Kalau ada yang mau po cerita ini kalian bisa milih kover yang mana. Beli sama judul yang lain dapat potongan harga. Hub wa 087825497438
Kirana terus memunguti makanan yang berceceran, tidak memedulikan ucapan Nayla. Ia langsung mengusap air matanya dan menahannya agar tidak tumpah kembali. Dirinya berusaha mengendalikan emosinya agar tetap stabil.
"Nyonya Pradipta yang malang," Nayla bergumam kembali, ia mengulurkan tangannya, "kasihan kamu Kirana, mau aku bantu?"
Kirana langsung menepis tangan Nayla. Ia tersenyum masam, "Tidak perlu," jawabnya dingin.
Kirana berdiri menatap Nayla santai. Sementara yang ditatap hanya tersenyum. Nayla merasa kalau dirinya masih punya kesempatan untuk kembali kepada Satya, setelah melihat Kirana yang diusir tadi.
"Banyak wanita yang ingin menyandang nama Nyonya Pradipta, tapi sayangnya yang mendapatkan nama itu orang yang salah. Makanya, Nyonya Pradipta ini tersiksa," cibirnya lagi dengan nada dingin. Ia menatap Kirana remeh. Rasanya ada kesenangan tersendiri, saat mencela Kirana, setelah mendengar perkataan Satya tadi.
"Apa katamu? Salah?" Kirana mendesis, ia menatap nyalang Nayla, habis sudah kesabarannya, "apanya yang salah? Memangnya ada wanita yang lebih pantas dan lebih baik dariku untuk menjadi istri Satya?"
"Ada, pastinya. Kamu hanya pelarian, Kirana. Satya tidak mencintaimu, kamu cuma dijadikan tameng."
Kirana tahu suaminya tidak mencintainya, tapi ia tetap akan membela diri, meski berbohong itu menyakitkan. Ia tak mau dicaci terus-terusan oleh Nayla.
"Satya itu sangat mencintaiku. Semua wanita yang tergila-gila pada Satya pasti akan iri padaku, kalau mereka tahu bagaimana perjuangan Satya untuk menikahiku. Satya begitu manis, baik, dan selalu menuruti permintaanku," Kirana mengingat segala perlakuan manis Satya saat mereka masih muda dulu, di mana Satya masih menjadi kekasihnya. Masa yang ia rindukan. Merindukan segala perhatian dan kasih sayang Satya kepadanya, yang sempat ia rasakan kembali sebelum menikah.
"Kamu sepertinya tengah bermimpi. Kalau Satya mencintaimu, mana mungkin kamu sampai diusir seperti ini," Nayla tidak mau mengalah.
"Mereka tidak tahu kalau aku istri Satya. Kami memang menyembunyikan hubungan kami. Tapi, itu bukan berarti Satya tidak mencintaiku. Pernikahanku dengan Satya memang rumit, tapi bukan berarti kami tidak bahagia," Kirana berkata seserius mungkin, meski rasanya sulit untuk berujar, "atau mungkin kamu yang tidak bahagia menikah dengan Dewa. Makanya, mencibir orang lain bisanya."
"Semua orang juga tahu kalau aku dan Dewa sangat bahagia. Terus saja mengelak Kirana. Percuma kamu berbohong padaku, karena aku tahu siapa yang dicintai Satya."
"Jangan-jangan yang kamu maksud si Dandelion, wanita murahan itu. Asalkan, kamu tahu, Satya tidak pernah mencintai wanita lain, selain aku. Dandelion itu saja yang tidak tahu diri terus menggoda Satya, meski tidak dianggap. Sungguh wanita yang menjijikan," kata Kirana dengan nada dingin, menahan sakit di dadanya.
Raut wajah Nayla bertambah kesal seketika, ia menatap Kirana penuh ketidaksukaan. Dirinya tidak terima dikatakan murahan.
"Yang murahan itu dirimu. Dengan Satya mau, dengan Dewa mau. Kamu dulu berselingkuh dengan Dewa dan meninggalkan Satya, lalu setelah Dewa memilihku, kamu kembali kepada Satya. Kalau kamu punya harga diri, seharusnya kamu tidak menikah dengan Satya yang sudah kamu campakkan dan lukai berkali-kali. Jalang sepertimu kan pasti tidak punya harga diri," Nayla tersenyum penuh kemenangan.
Kirana mengepalkan tangannya.
"Kirana kamu cantik, sayangnya perilakumu buruk. Tapi, wajarlah. Jalang sepertimu hanya memiliki paras yang menarik, tapi hati busuk."
Tangan Kirana melayang begitu ringannya menampar Nayla, tidak terima dengan penghinaan yang diberikan wanita itu.
***
Kirana bergelung selimut di ranjang, ia tidak bisa tidur sejak tadi. Perkataan Nayla terus berputar di otaknya. Hatinya menjadi sesak seketika.
"Kirana!" panggil Satya yang baru pulang, lelaki itu langsung menghanpiri istrinya. Sementara Kirana tidak menjawab panggilan Satya, ia mengacuhkannya. Masih tidak terima dengan perlakuan karyawan Satya yang mengusirnya tadi, kalau bukan karena Satya yang menyembunyikan hubungan mereka, ia tidak akan diperlakukan seperti itu.
"Kirana, dipanggil kok diam saja, sih," ujar Satya menepuk bahu istrinya yang menatapnya dengan tatapan kosong. Masih diam tidak bergerak.
"Ki, apa bener kamu tadi nampar Nayla?" Satya menatap Kirana lekat, menuntut jawaban, tetapi perempuan itu tetap tidak bersuara.
"Dia mengadu kepada suaminya, kalau kamu menamparnya. Kalau kamu marah, bisa enggak sih mengontrol emosi sedikit. Jangan main tangan," Satya berkata kembali dengan nada lembut.
Kirana tetap diam tidak menanggapi pertanyaan Satya. Ia terlalu malas menjelaskan apa yang terjadi dan terlalu menyakitkan mengulangi ucapan Nayla kepadanya.
"Ki, kamu sakit? Atau kamu marah padaku. Kenapa diam saja?" Satya menepuk pipi istrinya pelan, tapi Kirana terus membisu.
"Ya sudah, kalau begitu, aku tidak akan membahas Nayla lagi," Satya melonggarkan dasinya, lalu melepasnya dan diletakkan di atas nakas. Dirinya langsung melepaskan pakaiannya dan berbaring di sebelah Kirana.
"Ki, kamu mau balas dendam ya padaku. Kenapa diam seperti ini?" Satya terus bertanya, ia tidak mengerti dengan sikap Kirana yang mengacuhkannya. Biasanya kalau ia pulang, pasti Kirana akan membuat teh hangat dan mencium tangannya selayaknya istri lain pada suaminya. Dirinya menjadi cemas dengan diamnya Kirana.
Satya mengusap-usap surai istrinya lembut, "Ki, bicaralah sedikit saja. Jangan mendiamiku seperti ini."
Tangan Kirana tergerak untuk menyingkirkan tangan suaminya, lalu berbalik arah memunggungi Satya. Satya yang diabaikan seperti itu merasa kesal. Ia menarik lengan Kirana hingga tubuh perempuan itu terbaring.
"Ki, sebenarnya ada apa sih? Bicaralah," Satya menguncang bahu istrinya pelan, berharap Kirana menanggapinya.
"Kalau kamu tidak mau bicara, tapi mau kan kalau melayaniku. Sudah lama kan kita tidak berhubungan," Satya menatap lekat manik mata Kirana, tetapi tetap saja sama. Ia tidak mendengar suara istrinya sama sekali yang biasanya mendebatnya.
Tangan Satya mulai tergerak melepaskan baju istrinya itu dengan sesekali melirik ke wajah Kirana, tapi tidak ada perubahan raut wajah di sana. Satya benar-benar bingung, ia tidak tahu mencari cara apalagi agar Kirana mau berbicara. Hingga tangannya mulai menjamah tubuh istrinya itu, tapi Kirana tetap diam tidak mau berbicara apa pun kepada Satya. Malah, ia melihat Kirana menitikkan air mata.
"Ki, aku tidak peduli lagi kamu mau diam atau menangis. Terserahlah kamu mau apa."
Tbc...
Aku tahu ending cerita ini pasti pros n cons apa pun ending-nya nanti. Dilihat dari komentar kalian, menunjukkan setiap individu memiliki pendapat masing2 dan saya enggak menyalahkan itu kalian mau dukung Satya sama Kirana bersatu atau tidak. Membenci atau mendukung siapa pun, saya tidak akan menyalahkan. Setiap orang punya alasan kenapa berpikir seperti itu. Pendapat kalian enggak salah kok, cuma beda. Jadi, kondisikan tetap damai, ya 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Simpanan (Lengkap)
Storie d'amore(Warning! Harap bijak memilih bacaan, kalau ada kekerasan jangan ditiru) "Aku ini istrimu, bukan hiasan rumahmu. Tolong, sekali saja, perlakukan aku selayaknya seorang istri," pinta Kirana dengan nada suara serak. "Memangnya, selama ini, aku mempe...