Bonus Chapter: Getting Closer

57 4 1
                                    

Siapa yang kangen?

Siapa yang masih simpan di library?

Oke, gak ada😁😁

Lanjut nih bonus chapternya, kemungkinan masih ada untuk kedepan.

Selamat membaca lagi :)

🍀🍀🍀











Nathanael's POV

Ini masih di waktu Zoe belum terkena insiden tersebut. Yang di mana sekarang terbaring di rumah sakit; koma. Kalian pasti bertanya kok gue bisa tahu? Apakah gue balik ke masa lalu semacam time traveller, begitu? Oh tentu saja tidak. Karena gue melihat saat presentasi tempo hari.

Singkatnya gue ini berada di mana semestinya gue berada alias present, bahasa kerennya. Di sini gue akan menceritakan ke kalian semua apa yang tidak diceritakan pada chapter sebelumnya-sebelum tamat.

Jadi, kejadiannya tentang bagaimana Shilla dengan Zoe yang semula akrab seperti power glue tiba-tiba berpisah bagaikan Kutub Utara dan Kutub Selatan.

Saat mereka ngobrol di ayunan...




🍀🍀🍀




Selesai mengobrol di ayunan mereka tidak tahu pergi ke mana-mungkin balik ke kelas masing-masing-karena gue berurusan dengan Sandi yang tidak jelas suruh gue ke taman les.

"Gimana?" tanyanya.

"Apa dah, San? Dari kemarin lu gak jelas."

"Jelas, 'kan?"

"Iya deh terserah lu, San. Gue bingung dah lu tuh beneran Sandi atau setan yang nyamar jadi Sandi? Kalo iya, kenapa mesti jadi Sandi, sih? Gak bagus amat ide lu, tan," ucap gue sebelum pergi meninggalkan Sandi isi setan.

Awalnya gue ragu kalau selama ini benar-benar berteman dengan setan berwujud manusia super tidak jelas, tapi nyatanya gue yang tidak jelas. Karena setelah menuruti perintahnya gue merasa aneh.

"Lo gak suka bilang! Gue udah gantiin yang kemarin bukannya terimakasih malah dibuang," sungut gue, mengambil barang yang dijatuhkan oleh Zoe tepat di hadapan gue. "Kalo begini lo gak menghargai usaha orang lain."

Bukannya minta maaf malah menyumpal telinganya dengan earphone. Iya teruskan saja biar telinganya bermasalah-eits sabar Nael, sabar.

"Lo beneran gak denger apa yang gue omongin dari tadi, ya?" tanya gue dengan bodohnya-padahal jelas dia tidak dengar sama sekali.

"Aing denger kok," katanya.

Ternyata dugaan gue salah teman-teman. "Bagus, biar ocehan gue gak sia-sia banget. Menurut Fisika, usaha gue itu gaya dikali jarak."

"Maneh kebanyakan gaya makanya salah berasumsi."

"Salah gimana, sih?"

"Gua emang suka warna pink, tapi ...." Dia menjeda kalimatnya kemudian, "Gue sukanya pink fanta bukan pink orang mati begini, pucet banget, kasih makan sono!"

Gue diteriaki habis-habisan di halte bus-untungnya hanya ada gue dan dia-kemudian dia naik bus yang kebetulan berhenti di halte ini.

"Padahal semua warna sama aja," kata gue lirih sambil melihat kotak berisi beberapa ikat rambut.

[2] Favorite ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang