05. Maaf dan Terima Kasih

126 10 8
                                    

Tangan gue masih mengompres dagu yang lebam tadi. Hampir dua jam gue tinggalkan kelas gara-gara masalah begini. Tapi tak apa-apa sih enak juga menghindar dari Pak Andrew.

Bob dan Tom dudah ke kelasnya masing-masing dari dua jam yang lalu dan dua perempuan tadi sedang dipanggil ke ruang kepala sekolah ditanya-tanya, ya gue di sini 'kan hanya korban untuk apa mesti ditanya-tanya.

"Nael! Eh nggak papa, kan?"

Ada perempuan lari tersengal-sengal masuk ke UKS segala panggil nama gue.

"Kenapa khawatirin gue? Gue mah gak usah dikhawatirin baik baik aja," balas gue ketus.

Orang yang tadi namanya Shilla menghampiri gue yang sedang duduk lemas di kasur UKS. "Nael, lu ngapa sih ketus sama gue. Ada masalah, hah?" ucap Shilla marah.

Lah ngapa jadi dia yang marah, harusnya gue yang bilang 'gara-gara cowok yang naksir sama lu, dodol.' tapi gak bisa :(

Mata Shilla memperhatikan bagian yang gue kompres kemudian matanya tiba-tiba membelalak. "ANJIR LUKA LO, NAEL. KOK BIRU GITU?!"

"Santai dong, baperan banget."

"Apaan sih kok baper, ini mah namanya keterlaluan tau. Siapa orangnya yang bikin lebam gini?"

Nih anak udah kayak macan lepas kandang kalo marah, kayak Ella.

Karena gue pusing dengar ocehan dia makanya gue keluar dari UKS, tapi bagaimana ceritanya Shilla bisa keluar kelas kalau belum istirahat?

Gue balik badan dan melihat dia yang membelakangi gue. "Shil, kok lu bisa keluar kelas? Jam kosong?" tanya gue.

Dia jawab lewat anggukkan.

Ya sudah gue langsung melangkah ke mana biar tidak bosan di UKS mulu.


🍃🍃🍃


Kelas sembilan adalah kelas terakhir yang melelahkan, bisa dibayangkan bagaimana di depan sana banyak ujian-ujian yang akan menunggu kalian.

Intinya sih tidak usah dipikirkan, kalau dipikirkan nanti malah kepikiran.



BUG!


Peter memukul punggung gue kencang banget. "Sorry sorry, pelan kok pelan." Peter duduk di samping gue.

"Gimana lu sama ciwi-ciwi di kelas tadi? Kane kan." Dia tertawa sudah seperti malaikat pencabut nyawa.

Lalu gue hanya tersenyum miris, miris karena wajah ganteng gue jadi dipenuhi dengan luka biru dan sebentar lagi gue jadi Avatar.

Peter menghembus napasnya kasar, mungkin bosan gue diami mulu. Dia memang hyper active kadang tiang basket saja diajak bicara dengan dia.

Karena timing-nya sudah pulang otomatis lelaki di samping gue menjelma jadi lelaki buaya. "Halo Nabila mau pulang ya? Mau dianterin ama Babang Peter gak?" tawar Peter.

Namun tawaran itu ditolak halus oleh bersangkutan. Perempuan yang hanya dikuncir satu dengan poninya yang mulai menutupi matanya mendengus kesal.

"BERHENTI MODUSIN GUE ATAU BANGKU LU BAKAL—"

"BAKAL APA?" teriak Peter.

[2] Favorite ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang