Aku melangkah masuk keruangan kerja Sehun. Sejak pulang kerja tadi ia tak keluar dari ruangan itu sama sekali. Bahkan untuk mengganti bajunya sendiri pun ia tidak sempat.
"Sehun-na... aku membawa makan malam."
Sehun mendongah menatapku sekilas kemudian kembali sibuk mengetik. "Ah, gomawo yeobu. Letakkan saja diatas meja."
Setelah meletakkannya aku berdiri termenung sejenak. Ragu-ragu untuk bicara dengannya atau tidak. Melihat bagaimana berantakannya ia, dan betapa seriusnya wajah itu. Aku bahkan tak berani hanya untuk mengucapkan kalimat penyemangat untuknya.
Dengan tersenyum simpul, aku meremas jari jemariku sendiri sebelum melangkah pergi dan menutup pintu ruang kerja Sehun dengan amat pelan. Dia sedang amat sibuk, sudah sejak seminggu yang lalu.
Aku terbangun sendirian lagi. Dengan langkah pelan tanpa berharap sama sekali. Aku memasuki ruang kerja Sehun. Kulihat makan malam yang kubawakan masih ada disana tanpa disentuh sedikitpun. Sehun sudah tidak dibangkunya lagi. Hanya tumpukan berkas yang tersisa diatas meja untuk aku rapikan.
Siang itu aku berinisyatif menemui Sehun. Bukan hanya untuk makan malam tapi juga untuk menandatangaini beberapa berkas penting.
Langkahku terhenti didepan pintu ruangan Sehun kala suara tawa terdengar dari dalam. Dia tidak sendiri.
"Eothoke? Jangan-jangan kau yang mamdul! Hahahaha!" Itu suara seorang namja.
"Yahk! Geumanhae. Itu tidak lucu."
"Tentu saja lucu. Bagimana bisa seorang Oh Sehun yang kata orang hebat diranjang itu masih belum cukup jantan untuk jadi seorang aya-"
BUK! Suara tumbukan terdengar.
"Jaga mulutmu! Jangan pernah menginjakkan kaki disini lagi!"
Tak lama pintu terbuka, dan aku masih mematung didepan pintu dengar air mata menggenang dimataku. Sehun menatapku cukup dalam, nafasnya berderu kuat.
"Kajja..." Ia membawaku pergi.
.
.
.Sehun membiarkanku bersandar dibahunya sembari menatap paparan pemandangan kota dari balkon kantor.
"Sedang apa kemari? Apa ada sesuatu yang harus kita bicarakan?" Sehun tanpa sengaja melihat bekal dibelakangku. "Kau membawa makan siang ya? Kajja... aku sudah lapar." Sehun mengambil bekal itu dan membukanya. Ia meletakkan beberapa lauk pauk dibekal nasiku sambil tersenyum simpul. "Manymogo..."
"Besok... jangan mengantar bekal makan siang lagi. Meski jika ada keperluan penting, kita bicarakan dirumah saja." Lanjutnya sambil fokus menata letak bekal yang kubawa.
"Wae? Supaya aku tak mendengar percakapan seperti tadi?"
"Yahk! Geumanhae... jangan bahas itu lagi."
"Sejujurnya... aku sudah lama memikirkan ini."
"Memikirkan apa?"
"Menikahlah dengan wanita lain Sehun-na..." Sehun mematung, perlahan ia mendongah menatap mataku amat dalam. "A-aku... rela. Aku tak apa... aku juga tak akan meninggalkanmu jika kau melakukannya. Menikahlah eoh? Jika kau-"
"Ani." Ucapanku dipotong Sehun dengan cepat. "Aku tidak akan pernah mau."
"Kendae Sehun-na..."
"Geumanhae So Eun-na! Aku tak apa! Bahkan jika hidup denganmu saja sampai mati, aku tak apa! Siapa peduli apa kata orang! Siapa peduli akan ucapan mereka! Siapa-"
"Aku peduli!" Air mataku jatuh dengan cepat. "Jangan pura-pura kau tidak peduli. Ucapan mereka menyakitimu begitu juga aku! Sampai kapan kau tahan direndahkan seperti itu! Sampai kapan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Lies ✔
FanfictionAda kebohongan sempurna yang Sehun rahasiakan... Sehun menjebak So Eun dalam sebuah ikatan pernikahan yang bahkan tidak ia ketahui alasannya. Bukan untuk melepas rasa bersalah yang menghantuinya atau melepas rasa yang telah lama disimpan. Semua ter...