10. Aku atau Dia

39.1K 3.6K 255
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nih Satya bayangan saya, entah ini merusak imajinasi atau membantu imajinasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nih Satya bayangan saya, entah ini merusak imajinasi atau membantu imajinasi. Ganteng atau enggak, yang jelas ini suaminya Kirana, bukan suami kalian ya, reader😂😂

Siapa yang yakin Dandelion itu Nayla? Angkat tangan.



















Satya yang termenung, langsung mengerjapkan matanya berulangkali, ketika sosok yang dicintainya berjalan ke meja kerjanya. Wanita itu mengenakan gaun polos selutut bewarna peach dengan surai yang dibiarkan tergerai, membuatnya semakin memesona. Ia tersenyum begitu manisnya, tetapi tidak ditanggapi oleh Satya. Meski, lelaki itu menyukai senyuman sang wanita. Ia memasang raut wajah dinginnya, menyembunyikan rasa rindu yang menggebu.

"Mau apa kemari?" tanya Satya tanpa basa-basi dengan menekuk wajahnya. Memperlihatkan mimik tidak bersahabat. Namun, perempuan itu tampak biasa saja. Mungkin sudah terbiasa dengan sikap Satya padanya.

"Aku ingin mengajakmu makan siang," katanya dengan nada lembut, dengan tatapan penuh harap.

Satya menatap iris cokelat itu, tatapan yang sering ia dapatkan dulu sewaktu mereka masih menjadi sepasang kekasih. Lalu, Satya sering membalas tatapan itu dengan menyunggingkan senyum. Pertanda ia mau menuruti keinginan sang kekasih. Namun, sekarang ia harus tega untuk terus menolak setiap permintaan wanita itu. Membuat mata itu menjadi sendu, bahkan berderai air mata.

"Makan sianglah bersama suamimu. Aku bukan siapa-siapamu, jadi jangan ganggu aku," Satya berkata dengan nada dingin dan tegas, tanpa melirik ke arah wanita itu. Matanya kembali terfokus ke arah berkas-berkas di mejanya.

"Benarkah, aku bukan siapa-siapamu? Aku yakin di hatimu, masih ada namaku. Jangan berdusta, Satya," tukasnya penuh keyakinan. Ia menggeser kursi, lalu duduk berhadapan dengan Satya.

"Percaya diri sekali. Satu-satunya wanita di hatiku, selain mamaku, hanya ada satu. Wanita itu istriku, Kirana," bohong Satya dengan suara dibuat semantap mungkin.

"Teruslah berdusta, Satya. Itu akan sangat menyakitimu. Aku yakin kamu tidak mencintai Kirana. Mana mungkin, setelah dia menghancurkanmu, kamu bisa mencintainya kembali. Bahkan dulu saja kamu tidak sudi mendengar nama Kirana disebut, karena saking membencinya!" Wanita itu mengingatkan Satya, kalau dahulu saat masih bersamanya, Satya enggan mendengar nama Kirana, atau malas membahas yang berhubungan dengan Kirana. Satya terus menghindari dengan apa yang berhubungan dengan Kirana, bahkan tidak pernah mau datang ke tempat di mana ada Kirana. Makanya, mantan kekasih Satya ini merasa aneh dengan pernikahan Satya yang tiba-tiba.

"Bukannya aku tidak sudi mendengar nama Kirana, tapi aku tidak mau mendengar atau mengingatnya, karena selalu mengingatkanku kalau aku tidak bisa memilikinya. Aku sangat mencintainya," elak Satya yang tidak sepenuhnya berbohong.

"Benarkah?" Suara Dandelion bergetar, matanya mulai sembab, tapi ia terus meyakinkan dirinya kalau semua ucapan Satya kebohongan, "kenapa diam? Dia menghancurkan dirimu, tapi kamu sangat mencintainya. Itu tidak mungkinkan?"

"Dia tidak pernah menghancurkanku. Kejadian di masa lalu memang benar. Aku memang brengsek, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan Kirana. Aku benar-benar terobsesi untuk memilikinya. Begitu Dewa meninggalkannya, aku sangat bahagia karena aku bisa mewujudkan mimpiku untuk memilikinya. Tidak ada yang lebih berarti dari Kirana dalam hidupku, jadi kamu jangan terlalu percaya diri kalau aku masih mencintaimu," Satya menatap manik mata di hadapannya dengan dingin, meski hatinya terasa sesak, tidak sanggup melihat air mata Dandelion luruh semakin deras di hadapannya.

