21. Nana

69 6 3
                                    

"Makan, gih. Udah gue beliin mie ayam di depan," ucap gue sambil menyodorkan Zoe semangkok mie ayam. "HAZEELL, MAU MIE AYAM GAK?"

Hazel keluar dari kamar sambil merapikan rambutnya yang berantakan. "Mau doooong."

Semangkok lagi gue berikan ke Hazel lalu dia hendak bawa ke kamar, tapi gue larang karena pasti dia makannya berantakan apalagi di kamar. Duh, jorok banget.

"Makan di sini aja bareng Kak Zoe, noh. Jangan di kamar kasihan Ibu beresinnya," suruh gue.

Memang dasarnya Hazel anaknya penurut. Ya langsung duduk di dekat Zoe, tapi dia di bawah sofa. Mungkin Zoe merasa tidak enak dengan empunya rumah jadinya dia ikutan goleran di bawah bareng Hazel.

Gue? Sudah kenyang makanya tidak makan. Bayangkan saja gue tadi pagi sudah makan ketoprak, bubur ayam, mengambil camilan Hazel, makan kue, dan minum capuccino cincau. Hehehe. Penuh banget perut sekarang.

Selagi menunggu dua cecunguk itu selesai makan, gue masih balas satu persatu chat dari teman sekaligus si OA OA langganan spam chat. Kasihan mereka gue kacangi mulu.

Secara gue maniak game dan anime yang berbau Jepang. Memang anime berbau Jepang elah si bambang. Nah, gue ada grup chat, tapi kadang gue silent, sih, dan hanya baca-baca saja, lagipula membernya sudah seratus lebih.

Paling kesal sedang seru-serunya streaming anime, ada Line Today masuk membuat layar atas tertutup. Bilang saja sih cari perhatian si Line Today.

Beralih dengan grup chat kelas yang sekarang sedang membahas powerpoint IPA khususnya Biologi, sama saja sih gurunya Bu Yoona juga. Tapi, kalian tidak tahu marahnya orang kalem seperti apa. Gue jamin salah satu dari kalian merasa tersindir sampai lulus nanti.

Lihat saja nanti.

"Kak, pintu biarin aja tuh kebuka biar gak ada setan yang gangguin." Hazel menunjuk pintu utama yang terbuka lebar sambil menahan tawa.

Adik laknat memang. Belum saja lambungnya gue elus.

Sementara Zoe bingung setelah makan hendak ditaruh di mana itu piring, karena si Hazel modelan setelah makan ditaruh begitu saja di meja makan.

"Eh, ini taruh mana?" tanyanya.

"Nngg ... taruh di meja makan aja, ntar gue suruh Haeun cuci piring," ucap gue santai sambil menunjuk meja makan di sebelah kanan dengan dagu.

Zoe berdiri sambil omong, "aing aja dah yang cuci sekalian cuciin punya Hazel, gak enak juga."

Mata gue yang menatap ponsel berubah menatap Zoe yang sedang menggulung lengan cardigan-nya. "Emang bisa cuci piring?"

Zoe hanya tertawa renyah lalu membuka keran air. "Sabun mana, deh?"

"Ada di situlah, gue mana tahu soal perempuan."

"Iihhh, tapi ini gak ada Nael. Kumaha ieu nyuci gak ada sabunnya."

Ah masa sih gak ada? Kayaknya Ibu kalo detik-detik mau habis langsung beli ke warung.

Dengan langkah super malas gue menghampiri Zoe yang sedang celingukan cari sabun di mana. Dan gue senyum-senyum sendiri karena ya itu botol sabun cuci piring ada di dekat rak piring. Persis di depan dia banget.

Ingin bilang nanti tidak seru, tapi kalau tidak bilang nanti kasihan. Jadi, sepertinya gue harus bilang biar cepat pulang nih anak.

"Zoy, mata lu bermasalah, ya?"

Pergerakan Zoe terhenti dan beralih menatap gue. "... hah? Iya, sih, mata gue rada minus gitu. Kunaon?" Balik lagi mencari sabun cuci piring.

Pantesan botol sabun sebegitu gedenya kagak kelihatan. Minusnya berapa anjer?

Gue ambil botol sabun lalu digoyangkan di depan mukanya biar matanya jereng sekalian.

Tangannya langsung ambil botol sabun lalu menatap gue aneh seperti 'kok bisa ada sih?'

"Lah, kok bisa sama lu, sih? Atau maneh dari tadi yang ngumpetin jangan-jangan," tuduh Zoe.

Gue hanya bergidik dan kembali duduk di sofa. "Makanya pake kacamata dong biar lihatnya jelas apalagi lihat kegantengan gue."

Hhh pengen muntah gue -Zoe.




🍃🍃🍃



Dari pukul satu siang sampai pukul tiga sore sepertinya Zoe betah banget di rumah gue. Secara gue saja yang tuan rumah sudah suntuk seharian di rumah tidak ada aktivitas apapun.

Biasanya jam segini gue on the way sparing futsal kemudian Peter datang tenteng sepatu futsalnya. Tapi sekarang tidak dibolehkan oleh Ibu.

Gue melihat Zoe yang sedang menggulir Instagram-nya, memang selebgram beda. Beda jauh dengan Sandi yang likers-nya sedikit. Kadang suka kasihan begitu, tapi diri gue lebih kasihan juga.

Sampai ada panggilan masuk dari nama panggilan 'Abang Triplek', ya mungkin itu julukan si Abangnya mungkin. Gue tidak tahu.

Dia langsung berdiri keluar dari rumah gue untuk menerima telepon.

Beberapa menit kemudian Zoe menghampiri gue lagi sambil misuh-misuh tidak jelas lalu wajahnya terlihat kesal banget.

"Kenapa, sih, lu mukanya kusut banget habis terima telepon?"

Tanpa peduli pertanyaan gue, Zoe langsung menyambar tasnya yang tergeletak di sofa. "Huh, Abang gue suruh gue pulang, tapi di rumah gak ada siapa-siapa jadi disuruh ke rumah Nenek."

"Aing pamit aja, ya. Oh iya, bilangin Adek lu kalo gue pamit pulang." Zoe menyengir sambil memilin ujung tasnya.

Alis gue bertaut. "Gue anterin lu pulang." tawar gue, tapi ditolak.

"Eng ... gak usah. Daritadi aing udah repotin maneh, tapi kalo mau nganterin gak papa deh."

Halah si bambang bisaan aja ngomongnya. To the point gitu minta dianterin pulang.

Gue ambil kunci motor di meja, sebelum itu gue ketuk pintu kamar Hazel dulu. "Hazel, jagain rumah soalnya Kak Nael mau nganterin Kak Zoe pulang."

"IYA, KAK NANA."

Kenapa harus manggil gue dengan sebutan Nana lagi, sih? Di depan Zoe :"

Gak sih, orang dia belakangin gue. Jadi di belakang Zoe.

Kemudian gue mengeluarkan lagi si Malika untuk memulangkan Zoe, katanya antarkan saja sampai halte bus dekat tempat les.

"Turunin gue di sini aja, soalnya gue lanjut naik bus ke rumah Nenek gue." Dia menepuk-nepuk pundak gue isyarat berhenti.

Tak lupa dengan helm yang bertengger di kepalanya untuk dikembalikan. "Emang rumah nenek lu dimana?"

Lagi-lagi Zoe memutarkan bola matanya malas. "Kepo." Dia memberikan helm ke gue dan merapihkan rambutnya dulu. "Udahlah, gue buru-buru. Dibel mulu sama si triplek berjalan, nih."

Zoe berhambur ke penunggu kendaraan beroda empat, tapi dia balik lagi. "Apa? Ada yang ketinggalan?" tanya gue.

"Hehehe makasih, ya, Nana, hahaha," bisik Zoe kemudian langsung masuk ke bus yang sudah datang.

Dalam hati, hehehe kurang ajar.

Dalam hati yang paling dalam, iya Zoe sama-sama.

Eh?



🍃🍃🍃



Erena visualisasikan Hazel beda 5 tahun sama Nael. Yaaa sekitar kelas 4 SD lah, ya. Jadi, gak terlalu muda banget kalo ikutin yang real, bikaus ini fiksi alias tidak nyata.


-Erena Viana-

[2] Favorite ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang