22. The sun doesn't always rise

3.4K 318 20
                                    

Sehun meletakkan piringan hitam diatas gramofon antik miliknya. Jemarinnya ia hentakkan diatas meja kayu tempat gramofon itu diletakkan. Ia kemudian melirik kearah So Eun yang tengah merapikan meja makan setelah mereka selesai makan malam. Ia tersenyum kemudian menghampiri So Eun dan memeluk yeoja itu dari belakang.

"Yahk! Igeon mwoya..." ucap So Eun tertawa kecil melihat wajah Sehun yang sudah mendarat dibahunya.

Sehun menggerakkan tubuh yeoja itu kekanan dan kekiri mengikuti alunan musik hingga akhirnya So Eun membalik badannya dan melingkarkan lengannya dengan longgar ditengkuk leher Sehun.

"Mwo?" Ucap Sehun tersenyum menahan tawanya melihat ekpresi So Eun yang hanya tersenyum menatapinya. "Kenapa menatapku seperti itu?"

"Tidak bisakah aku menatapmu?" Ucap So Eun merapatkan tubuhnya pada Sehun.

"Tentu saja bisa. Tatap aku selama yang kau mau." Sehun mendaratkam keningnya dikening Soeun kemudian keduanya terlihat tersentum menahan tawa.

Keduanya terus melangkah seirama mengikuti alunan musik. Sedangkan hujan mulai turun membasahi malam itu. Kini So Eun mendararatkan pipinya dibahu Sehun sambil memeluk tubuh namjanya. Sehun sesekali mengecup pelipis So Eun tanpa berhebti membawa tubuh yeojanya untuk ikut melangkah seirama dengannya.

"Sehun-na..."

"Ng? Wae?"

"Jangan tinggalkan aku."

"Untuk apa kulakukan itu? Jangan bicara sembarangan, nanti baby Oh mendengarnya..."

.
.
.

So Eun membuka mata, ia terbangun karena susah bernafas. Benar dugaannya bahwa Sehun mendekapnya. Kini ia benar-benar tak bisa lepas dari namja itu. Ia merapatkan wajahnya hingga tenggelam dileher Sehun dan memeluk balik namja itu.

"Jangan banyak bergerak, aku sedang fokus." Mendengar gumaman berat suara Sehun, So Eun membelalakkan mata dan mendongah segera.

"Kau tidak tidur?"

"Aiiiishk jigjha..." Ucap Sehun geram. Ia menunduk menatap So Eun kemudian mengecup bibir yeoja itu. "... aku sedang fokus, jangan ganggu." Sehun kemudian kembali memejamkan matanya dan mengeratkan dekapannya.

So Eun menutup matanya erat. Sesuatu datang kepikirannya dengan cepat. Mimpi buruknya terngiang tidak terlalu jelas dipikirannya.

Sehun merasa sedikit janggal kala nafas yang menerpa lehernya dengan berirama kian pendek. Ia membuka matanya dan menunduk mendapati So Eun telah menanggis disana.

"Yahk... wae?" Ucap Sehun menghapus cepat air mata So Eun.

"Aku berpikir k-kalau lebih baik jika kita mengadopsi."

Sehun segera duduk kemudian diikuti So Eun yang duduk menatap Sehun.

"Wae?" Tanya Sehun mencoba untuk tidak larut dalam keadaan.

"Kau tau... jangan pura'pura tidak mengetahuinya."

Sehun merapatkan dirinya pada So Eun. Ia menangkup wajah yeojanya sambil tersenyum lebar. Cahaya mentara kala itu menerpa keduanya, menjadikan suasana itu kian menghangat.

"Aku sudah siap hidup tanpa keterunan. Aku tak akan meninggalkanmu... tidak sebelum aku mati." Sehun mendekap erat tubuh So Eun kemudian mencium pucuk kepalanya cukup lama. "Kajja, biar kubuatkan sarapan."

So Eun memandangi Sehun amat lama. Memerhatikan namja itu selama ia memasak. Ia tau bahwa ia tidak bisa berharap banyak pada dirinya sendiri. Sebab dokter sudah mengatakan bahwa ini akan jadi tantangan berat. Sesekali So Eun membalas senyum Sehun kala namja itu menatapnya dari atas bahunya.

Perfect Lies ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang