, waktu terasa berhenti untuknya. Ini benar-benar di luar perkiraannya. Kalau memang benar, kenapa ayahnya diam saja selama ini?

"Tidak usah bingung. Waktu itu ayahmu menjengukku dan bertanya apa yang terjadi sebenarnya. Dan, aku menjelaskannya. Beliau langsung berlutut dan meminta maaf kepadaku karena merasa gagal mendidik putrinya," Satya mengingat betapa terpukulnya mertuanya itu. Lelaki baya itu terus memohon maaf dan berjanji akan mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat anaknya. Ayah Kirana itu hendak menemui kedua orang tua Satya untuk meminta maaf dan menerima apa yang akan mereka lakukan termasuk tuntutan hukum. Namun, Satya memohon balik kepada Tuan Wisnu untuk menutup rapat-rapat kebenaran itu kepada siapa pun dan menganggap itu tidak pernah terjadi.

Kirana menitikkan air mata, ia yakin pasti selama ini ayahnya menderita karena terlalu memikirkannya.

"Aku meminta ayahmu untuk pura-pura tidak tahu. Aku tidak mau merusak nama baikmu. Aku dulu sangat mencintaimu."

"Maafkan aku, Satya. Terima kasih, kamu begitu baik padaku. Aku tidak tahu harus membalas kebaikanmu dengan apa?"

"Tetaplah bersamaku. Itu lebih dari cukup."

"Tapi, kamu benar-benar sudah tidak mencintai Dandelion?"

"Rasaku untuknya sudah meluap, sudah tidak ada lagi. Aku pikir dia wanita yang lemah lembut tapi ternyata tidak."

"Memangnya dia melakukan apa, sepertinya kamu kecewa sekali?"

"Dia tidak melakukan apa pun kepadaku. Aku hanya kecewa saja," Satya mengingat pertemuannya dengan Nayla kemarin, ia tidak menyangka istri sepupunya itu mengatakan hal yang sangat mengecewakan.

Kirana mengerutkan dahinya, ia semakin penasaran tapi Satya tak kunjung mengucapkan suatu hal lagi.

"Dia hamil," lirih Satya dengan nada lesu.

Kirana kaget dengan jawaban Satya, bukan karena mendengar Nayla hamil, tapi nada bicara Satya yang begitu kecewa. Ia sudah tahu kalau perempuan itu hamil, gara-gara
dirinya melihat Dewa di depan ruang kandungan. Lalu, malah akhirnya dia dan Dewa berdebat. Kemudian, membuat Raka salah paham.

"Kamu kecewa dia hamil anak suaminya?" Kirana menatap Satya lesu. Perasaannya begitu tak menentu. Dadanya terasa sesak karena memikirkan hal itu.

Satya menggeleng.

"Bukan, aku malah senang kalau dia hamil. Yang aku kecewakan, dia mau mengugurkan kandungannya," Satya menghela napas dalam-dalam, "aku merasa bersalah, karena tidak bisa membuatnya melupakanku."

Kirana yang mendengar penjelasan Satya langsung terbelalak. Ia tidak menyangka Nayla segila itu mau mengugurkan darah dagingnya sendiri. Apa salahnya mengandung anak Dewa, toh Dewa sangat menyayangi Nayla, pikir Kirana.

"Itu tandanya kamu masih mencintainya, buktinya kamu sangat  memedulikannya," Kirana meremas ujung bajunya, "lalu, kenapa dia setega itu mau mengugurkan kandungannya?"

"Bukan begitu. Aku sudah tidak mencintainya lagi. Ya, karena dia tidak mencintai suaminya."

"Kok aneh gitu, tapi kan suaminya sangat menyayanginya. Lagi pula, kenapa dulu dia mau menikah dengan Dewa, kalau tidak mau mengandung anaknya. Padahal, gayanya sok sangat paling bahagia mempunyai suami seperti Dewa."

Kirana menggelengkan kepalanya. Ia merasa kasihan kepada Dewa yang ternyata pernikahannya juga tidak sebaik dirinya. Perempuan ini malah semakin kesal karena alasan Nayla mau mengugurkan kandungannya hanya karena tidak mencintai Dewa, padahal Dewa sangat menyayanginya. Lagi pula, Nayla selalu terlihat mesra dengan Dewa. Berarti semua ini hanya kepura-puraan, Dewa saja yang benar-benar menyayangi wanita itu.

Satya mengangkat kepalanya, lalu menatap Kirana lekat, "Kamu sudah tahu kalau Nayla itu Dandelion?" Satya menatap Kirana ragu.

Tbc...

Kalau ada tanya aku sakit apa. Jawabannya macam-macam, harus ke spesialis kandungan, bedah mulut, dalam, dan jiwa. Gangguan jiwa yang saya alami, gangguan jiwa berat skizoafektif tipe depresif, yaitu gangguan psikotik + gangguan mood yang ekstrem. Minta doanya biar aku enggak ngerasain sakit lagi. Katanya kalau doa lebih dari 40 orang yang berdoa bakal dikabulin

Aku Bukan Simpanan (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang