12. 1/2

38.1K 3.7K 152
                                    

Yang tanya Dewa kayak gimana, nih wajahnya mungkin cocok babang satu ini.

Kirana membuka matanya, ia mendapati tangan Satya yang melingkar di perutnya. Entah kenapa tidak ada rasa senang saat mengetahui Satya memeluknya sepanjang malam, padahal sebelumnya ia selalu mengharapkan pelukan suaminya itu. Dirinya hanya menatap lesu telapak tangan Satya. Lalu, perlahan-lahan menjauhkan tangan Satya dari tubuhnya. Namun, lelaki itu malah mengeratkan pelukannya.

Kirana memutar bola matanya jengah, ia ingin menjauh dari Satya, tapi malas berbicara dengan suaminya itu. Ia yakin Satya tidak akan melepasnya begitu saja. Dirinya terpaksa tetap berada di posisinya, menunggu Satya melepaskannya.

Kirana melirik ke arah Satya sekilas yang masih memejamkan matanya. Terlihat begitu tenang.

Sebentar lagi, aku tidak akan melihat wajahmu untuk selamanya. Sebelum aku pergi, aku akan terus berusaha menjadi istri yang baik untukmu. Semoga kamu selalu bahagia Satya.

Satya yang sudah bangun, tetap diam.  Ia terus memejamkan mataya, berharap Kirana mau berkata sepatah kata saja. Namu, tetap saja keheningan yang ada.

Akhirnya, kelopak mata Satya terbuka, ia memandangi Kirana yang memandang lesu langit-langit, "Selamat pagi, Sayang," sapa Satya yang tidak ditanggapi Kirana.

Satya tersenyum masam, ia bingung ingin melakukan apalagi agar Kirana mau berkata. Dirinya tidak mengira kalau didiami begitu tidak mengenakan, berasa dirinya tidak ada di dunia ini. Sakit. Ia menyesal sering mengacuhkan istrinya itu.

Satya mengecup pipi Kirana lumayan lama memejamkan matanya sejenak, sementara yang dikecup hanya terdiam.

"Maafkan aku kalau sering menyakitimu. Tolong, bicaralah Ki. Jangan seperti ini," kata Satya seraya mengusap-usap lembut surai istrinya.

"Kirana, sebenarnya ada apa kemarin? Apa ada kata-kata Nayla yang menyakitimu? Dia tidak melukaimu, kan? Ki, bicaralah," mohon Satya dengan nada sendu.

Perkataan Nayla berputar di pikiran Kirana. Kata-kata menyakitkan itu membuatnya sesak. Dirinya bertanya-tanya dalam hati, apakah benar ia seperti yang dikatakan Nayla begitu murahan.

"Satya, apakah aku ini perempuan murahan? Apakah aku ini seorang jalang?" Perkataan itu lolos begitu saja dari bibir Kirana tanpa menoleh ke arah Satya.

Satya yang mendengar suara Kirana antara senang dan resah, karena pertanyaannya.

"Kamu cuma perempuan manja, kekanak-kanakan, yang selalu maunya dimengerti," ingat Satya pada masa remaja mereka. Ia tersenyum tipis mengingat setiap perilaku Kirana kepadanya yang suka merengek manja, "kamu bukan perempuan murahan di mataku, apalagi jalang. Hanya perempuan berisik dan menyebalkan."

"Tapi, aku merasa diriku benar-benar perempuan murahan. Setelah dicampakkan Dewa, aku dengan mudahnya menikah denganmu. Seharusnya aku malu dan menjauh darimu. Bukannya dengan bodohnya aku berpikir, kalau kamu masih mencintaiku dan aku bisa hidup bahagia bersamamu."

"Ki--"

"Apa?" Kirana menoleh ke arah Satya, "nyatanya begitu Satya. Aku mengabdikan hidupku untukmu yang  jelas tidak berarti untukmu. Kamu hanya manis kalau mau meminta hakmu saja, selebihnya tidak pernah. Sebenarnya kamu menganggapku apa?"

Satya menunduk, ia memejamkan matanya. Dirinya merenungi semua kesalahannya pada Kirana. Dirinya benar-benar menyesal memperlakukan Kirana seperti itu.

"Aku akui, memang diriku bukan suami yang baik. Tapi, Ki, tidak ada sedikitpun aku mau memperlakukanmu seperti wanita murahan. Aku benar-benar ingin menikah sekali seumur hidup. Dan, aku benar-benar memilihmu untuk menjadi ibu untuk anak-anakku kelak."

***

Segini dulu, gak bisa up banyak, soalnya semua orang di rumah🙏🙏🙏

Yang mau beli novelku

Hub aja 087825497438. Beli e book di google playbook juga bisa. Atau beli pdf di aku bisa. Untuk pembelian pdf bisa via pulsa tapi + 5.000 ya dari harga jual. 1 judul harga Rp 35.000 jadi 40.000 kalau beli pakai pulsa.

Aku Bukan Simpanan (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang