Bulu mata itu begitu tegas dari dekat. Alis mata namja itu juga terukir indah jika diperhatikan. Sedekat ini dengan namja yang sekarang berstatus sebagai calon suaminya, tentu amat mustahil. Bagimana bisa? Adalah pertanyaan yang berulang kali So Eun tanyakan pada dirinya sendiri. Beralih dimana kenyataan bahwa ia tak seharusnya disamping namja itu, sejujurnya membuatnya ragu. Tidak hanya sebatas ragu, ini lebih dari itu.
So Eun mendekatkan tubuhnya memeluk erat Sehun hanya dengan tangan kananya. Sehun yang merasakan pergerakan itu sejenak terbangun untuk menarik yeojanya lebih dekat sembari mengecup singkat keningnya.
Mentari memang sudah terlihat menyapa, tapi keduanya tak ingin percaya. Yang ada pelukan namja itu semakin erat. Sungguh tak ingin rasanya meninggalkan yeoja itu bangun sendirian lagi dipagi hari.
Sehun menatap jam digital diatas nakas dan segera bangkit perlahan. Diaraihnya ponsel miliknya diatas nakas dekat dirinya dan dikirimnya pesan singkat pada sang sekertaris untuk mengosongkan jadwalnya hari ini.
Ditariknya keatas selimut tebal miliknya hingga menyelimuti tubuh So Eun, lalu dikecupnya singkat kening yeoja itu sebelum nenunduk mengambil kaus putih dilantai yang ia campakkan kemarin malam. Langkahnya membawanya kebalkon, menghirup sebanyak yang ia bisa dan menghembuskannya perlahan.
"Ueeek!"
Sehun segera berbalik, mendapati So Eun berlali melintas sesegera mungkin menuju kamar mandi. Melihat itu, tentu namja itu cukup panic. Dilihatnya So Eun tengah tersungkur sambil memegangi pinggiran kloset. Suara muntahan itu terus terdengar, dan semakin membuat Sehun khawatir.
Sehun hanya dapat memegangi rambut So Eun dan menijat tengkuk leher yeoja itu. Ketika selesai, Sehun langsung mengelap mulut yeoja itu dengan kaus putihnya.
"Aku panggilkan Bora?" Ucap Sehun dengan lembut.
"Aniya, guenchana. Ini sudah sering terjadi setiap pagi."
Ucapan itu seakan memukul Sehun dengan keras. Jadi, selama ini Sehun tak pernah ada kala So Eun mual seperti saat ini.
"Mian..."
So Eun malah terdiam, ditatapnya wajah namja yang menatapnya cukup dalam itu. Tatapan namja itu seakan menggelap dan hanya menyisakan keheningan diantara mereka.
Dimeja makan, Sehun tak henti-hentinya melirik So Eun memastikan yeoja itu baik-baik saja. Wajahnya tak merekah seperti biasanya, pipi merahnya berganti pucat dengan gerakan mengunyah lambat seakan ia tidak sedang mood.
"Noe guenchana?"
Pertanyaan itu menarik perhatian So Eun. Ditatapnya namja itu dengan seulas senyum dibibir keringnya dan mengangguk pelan. Bora yang duduk disamping Sehun tak hentinya menatap sinis serta sesekali tersenyum penuh kemenangan.
So Eun keluar dari kamar ganti dengan gaun lonceng yang terlihat seakan tumpah ditubuhnya. Lekukan pinggang yang pas, serta renda-renda dengan jahitan terbaik membuat wanita manapun akan iri melihatnya. Sehun segera hangkit. Memuju kecantikan calon istrinya dengan mencium bibir pucat itu lembut sambil melempar senyum bahagianya.
"Tanggal 30. Bulan depan..." Ucapan Sehun membuat So Eun tersentak. Dijauhkannya tubuh namja itu dari dirinya dan menatapnya dengan alis menekuk.
"Perut ini akan segera membesar." Gerutu So Eun, terlalu takut jika public malah semakin menjadi-jadi.
"Kalau begitu, minggu depan."
Singkat plus tidak berbelit. Namja itu berpikir cepat, dengan solusi tepat tanpa mau berdebat.
.
.
.Malam kian menjelang. Sehun sudah berada diruang kerjanya sejak sore tadi. Diluar hujan tengah mengguyur, membuat udara semakin lama mendingin. Sebuah pesan masuk menarik perhatian Sehun. Yap, nomor tak dikenal yang sudah berkali-kali mengirim pesan pada Sehun dan berkali-kali Sehun hapus tanpa membacanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Lies ✔
FanfictionAda kebohongan sempurna yang Sehun rahasiakan... Sehun menjebak So Eun dalam sebuah ikatan pernikahan yang bahkan tidak ia ketahui alasannya. Bukan untuk melepas rasa bersalah yang menghantuinya atau melepas rasa yang telah lama disimpan. Semua ter...