20. Hehehe

56 10 9
                                    

Jadi, setelah mengajak ketemuan di halte bus dekat tempat les, kita langsung ke tempat tujuan. Gue saja tidak tahu Zoe ingin ke mana.

Ini saja gue pinjam motornya Peter hanya gara-gara Zoe—eh bukanlah, gue juga malaa kalau jalan mulu terlebih harus naik bus yang mengeluarkan uang.

"Yi?"


PLAK!


Helm gue ditempeleng oleh Zoe kemudian dari spion gue melirik dia kelihatannya sedang kesal. "Udah gue bilang jangan manggil Yi, Zoy napa Zoy!" Dia cemberut.

Dengan balasan manggut-manggut kecil lalu gue deham. "Hm, Zoy? Eh lo mau ke mana dah sebenernya, rempong amat mesti kayak begini." Mata gue melirik kaca spion lagi—memperhatikan Zoe yang lihat kaca spion juga. "Lo mau ngelayat, ya? Pake outfit item semua."

Dia memutar bola mata malas. "Sebenernya gue lupa, sih, mau kem—OH MY GOD YES, NYANTE DONG BAWA MOTORNYA. KALO AING MATEK MENDADAK GIMANA?!"

Iya gue rem mendadak karena kaget daritadi diajak putar-putar oleh Zoe tahu-tahunya dia lupa mau ke mana. Menyebalkan memang.

"Ya lagian lo kalo mau ke mana bikin list dulu biar gak lupa. 'Kan, kayak gini buang-buang bensin namanya, nah buang-buang bensin juga buang-buang duit." Gue akhirnya ceramahi orang di belakang gue.

Yang dimarahi hanya mengerut ciut lalu menunduk dan di sini letak kesalahan gue adalah sudah membentak dia. Gue, sih, juga pelupa tapi tidak begini juga.

"Terserah lo, deh, mau ke mana. Mumpung gue baik, nih."

"Ya udah deh, ke rumah lo aja dah."

Gue menengok ke belakang yang hampir buat motor oleng. "HAH?! KE RUMAH GUA?"

"Ish, terus kemana? Gak mungkin juga gue balik lagi, yang ada gue diledek sama Abang." Dia melipat tangannya di atas dada sambil mengalihkan pandangan.

"Itu mah resiko lo, ngapain lupa. Heran cantik-cantik kok pikun, tua sebelum waktunya," ledek gue.

Tiba-tiba Zoe memukul punggung gue dengan kencang menimbulkan bunyi yang menggelegar. "Sembarangan aja kalo ngomong maneh."

"Ayo, cepet ke rumah maneh. Ngapain kek gitu, dari pada gue dibalikin pulang," lanjutnya.

"Idih, ngebet banget lo ke rumah gue."



🍃🍃🍃



Sudah setengah jam berdebat ingin ke mana dengan si bahasa gado-gado, akhirnya keputusan awal menentukan. Iyalah, orang dia misuh mulu kalau ditolak. Nanti kalau tidak dituruti mengambek.

Lah lah lah gua siapanya dia, cuk?

Sebelum gue mengantar Zoe ke rumah, gue mengantar dia ke rumahnya dulu. Tapi begitu tinggal dua rumah lagi si Zoe bersembunyi di belakang gue segala pakai acara modus tempel-tempel.

Lucunya dia seperti ketakutan dengan abangnya sendiri, lagipula abangnya juga biasa saja menurut gue. Tidak ada seram-seramnya.

Gue menyuruh Zoe masuk duluan atau ketuk pintu lalu gue parkirkan si Malika dengan benar. By the way, Malika nama motornya Peter, guys.

Selesai itu, ternyata Zoe masih diam saja di depan pintu. Orang tuh diketuk atau gedor-gedor begitu, ada orang ini di dalam.

"Heh, kenapa gak masuk aja, sih?" omel gue sambil buka pintu. "Assalamu'alaikum, Hazel, Ibu."

Sementara Zoe mengikuti gue dari belakang, sepertinya dia melihat-lihat isi rumah gue. Paling hanya ada lemari, bangku, meja, foto, dan lain-lain. Lelah nanti disebutkan satu-satu.

Muncul Hazel dari dapur sambil pegang gelas isi air—iyalah air bukan minyak.

"Wa'alaikumussalam, kok cepet banget Kak pulangnya." Hazel mengintip-intip orang yang di belakang gue. "Siapa, tuh? Pacar yaaaaaa, iiiihhh Kak Nael udah berani bawa pacar ke rumah. Tapi, gak papa sih, gak ada Ibu juga."

Yeee nih si anak, kira ingin omelin atau mengadu ke Ibu. Tahunya malah seperti begini. Kelakuan-kelakuan ckckck.

Gue menoleh ke belakang melihat Zoe yang mematung di pintu utama. Hmmm padahal sudah gue suruh masuk si bambang ini. "Zoy, masuk Ya Allah. Gereget gue lama-lama sama lo, dah."

Dia menyengir sambil masuk ke dalam rumah lalu berdiri di samping gue. Saat melihat Hazel di kode seperti 'ini siapa?'. Maksudnya minta dikenalkan begitu, lho.

"Oh. Ini Hazel adek gue paling akhir, paling bungsu, paling bontot, paling pinter bohong, pal—"

"Ekhem, Ibu mana ya?"

"Terus ini Zoe temen Kak Nael." Gue menunjuk Zoe dan Hazel bergantian kemudian mereka salaman.

"Ke mana Ibu?" tanya gue.

"Belanja ke pasarlah, beli bahan buat kue." Hazel main menyelonong ke kamarnya.

Itu anak makin lama membuat kesal juga ya. Padahal masih sekolah dasar kelakuannya seperti habis putus cinta ckckck.

Niat ingin ke kamar main game, tapi baru ingat kalau ada Zoe di sini. Jadi, mau tak mau gue menemani dia sampai ini anak bosan sendiri. Dan gue bebaaaasss woooohoooo!!

"Duduk aja."

Zoe duduk di sofa sambil sesekali melihat isi rumah—lagi. Kemudian matanya menatap gue dengan pandangan yang tidak gue tahu artinya apa, karena gue tidak bisa membaca pikiran.

Gue pergi ke dapur melihat ada minuman apa saja, tapi hanya ada air putih saja. "Zoy, lu mau minum apa?" Mungkin dia ingin minum yang lain.

Dia sempat berpikir lalu bilang, "Terserah, yang ada aja."

Sok kalem lu.

Selagi gue membuatkan dia minum air es dan beberapa camilan yang ada di toples sekalian juga balas chat dari grup kelas. Isinya paling hanya membicarakan perpisahan kelas atau uang kas yang tidak gue bayar tiga bulan. Nathanael terlalu malas untuk itu.

"Nih, minum. Pasti lu haus banget tadi tereak-tereak di motor." Gue menyodorkan dia gelas.

Zoe minum setengah gelas lalu duduk miring menghadap gue. "Nael, bukan maksud aing lancang." Dia menghela napas panjang.

"Apa?"

"Gue belum mangan, ada makanan gak? Hehehe." Zoe haha-hehe sambil pegang perutnya.

Dan gue hanya melengos balik ke dapur lagi. Bukan membuatkan dia makanan, tapi mau membenturkan diri ke dinding.

Salah kayaknya gue iyain ajakannya.

[2] Favorite ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang