16. Let Me

3.9K 397 17
                                    

Sebagian cerita ini akan sangat absurd tanpa membaca kembali chap.9.

Pasang mulmed diatas untuk pengalaman membaca yang menarik.

Typo masih betebaran. Author minta maaf...

Selamat membaca... Salam hangat...

Tangan Sehun perlahan melingkar dikepala So Eun. Jemarinya berusaha menutup telinga kiri yeoja itu. Sambil memejamkan matanya erat, Sehun menarik pelatuk dan suara tembakan terdengar setelahnya. So Eun yang mendengar suara itu tertegun sejenak kemudian perlahn melangkah mundur sambil menatap Sehun dengan mata yang cukup memerah, sementara Sehun terus menangis dan sesekali terisak tanpa mau menatap mata So Eun. Dibalik tubuh tegap Sehun, darah terlihat mengalir, menyatu dengan hujan yang kala itu tengah rintik.

Sehun menghapus kasar hidungnya yang sudah sangat berair dan melangkah mendekati So Eun. Dipegangnya bahu So Eun dan memutar yeoja itu membelakangi jasad Bora. Dilepasnya jas miliknya dan diletakkannya diatas kepala So Eun yang sedari tadi tak dapat berkedip dengan tatapan tembus entah kemana itu.

"Jika ingin pergi, kau hanya harus tanda tangan. Jangan bertahan untuk orang berengsek sepertiku. Ara?"

So Eun hanya dapat menangis tersedu kala menyadari punggung namja itu menjauh meninggalkannya. Ia tak mengerti, mengapa namja itu melakukannya?

.
.
.

Malam itu meja makan terasa bagai hukuman yang amat menyiksa. Suara sendok yang beradu bagai pisau yang tengah diasah, yang sedang dipeetanyakan ketajamannya. Sesekali So Eun mengunyah pelan sambil menatap namja didepannya, namun namja itu sama sekali tak meliriknya.

"Sehun-na..."

Pria itu segera berdiri dari duduknya dan menimbulkan gesekan kursi meja makan dilantai dengan lantangnya. "Aku selesai, segeralah tidur." Namja itu melangkah pasti meninggalkan meja makan, hingga langkahnya terhenti kala suara yang sama menyerukan namanya.

"Sehun-na... aku pergi besok." Yeoja itu menatap punggung namja yang terdiam sejak namanya mengudara. Sehun menatap So Eun dari atas bahunya, tanpa sepatah katapun. Tak memberi pilihan bagi So Eun sehingga ia harus menyelesaikan ucapannya. "Aku yakin kamu bisa memimpin perusahaan keluargaku dengan baik. Kita juga tidak punya alasan lagi untuk mempertahankan semuanya. Masa depan buat kita itu abu-abu... aku hanya ragu..."

.
.
.

Sehun berdiri tak jauh dari baekhyun yang saat itu tengah duduk dibangku taman belakang kediamannya sendirian. Sehun menatap Baekhyun cukup lama tanpa pria itu sadari. Sejenak, Sehun menemukan sesuatu dalam diri Baekhyun yang tak ia punyai. Pria yang ia lihat, mungkin pria yang memang diutus untuk menjaga wanita yang ia cintai. Waktu hanya sedang menipu.

"Bagaimana Bora?"

Suara Sehun membuat Baekhyun segera beranjak dari duduknya dan menatap namja itu tanpa mengurangi rasa hormatnya.

"Operasinya berjalan lancar, dia masih belum sadarkan diri."

"Baek... aku ingin bicara." Tatapan mata Sehun mulai amat serius.

  "Ikutlah dengan So Eun besok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  "Ikutlah dengan So Eun besok."

"Mwo?"

"So Eun memilih pergi. Aku yakin itu pilihan terbaik. Karena itu, aku ingin kau ikut dengannya. Dia lebih memerlukanmu dibandingkan aku saat ini... aku harap perasaanmu padanya belum berubah. Kali ini kumohon cintai dia seperti sebelumnya, jangan mencintainya hanya karena aku memintamu untuk melakukannya."

"Jadi kau akan melepasnya? Untuk kedua kalinya?"

Mata Sehun membulat, cukup terkejut akan ucapan Baekhyun.

"Aku tau apa yang kau lalui untuk membuatnya bahagia... aku juga tau apa yang telah kau korbankan untuknya."

"Kau bicara apa?"

"Sehun-na... So Hyuk baik-baik saja. Dia kegilangan segala ingatannya. Kau melakukan semua sebisamu, tapi aku tak pernah menyangka bahwa, kau hanya sanggup sampai disini."

.
.
.

So Eun lengkap dengan seragam SMAnya menunggu kehadiran Sehun dilapangan sekolah cukup lama. Rintik hujan mulai membentur tanah dengan kuatnya, dan pria yang ia tunggu datang bersamaan dengan hujan. Berlari dari jauh membawa payung ditangan kanannya. Menghampiri So Eun dengan senyum lebar yang belum pernah So Eun lihat sejak bertemu pria itu.

Kala payung itu mengembang diatas kepala keduanya, tatapan So Eun tertuju pada satu arah. Hanya pada pria yang berdiri disampingnya. Kala itu, So Eun merasa sesuatu benar-benar berubah. Sesuatu yang aneh, seperti percikan kembang api diperutnya yang mendesak jantungnya.

Disebuah Cafe, Sehun hanya termenung sembari menunggu So Eun kembali dari toilet. Ponsel yeoja itu berdering untuk ketiga kalinya dan Sehun mengangkatnya dengan sangat tidak ramah.

"MWO?"

"Apa nona Kim ada? Sipemilik ponsel ini baru saja mengalami kecelakaan parah. Sebaiknya anda segera beritahu nona Kim So Eun untuk datang kerumah sakit."

Sehun tertegun, setelah panggilan berakhir Sehun menghapus segala panggilan masuk. Ia meninggalkan sepucuk surat diatas meja cafe dan sebuket bungga yang sebelumnya telah ia sediakan.

Tidak ada maksud buruk dari tindakannya. Sehun hanya tak ingin, So Eun, terluka karema kehilangan orang yang berarti dihidupnya. Sehun cukup tau bagaimana menyiksanya hidup tanpa orang yang berarti besar dihidupmu.

Sehun diberitahu pihak rumah sakit bahwa So Hyuk harus segera dioperasi untuk transplantasi matanya. So Hyuk sama sekali tak punya keluarga, tidak ada jalan keluar bagi Sehun menyelamatkan pria itu kecuali menjual sepeda motor dan mobilnya dengan harga murah. Namun usahanya sia-sia ketika sang ayah tau dan segera mengirim Sehun bersekolah diluar negri tanpa sempat membayar uang operasi So Hyuk.

Sehun meninggalkan Seoul tanpa meninggalkan pesan pada siapapun. Menyimpan bekas penyesalan teramat dalam untuk So Eun dan So Hyuk yang tak bisa ia selamatkan. Hari dimana ia meninggalkan Seoul adalah hari dimana ia bertekat akan melindungi dan menjaga So Eun, sebab ia yakin bahwa So Hyuk tak akan bisa.

Flash back end...

So Eun tak sengaja mendengar percakapan panjang kedua namja itu. Juga mendengar tentang So Hyuk langsung dari mulut Sehun.

.
.
.

So Eun memasuki kamar Sehun. Menatap punggung namja yang kelihatannya sudah tertidur itu. So Eun mendekat, kemudian berhasil menatap mata terpejam namja itu. Kini ia tau apa alasan namja itu memaksanya masuk keduania namja itu.

"Aku ingin pergi... tapi terasa berat. Kenapa tak menghentikanku? Apa kau benar-benar akan melihatku meninggalkanmu?" Air mata yeoja itu menetes, yeoja itu ingin menangis dengan kuat, tapi ia berusaha mengatup rapat mulutnya.

"Kau menangis..." suara itu mengejutkan So Eun. Dilihatnya mata namja itu tak lagi terpejam. "Kau menangis karena aku... bagimana bisa aku menahanmu bersamaku jika air mata itu mengalir kala kau disisiku? Itu namanya aku egois." Sehun beranjak dari tidurnya kemudian mendaratkan lututnya dilantai dan memeluk So Eun erat, sambil meneteskan air mata.

"Aku tak pernah mengatakan aku mencintaimu bahkan sejak kita bertemu hingga saat ini... aku hanya ingin kau tau, bahwa aku telah mengatakannya dengan caraku... caraku yang membuatmu menangis. Dan tangis mu adalah bukti bahwa, kita sejujurnya memang diciptakan bukan untuk bersatu atau saling melengkapi." Sehun memeluk So Eun semakin erat. "Terimakasih, karena selama ini mau melengkapiku disaat aku sama sekali tak pernah melengkapimu..."

"Aku ingin memberimu waktu..." So Eun memberi jarak antara mereka. Tatapan Sehun menatap dalam kemara yeojanya. "Aku ingin kau mencoba melengkapiku... karena itu jangan biarkan aku pergi. Karena aku tak akan pergi..."

"Kau tak mengerti... kau akan membenciku kala kau tau alasan aku datang kehidupmu..."

"Sehun dengar..." So Eun menangkup pipi namja itu. "Aku mencintaimu... dan tak akan pernah ada kata tidak untuk kalimat itu."




Perfect Lies ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang