Dia menyapaku ketika ku melewati tempatnya duduk di salah satu lorong kelas XI.
Aku ikut tersenyum saat ia tersenyum kepadaku. Sejujurnya bukan karena aku menjawab senyumannya.
Tapi karena paras tampannya.
Hidungnya yang mancung, kulitnya yang putih bersih, giginya yang rapi, serta rahangnya yang kokoh.
Yang aku tahu dia pintar bermain gitar. Karena dia dan gengnya sering sekali bernyanyi-nyanyi dilorong kelas. Sesekali menganggu anak murid lain yang lewat.
Dia juga anak basket. Tinggi dan badannya yang proposional semakin menambah paras tampannya.
Jantungku yang berdetak kencang kala ia menyapaku membuatku bingung.
Rona merah yang ada dipipiku kala ia menghadiahiku senyuman manisnya juga membuatku tak habis pikir.
Apa yang terjadi denganku?
KAMU SEDANG MEMBACA
struggle for nothing
RomanceAku mulai menggoreskan tinta hitam diatas kertas yang putih. Sesekali menyeka air mata dipipiku. Berfikir. Mencoba menuliskan cerita tentang kita. Tapi, pena hitamku tiba-tiba berhenti seiring berhentinya pergerakan tanganku. Bingung. Apa yang aka...