Kirana mengaduk-aduk mokanya dengan lesu, ia baru saja menemui ayahnya kembali. Pikirannya menjadi kacau karena perkataan ayahnya. Dirinya semakin gamang menghadapi semua hal yang terjadi.
"Kirana," sapa seseorang yang membuatnya tersenyum untuk menyembunyikan rasa gelisahnya.
"Raka," Kirana menyapa balik lelaki itu dengan ramah.
"Aku boleh duduk di sini, Ki?"
Kirana mengangguk, dan lelaki itu langsung menaruh nampannya di atas meja.
"Ki, sudah lama ya tidak bertemu. Makin cantik aja," pujinya yang langsung dibalas dengan kekehan Kirana.
"Tidak pernah berubah. Padahal baru beberapa hari lalu kita bertemu."
"Ahaha, kan cuma tidak sengaja berpapasan," Raka mengingat kembali pertemuannya dengan Kirana setelah sekian lama tidak berjumpa, tapi langsung menimbulkan banyak pertanyaan di otaknya, "emh, Ki, ngomong-ngomong kamu ngapain di depan ruang dokter kandungan?"
"Menurutmu orang ngapain di dokter kandungan?"
"Ada dua kemungkinan. Periksa kandungan atau mau aborsi."
Kirana yang mengerti arah ucapan Raka, hanya tersenyum masam. Ia yakin lelaki itu berpikir, kalau dirinya mau mengugurkan kandungan. Menurut Kirana ekpresi Raka lucu sekali sekarang.
"Ki, besarkan anak itu apa pun yang terjadi. Memang salah sih, kamu mengandung anak dari suami orang. Tapi, anak itu tidak bersalah Ki."
Tawa Kirana lepas begitu saja.
"Raka, mana mungkin aku tega mau mengugurkan darah dagingku sendiri? Aku tidak punya alasan untuk hal itu."
Raka tersenyum malu, ia sudah salah sangka. Pasalnya, waktu itu dirinya melihat Kirana yang marah-marah dengan Dewa. Dirinya pikir Kirana menuntut pertanggungjawaban kepada Dewa atas kehamilan wanita itu.
"Ya, harusnya aku tahu itu tidak mungkin, kamu sangat mencintai Dewa. Apa pun yang terjadi, pasti kamu membesarkan anak itu."
"Ya Tuhan. Raka, dari awal kamu salah sangka. Aku tidak hamil anak Dewa dan tidak menuntut pertanggungjawaban. Lagi pula, aku tahu diri kalau pria sepertinya tidak pantas diperjuangkan."
"Maaf, ya Ki, kalau enggak sopan," lirih Raka seraya menatap Kirana saksama, ia memastikan Kirana tidak tersinggung.
"Santai, kayak sama siapa aja."
"Dulu, aku kira kamu dan Dewa akan sampai ke pernikahan. Kalian pacaran lama sekali, sih. Udah gitu enggak pernah cekcok, jadi sulit kalau aku mau nikung," gurau Raka sesantai mungkin.
Kirana hanya menggelengkan kepalanya, "Dari dulu selalu bilang mau nikung aja. Waktu aku masih pacaran dengan Satya begitu, waktu pacaran dengan Dewa juga begitu."
"Dulu aku yang nyatain cinta duluan tapi yang diterima malah si Satya, jadi mau enggak mau ya harus nikung, kan."
"Terserahlah, Ka. Suruh siapa, kamu jadiin aku bahan taruhan sama Satya. Aku dengar pembicaraannya Satya sama teman-teman kalian," Kirana mengatakannya dengan santai, ia sebenarnya tidak pernah mempermasalahkan taruhan itu. Toh, ia malah berterima kasih kepada siapa pun yang membuat taruhan itu. Karena hal itu yang bisa membuatnya memiliki kekasih seperti Satya yang begitu manis dan baik.
"Bukan, gitu Ki. Kamu sendiri tahu kalau aku menyukaimu dari lama, jadi mana mungkin kamu jadi bahan taruhanku. Orang pertemananku sama Satya sempat hampir merenggang, bagaimana ada ceritanya taruhan. Orang kami diem-dieman malahan. Tapi, akhirnya baikan lagi. Itu pertama kalinya, aku sama Satya ribut terus diem-dieman, gara-gara ngerebutin kamu," aku Raka sambil menahan tawanya karena mengingat betapa kekanak-kanakan dirinya dulu.
"Jadi, serius enggak ada taruhan? Berarti Satya benar-benar mencintaiku dulu?"
"Ya, Satya sangat mencintaimu. Bahkan, sampai dia kembali ke negara ini, hatinya masih untukmu."
Kirana mengernyit, tidak percaya dengan perkataan Raka. Namun, ia tahu kalau Raka tidak mungkin berbohong.
"Maksudmu?"
"Beberapa tahun yang lalu, dia kembali ke sini karena hanya untuk bertemu dirimu, setelah masa hukuman dari ayahnya selesai. Dia begitu yakin kalau kamu masih mencintai dan menunggunya," Raka mengingat kembali raut wajah Satya kala itu yang begitu terlihat ceria, sebelum melihat Kirana lagi. Namun, setelah Satya melihat Kirana dan Dewa yang begitu bahagia, akhirnya harus mengkubur dalam-dalam semua keinginannya. Ia hanya memandang Kirana dari jauh, tidak pernah berani menyapa.
"Tapi, aku tidak pernah bertemu dengan Satya, sebelum kami bertemu di pernikahannya Dewa dan Nayla."
"Dia tidak berani menemuimu karena kamu terlihat bahagia bersama Dewa. Satya benar-benar tidak baik-baik saja, setelah dia menghilang. Terlihat tekanan dalam hidupnya. Dia berubah drastis, Ki. Lebih baik kamu jangan sampai bertemu dengannya."
"Kenapa?"
"Satya itu aneh. Aku yang teman baiknya benar-benar sulit mengerti dirinya yang sekarang. Apalagi, saat dia memutuskan untuk meninggalkan Nayla."
Jantung Kirana berdegup dengan kencang, ia menjadi was-was seketika. Dirinya selama ini menduga kalau Nayla pernah memiliki hubungan khusus dengan Satya, tetapi ia ragu karena Satya terlihat biasa saja kepada Nayla.
"Maksudmu istrinya Dewa itu mantan Satya?"
"Iya, setelah dua tahun di sini, Satya memutuskan menjalin hubungan dengan Nayla. Aku pikir dia benar-benar move on darimu dan memulai menata hidupnya dengan Nayla. Anehnya, dia malah memutuskan Nayla. Bukan memperjuangkan cinta mereka."
Tangan Kirana yang mengenggam gagang cangkir bergetar. Ini sungguh kejutan tak terduga. Sekarang ia mengerti kenapa Nayla membencinya.
"Yang lebih aneh lagi, dia malah mengatakan tidak apa-apa dirinya tak bisa memiliki Nayla, tapi..."
Tbc....
Berikut daftar beli pdf atau novel:
No 1-8 terdapat e book di playstore, bisa beli di sana. Atau beli pdfnya Rp 35.000 per judul. Rp 50.000 dapat 2 judul. Rp. 100.000 4 judul. Rp 150.000 dapat 7 judul. Rp 165.000 dapat 8 judul. Bisa hubungi wa: 087825497438
1. Random Wife = Rp 69.000
2. Ugly Ceo = Rp 69.000
3. Romantic Drama = Rp 67.000
4. Romantic Hospital = Rp 67.000
5. Wanted! Ugly Wife = Rp 65.000
6. Annoying Couple = Rp 65.000
7. Aku Bukan Simpanan = Rp 67.000
8. He Called Me Buluk = Rp 57.000
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Simpanan (Lengkap)
Romance(Warning! Harap bijak memilih bacaan, kalau ada kekerasan jangan ditiru) "Aku ini istrimu, bukan hiasan rumahmu. Tolong, sekali saja, perlakukan aku selayaknya seorang istri," pinta Kirana dengan nada suara serak. "Memangnya, selama ini, aku mempe...