"Pembohong! Kamu pria baik-baik, bukan pria seperti itu. Aku mengenalmu dari kecil, Satya," Dandelion memandang Satya nanar, "kalau memang kamu seperti itu, seharusnya keluarga Kirana menolak, kan? Bukan terlihat senang melihat putri semata wayangnya menikah dengan pria yang pernah mau menghancurkan masa depan putrinya?"

"Bukan Satya Pradipta namanya, kalau tidak bisa mendapatkan apa yang kumau. Tidak usah repot-repot mencari tahu, bagaimana aku bisa mendapatkan restu keluarga Kirana, urusi saja pernikahanmu dengan baik. Jangan seperti ini, sungguh memalukan. Wanita terhormat tidak akan mengemis cinta, pada suami orang."

Dandelion mengusap air matanya dengan kasar, ia tidak peduli riasan wajahnya luntur. Sakit sekali mendengar perkataan Satya.

***

Kirana tersenyum, ia melangkahkan kakinya dengan raut wajah sumringah memasuki kantor Satya. Dirinya sengaja datang untuk memberikan makan siang buatannya. Ia ingin membuat kejutan untuk Satya, berharap Satya menyukainya.

Kirana langsung menemui sang resepsionis untuk bertanya di mana ruang kerja Satya, karena ini adalah kali pertama dirinya menginjakkan kakinya di perusahaan Satya.

"Permisi, ada yang bisa saya bantu Nona?" tanya sang resepsionis dengan nada rendah, dan senyum manis.

"Saya mau bertemu dengan Satya Pradipta. Di mana ya ruangannya?"

"Maaf, Nona. Apakah Anda sudah membuat janji dengan Pak Satya?"

Kirana langsung menggeleng, bahkan ponsel Satya saja tidak aktif, bagaimana ia bisa menghubungi Satya dan membuat janji?

"Memangnya harus membuat janji dulu, ya? Walau cuma mau ketemu kasih makan siang," Kirana menunjukkan bekal makan siangnya, "atau begini saja, titip ini. Bilang kalau ini dari Kirana."

Sang resepsionis langsung melirik ke bekal buatan Kirana, ia merasa tidak yakin dengan masakan Kirana.

"Tenang, tidak beracun. Tolong, ya."

"Maaf--"

"Ini tidak beracun dan tolong berikan pada Satya, kalau saya memang tidak bisa menemuinya. Percayalah, saya tidak mungkin meracuni makanan untuk suami saya sendiri."

"Suami?"

"Saya ini Kirana, istrinya Satya. Tidak percaya juga?"

Resepsionis itu menggeleng dan memperhatikan penampilan Kirana yang menggunakan jeans belel dan kaos bergambar kartun. Sementara Kirana yang ditatap seperti itu menjadi risih.

"Mohon maaf, Nona. Alasan klasik seperti itu sudah biasa. Lebih baik Anda pulang membawa makanan Anda kembali, saya tidak mau ambil risiko."

"Risiko apaan. Tolong kasihkan ke Satya atau hubungi sekertarisnya, suruh sampaikan ke Satya kalau istrinya ada di sini mau mengajaknya makan siang," Kirana terus kekeh dengan keinginannya. Ia tidak mau pulang. Dirinya merasa kesal dan sedih. Kesal karena tidak dipercaya sebagai istri Satya dan sedih karena Satya terus menutupi statusnya.

Resepsionis itu tidak mengindahkan perkataan Kirana, ia malah memanggil satpam untuk mengusir Kirana. Dan, satpam itu langsung datang menarik tangan Kirana agar mau keluar, tapi Kirana tidak mau dan ia berusaha melepaskan tangannya sehingga tubuhnya terhuyung dan bekal makanannya terjatuh ke lantai tidak beraturan.

Kirana menitikkan air matanya, ia berjongkok dengan tatapan lesu memunguti makanannya.

"Ada apa ini?" tanya Nayla yang melihat Kirana itu.

Satpam itu pun menjawabnya dan Nayla langsung tersenyum masam, lalu menyuruh satpam itu pergi.

"Aku baru pertama kali melihat, ada seorang wanita yang diusir dari kantor suaminya sendiri. Kasihan sekali ya kamu, di sini tidak ada yang tahu kalau kamu istri Satya," cibir Nayla yang tidak ditanggapi Kirana sama sekali.

Kirana hanya diam menahan sakit hatinya. Ia tidak mampu untuk membela diri. Dirinya benar-benar merasa dipermalukan. Tidak pernah ia sangka akan ada hari seperti ini.

"Jadi, ini cinta Satya padamu. Sungguh menyedihkan."

Tbc...

Kok saya ngerasa ini perannya antagonis semua. Saya bingung mau jadi tim siapa, mau jadi haters siapa.

Kalian Tim siapa?

Kalian Haters siapa?

Aku Bukan Simpanan (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang